SEVENTY-FOUR

9.8K 1.2K 566
                                    

HAPPY READING!!
🌟🌟🌟

"Umbi mana?" Pertanyaan dari seseorang berhasil membuat Ayres yang tengah terduduk di depan pintu langsung mendongakkan kepalanya dan berdiri dengan segera.

Didepannya, terdapar Atta beserta keempat sahabatnya tak lupa juga dengan para Inti Demonfier yang memasang wajah khawatir dan panik karena mendengar ceritanya saat di telepon tadi.

Mereka semua marah pada diri mereka sendiri yang mana bahkan tidak bisa membaca situasi untuk mencairkan suasana hati dari Umbriel, sang perempuan satu-satunya yang memimpin kelima geng besar.

Rasa sakit dari apa yang pernah terjadi mungkin masih terbayang di pikirannya maka dari itu senyuman yang selalu dia berikan menjadi sebuah tanda untuk tidak mengungkit-ungkit lagi.

Namun, semua itu masih mereka langgar seperti biasa karena tidak ingin Umbriel berlama-lama dalam kegelapan, serta kepedihan yang dia alami.

Semua itu terlalu menyakitkan untuk mereka.

Tangisan tergugu dari dalam ruangan bahkan suara cambukan terdengar begitu kuat sampai ketelinga para lelaki yang berada diluar ruangan eksekusi milik Umbriel seorang.

Itu bukan suara dari korbannya, melainkan suara dari Umbriel sendiri. Mereka sangat kenal suara itu apalagi Atta yang langsung menutup matanya sebentar lalu mengusap kasar wajahnya.

Rasa sakit yang Umbriel rasakan sekarang juga tengah dia rasakan. Mereka adalah kembar, maka apa yang Umbriel rasakan pasti juga ikut dirasakan oleh Atta seperti sekarang ini.

Ayres yang berdiri dihadapan Atta menunduk dalam. Dia lalu berdehm pelan dengan keadaan yang nampak begitu tidak baik-baik saja.

"Maafin gue, Ta, yang udah bodoh lakuin hal ini ke Umbi. Maafin gue udah buat dia kesakitan seperti ini, maafin gue. Demi tuhan gue hanya mau dia sadar dan gak ngelukain dirinya dengan senyuman palsu lagi, tapi malah jadi kek gini. Maafin gue, gue benar-benar minta maaf!" Lirih Ayres diikuti dengan setetes air mata yang langsung mengalit begitu saja dari pelupuk matanya membuat Atta tersenyum pelan dan menepuk pundaknya.

"Res, gak perlu merasa bersalah sampe kek gitu. Harusnya gue yang katakan hal itu! Maaf udah buat lo berada dalam posisi ini, dan juga gue mau berterima kasih udah berhasil lakukan tugas yang bahkan gue aja gak bisa lakukan. Thanks, brother,"

Mendengar ucapan Atta sontak mereka semua yang ada disitu ikut tersenyum dan mengangguk pelan, namun tidak dengan Ayres. Lelaki itu malah mengerutkan dahinya, bingung, lalu mendongak menatap wajah sepupunya itu.

"Maksud lo?"

"Lo tau kan gimana hubungan Umbriel sama Farzan yang makin dekat?" Ayres mengangguk sebagai jawaban.

"Karena hal itu, sudah bisa dipastikan saat Farzan meninggal, Umbi akan jadi orang yang paling tersakiti. Apalagi dia bahkan belum mengutarakan perasaannya sama sekali ke cowok yang menurut dia sudah memegang secara penuh hatinya. Dia kesakitan makanya itu dia menutupi nya dengan senyum, yang bahkan gue aja gak suka liat hal itu."

"Kita semua udah berusaha mati-matian, selain nyuruh dengan kata-kata, kita bahkan udah melakukan sesuatu kek bawa dia ke makam Farzan sambil terus ungkit kenangan mereka. Tapi bukannya menangis, Umbi malah senyum dan selalu bilang kalo dia bahagia itu semua pernah terjadi. Gimana gue gak gila coba? Dan sekarang, lo udah berhasil buat dia menangis, keluarin semua rasa sakitnya. Makasih, Res. Sisanya sekarang biar gue aja yang tangani, lo gak perlu terlalu khawatir. Oke?"

Ayres terdiam, tubuhnya kaku tidak bisa berucap bahkan bergerak sedikitpun selain menatap wajah Atta yang nampak sedikit gusar.

Ketua dari Wintiash itu lalu merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kunci yang merupakan kunci cadangan dari ruangan eksekusi Umbriel.

PRITI : StrategiespielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang