21. Nara, Ayo Kita Pulang

Start from the beginning
                                    

Kimi mempersilahkan Erga masuk dan duduk di salah satu kursi yang berada di ruangan paling depan. Ruangan yang memang berfungsi untuk menerima tamu seperti Erga, meski ukurannya tidak besar. Hanya ada tiga buah kursi dan satu meja kecil.

Sementara Kimi langsung menuju kamar dengan Nara, yang harus menyimpan lebih dulu barang belanjaan mereka. Setelahnya, barulah Nara berbalik dan menemui Erga. Sekaligus membawa segelas air putih untuk pria itu.

"Mas ngapain ke sini?" tanya Nara sembari duduk di kursi yang kosong.

Erga memandangi istrinya. Ingin sekali meneriaki istrinya itu dengan umpatan kekesalan, tapi tak mampu diucapkan oleh lidah. Rasanya sangat kaku.

"Mas baik-baik aja?" tanya Nara lagi. Ada raut kekhawatiran di wajahnya. Tapi juga tak bisa menyembunyikan kebencian terhadap pria itu.

"Apa kamu begitu membenciku?" Erga akhirnya berucap.

"Hah?" Nara terbelalak kaget.

"Yang aku lakukan terakhir kali, apakah itu sungguh menyakiti hatimu dan membuatmu begitu membenciku?" Erga sadar betul apa yang dia ucapkan. Dan Nara pun tau itu.

Nara mengalihkan pandangannya ke arah lain. Membicarakan hal itu seakan membuka kembali kenangan terburuk dalam hidupnya. Seakan membuka kembali luka yang belum kering. Rasanya semakin menyakitkan.

"Nara..." Erga meraih jemari Nara yang ada di pegangan kursi. Sontak membuat wanita itu kaget dan menarik tangannya. Menjauhkannya dari jangkauan pria itu.

"Aku minta maaf," sesal Erga.

Nara memberanikan diri untuk menatap Erga, meski kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Aku udah maafin kamu, Mas," ucapnya pelan.

"Jadi, kita pulang?"

"Tapi belum bisa kulupakan." Nara melanjutkan kalimatnya yang ternyata belum selesai.

"Nara, apa kamu nggak ingin memperbaiki hubungan kita dan memulainya dari awal?" Erga terdengar memaksa.

"Aku nggak bisa, Mas. Maaf. Kalau kamu ingin menceraikan aku, aku terima, Mas."

Erga mulai gusar. Tidak akan mungkin dia bisa menceraikan Nara. Dia pasti akan selalu menjadi korban oleh ibunya. Meski kenyataannya dia belum bisa mencintai Nara, tapi untuk menceraikan wanita itu adalah hal yang paling tidak mungkin untuk dilakukan.

"Kenapa, Nara? Apa aku sungguh nggak layak untuk kamu?"

Kali ini, Erga bukanlah dirinya yang dingin dan cuek. Dia bahkan terdengar seperti sedang memohon pada Nara. Hal yang sangat jarang ia lakukan. Terlebih itu pada wanita yang pernah dihinanya.

Nara menarik sudut bibirnya. "Aku takut, kalau aku nggak bisa membuka hati untuk kamu, Mas. Karena kenyataannya aku masih belum move on."

Oke, apa yang Nara katakan tidak sepenuhnya benar. Yang lebih ia takutkan adalah dia yang akan tersiksa di bawah hubungan Erga dan kekasihnya itu. Walau bagaimanapun keadaan pernikahan mereka, tidak ada istri yang senang jika suaminya selingkuh.

"Apa maksud kamu, hubunganku dengan Sisca?" Erga bisa menebak. Membuat Nara tak bisa berkutik. Pada akhirnya hanya menganggukkan kepala lemah.

"Sisca udah menikah. Aku ini, baru dari pernikahannya." Erga berkata jujur.

Nara melotot kaget. Pasalnya, ia tau jika hubungan suaminya dengan Sisca selama ini baik-baik saja. Tak pernah ada masalah di antara kedua sejoli itu. Tapi kenapa wanita itu malah sudah menikah, dan bukan dengan Erga?

"Apa?"

Erga mengangguk sekali. "Iya, dia udah menikah, dengan sepupuku."

Kenyataan itu bahkan lebih mengagetkan Nara. Bagaimana semua itu bisa terjadi? Sebenarnya, seberapa rumit hubungan Erga dengan Sisca?

Tapi sudut hatinya sedang bersorak, merasa menang atas Sisca. Walau ia belum tau pasti sosok Sisca itu seperti apa. Ia bahkan masih menduga, jika Sisca -kekasih suaminya- itu adalah manajer baru di tempatnya bekerja terakhir kali.

Ah, semua terasa rumit. Membuat kepala Nara pusing.

"Jadi, ayo kita pulang dan perbaiki keadaan kita." Erga melirik perut Nara sebelum melanjutkan kalimatnya. "Bagaimanapun juga, anak itu butuh seorang ayah," katanya.

Tangan Nara bergerak refleks untuk mengusap perutnya.

"Aku belum bisa, Mas. Sebaiknya kamu pulang aja."

Bukannya mengiyakan permintaan Erga, Nara malah menolak untuk alasan yang Erga tak tau. Hal itu sontak membuat Erga mengeraskan rahang. Tapi tidak ingin terbawa emosi yang sudah pasti akan semakin menyulitkannya untuk membawa Nara pulang.

Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang?

Vote dan komen!

Istri yang Tak Diinginkan (COMPLETED)Where stories live. Discover now