(11) Bibit Awal

Começar do início
                                    

Lalu semua cerita dimulai. Nida Menceritakan semuanya. Awal mula Kang Rasyiq bertemu dengannya, bagaimana kisah mereka saling mengenal dan menjadi teman baik hingga saat ini.

Wanita di hadapanku ini terlihat antusias dan bersemangat. Aku menyimaknya dengan baik Cerita-cerita masa lalu maupun masa kini yang bagiku memang hebat dan menakjubkan, apalagi untuk ukuran gadis biasa sepertiku. Setiap air kisah seorang Ning ini seakan mengalir begitu saja didepan mataku. Membuatku semakin mengenal dunia Pesantren dari segi dzuriyyah secara langsung.

Telingaku masih mendengarkan dengan baik sambil mengamati raut wajah Ning Nida yang berubah-ubah. Aku mengamati caranya menyebut nama Kang Ali Rasyiq. Melihat senyum cerahnya yang luar biasa cantik. Semakin luas cerita, entah mengapa aku seperti menyadari sesuatu.

'Apakah Ning Nida menyukai pria itu?'

Batinku menebak nebak begitu saja. Dia memang tidak mengatakan dengan jelas menaruh hati ataupun memiliki hubungan lebih dengan pria itu, hanya saja aku seperti dapat merasakan Jika rasa suka Nida lebih dari sekadar teman.

Bersahabat baik dalam jangka lama seperti itu sangat berkemungkinan saling menyukai bukan? Apalagi mereka sama-sama dari keluarga baik dan terpandang. Juga mereka sangat di kenal Abah Amar bahkan kemampuan mereka sudah di akui dimana-mana. Jika aku menilai, mereka serasi jika dijadikan sebagai Couple of the year Pesantren ini.

Aku ingin bertanya lebih jauh, tapi setelah kupikirkan lagi, akhirnya rasa ingin tahuku kusirnakan. Hal semacam itu bersifat pribadi dan itu bukan urusanku. Pula Bukan hal penting yang harus 'Gadis Awam' sepertiku ketahui. Toh mencampuri urusan orang lain sama sekali bukan gayaku. Jika memang Ning Nida dan Kang Ali Rasyiq memiliki hubungan, aku tidak boleh mengganggu dengan pertanyaan-pertanyaan-..

"Apa kamu menyukai Kang Rasyiq, Ra?"

Aku tertegun. Itu bukan kalimatku. Refleks kepalaku menoleh padanya yang baru saja memberi pertanyaan aneh itu. "Aku tahu semua Santriputri mengidolakannya, siapa tahu kamu termasuk dari golongan Secret Admirer seperti mereka, Zara?" Nida menimpali sambil tertawa kecil.

Aku melongo. "Bicara apa Ning ini? Tentu saja tidak.."

"Aku belum lama bertemu dengannya, Ning. Aku memang kagum dengan sosok beliau. Kang Rasyiq sehebat yang santri-santri katakan. Namun yang pasti, kemampuan dan ketenaran seseorang bukanlah hal ajaib yang bisa membuatku menyukainya begitu saja."

Nida tersenyum "Kamu benar, Ra. Tapi jujur saja, mengagumi adalah bibit awal dari mencintai, lho.."

"Benarkah?" Aku tersenyum tipis. Amat sangat tipis.

"Iya, begitulah yang kudengar dari orang-orang."

"Tenang saja Ning, aku tidak akan bisa menandingi pesona Ning Nida, jadi jangan takut oke?" Tanggapanku pelam menjawab Konspirasinya. Nida sedikit terkejut dengan kalimatku.

Aku terdiam beberapa saat. Pikiranku lagi lagi menelusuri Zaman dimana aku kecil.

Mengagumi adalah Bibit awal mencintai, ya?

Jika aku meneliti masa itu, sepertinya Konspirasi ini ada benarnya.

Kisah Cinta pertama dan terakhirku hanyalah bapak seorang. Manusia mulia yang Allah ciptakan untuk kusebut sebagai seorang ayah.. Sebagai bapak yang mencintaiku dan juga amat sangat kucintai.

Beliau ada bahkan sebelum aku lahir. Kata ibu, bapak setiap malam mengaji di samping ibu agar kandungannya selalu mendengar Kalam Allah. Bahkan detik pertama lahir, bapak ada untukku bersama air matanya. Suara Azan merdu yang beliau lantunkan di telinga kananku adalah Takdir paling menakjubkan yang takkan tergantikan oleh apapun di alam semesta ini. Suaranya adalah cinta pertama yang ia berikan melalui telinga mungilku. Kesabaran dan kasih sayangnya mengalir di setiap tumbuh kembang dan bertambahnya usiaku. Perjuangannya bekerja keras hingga keringat menetesi dahinya adalah jejak-jejak kekagumanku yang berbuah cinta yang begitu penuh. Sepenuh keindahan kala melihat senyuman damainya padaku saat beliau memanggilku Princess-nya.

Itu benar. Kekaguman selalu bisa menjelma cinta yang amat dalam. Hingga akupun sulit untuk meraih permukaan samudra. Jika tidak mampu berenang dengan benar, Sulit untuk kembali jika sudah terlalu jauh menyelam hingga ke dasarnya.

Itu benar. Dan disinilah aku berada, berusaha berenang meski sejatinya bapak tidak pernah mengajariku untuk berenang menjauhinya ataupun melupakannya.

Benar.. bahwa Kagum adalah bibit awal segala keindahan sekaligus rasa sesak itu.

"Senang bisa mengenalmu, Ra!"

"Aku juga, Ning!"

"Jujur saja, sepanjang aku berbincang denganmu, aku hanya ingin memberitahu bahwa matamu itu sangat cantik, Zara."

Aku tersenyum lagi. Mengangguk ramah kearahnya yang mulai beranjak pergi. Tanganku melambai, Pertemanan ini, kuharap akan selalu baik-baik saja.

Sungguh, Zara

Allah lah yang maha kuasa atas segala sesuatu. Jika kau tahu, diatas sana, menggema semua doa-doa yang selalu di langitkan.

Dan jawaban dari doa itu kini sedang ditulis lalu disimpan untuk dikabulkan. Lalu Ada yang sedang melukis. Ada yang sedang memutar roda kehidupan ini.

Untuk esok. Untuk lusa. Pula untuk masa berikutnya.

Dan juga, kisahmu hari ini, bisa jadi, akan membawamu pada suatu takdir. Ketetapan yang takkan pernah kamu sangka akan memilihmu.


TO BE CONTINUED

***


Setelah ini, masa lalu Zara akan terungkap. So, stay tune on my story oke :)

NAYANIKA ZARA✅Onde histórias criam vida. Descubra agora