"Tau nggak Kak? Aku lebih suka di kota dari pada di desa. Tapi, aku kangen desaku. Di sini panas, di desa adem. Tapi aku lebih suka di kota, soalnya aku bisa kerja dan hasilin uang banyak."

Vero hanya mengangguk dan mendengarkan cerita Shelin saja. Tangannya sibuk menyetir mobil. "Kakak pernah pacaran?"

Vero terdiam. Mukanya yang dingin menjadi lebih dingin lagi. Shelin membuka luka lamanya. Luka yang beberapa hari ini berusaha ia tutup kembali, setelah dibuka oleh mamanya. "Kenapa?"

"Rasanya pacaran gimana sih, Kak? Aku mau deh punya pacar."

"Nggak tau."

"Kakak nggak pernah pa-"

"Turun! Udah sampe." Shelin mengerjabkan matanya pelan. Perasaan baru bicara tiga menit dengan Vero, kenapa sudah sampai saja? Cepat sekali.

Shelin turun sesuai perintah Vero. Matanya membulat sempurna saat melihat gedung besar perusahaan milik Vero. Ini salah satu gedung terbesar yang pernah dia lihat di Jakarta.

"Lu kalo mau keliling sama sekretaris gue aja. Ntar kalo udah selesai ke ruangan gue." Shelin mengangguk patuh.

"Rara, kamu ajak dia keliling melihat perusahaan kita. Kalo sudah selesai, bawa dia ke ruangan saya."

"Baik, Pak!" Rara mengangguk. Tangannya mengarahkan agar Shelin berjalan mengikutinya. Shelin mengangguk dengan tampang polos menghiasi muka manisnya. Saat terasa agak jauh, Shelin berbalik menatap punggung Vero yang menjauh dari tempat tadi. Satu senyuman terbit di wajah Shelin.

***

Tok tok tok

"Masuk!"

Pintu ruangan pribadi Vero berdecit pelan. "Kak?" panggil Shelin. Vero mengalihkan pandangannya, menatap Shelin yang hanya menyembulkan kepalanya. Rambutnya menjuntai panjang, menutupi sebagian wajahnya.

Ah, kenapa gadis di depannya ini sangat imut. Membuatnya teringat dengan Deana. Shelin ini persis seperti Deana, hanya versi polosnya saja. Tanpa Vero sadari, bibirnya melengkung, membentuk senyuman indah yang mungkin, sudah lama ia sembunyikan.

"Masuk!" perintah Vero. Shelin mengangguk cepat lantas masuk dan menutup pintu ruangan Vero. Dia menghampiri Vero dengan langkah kecilnya. Vero hanya melirik sekilas dan melanjutkan kerjanya.

"Mmm, Kak!"

"Hmm?"

"Aku boleh duduk?" tanya Shelin. Vero mengangguk singkat. Tatapannya masih tertuju pada monitor laptopnya. Shelin masih berdiri. Mukanya terlihat kebingungan. "Kenapa?"

"Aku duduk dimana ya, Kak?" tanya Shelin. Vero terkekeh tak percaya. Dari sekian banyak tempat untuk duduk di ruangannya, gadis itu masih bertanya duduk dimana? Pfft.

"Dimana aja. Tempat duduk banyak." Vero kembali mengalihkan atensinya ke laptopnya kembali. Shelin bergerak perlahan, duduk canggung di atas sofa. Kakinya tak bisa diam, hingga rok selututnya mengekspos sedikit paha mulusnya.

"Kenapa? Bosen?" tanya Vero. Shelin menggeleng pelan. Ia berdiri, lalu berjalan mendekati jendela ruangan Vero. Dari atas sini, Shelin bisa melihat hiruk pikuk ibukota pada saat siang hari. Pasti pemandangan dari atas jauh lebih indah jika dilihat pada malam hari.

"Kak!"

"Hmm?" gumam Vero. Ruangan tiba-tiba senyap. Vero menunggu Shelin berbicara, namun yang ditunggu malah tak kunjung membuka suara. Vero beralih menatap Shelin yang menatapnya dengan tatapan lembut.

"Apa?" tanya Vero. Shelin tersenyum manis. "Kakak banyakin senyum ya! Kakak ganteng tau kalo senyum." Shelin menyengir hingga matanya menyipit. Lucu. Sangat lucu.

"Ganteng?"

"Iya. Kak Vero ganteng banget."

Vero terdiam sesaat. Hatinya berdebar kencang saat Shelin mengakui ketampanannya. Debaran jantungnya semakin kencang saat melihat senyum manis dan polos milik Shelin. Senyum itu kenapa?

"Kak Vero mau nggak jadi pacar Shelin?"

Oh, damn it. Anak ini kenapa? Vero berkedip beberapa kali, berusaha mencerna kalimat yang terlontar dari mulut Shelin barusan. Shelin ini memang belum pernah pacaran atau bagaimana?

"Pacar?"

"Iya. Kan, tadi Shelin udah bilang kalo mau punya pacar."

"Kenapa harus gua?"

Shelin tampak diam sambil mengerucutkan bibir bawahnya. Menyipitkan matanya, menatap Vero di depannya yang sedang menatap heran pada dirinya. "Aku suka senyum Kakak!"

Jantung Vero berdetak kencang. Vero terdiam, menatap Shelin yang juga masih menatapnya. Bunyi notifikasi ponselnya, berhasil membuat Vero sadar dari lamunannya.

Mamah
Ntar makan malem di rumah! Bawa Shelin sekalian

Hmm

"Kata mamah, lu ntar ikut dinner di rumah gua. Gua masih lama, lo tidur aja. Ntar gua bangunin." Shelin mengangguk patuh. Dia berjalan mendekati sofa.

"Kakak mau jadi pacar aku, kan?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Ya serah gua lah!"

"Cih." Shelin melengoskan wajahnya lalu menjatuhkan diri berbaring di sofa. Vero tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan Shelin yang kelewat menggemaskan.

***

Shelin yang imut, manis, tapi kelewat polos

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Shelin yang imut, manis, tapi kelewat polos.

Vote!

Nggak vote, SANTET!

CANDA SANTET

Transmigration of Bad BoyWhere stories live. Discover now