PROLOG

24.9K 2.3K 207
                                    

"Gimana? Lo ikut nggak?"

"Ikut lah ya kali! Harga diri gue dipertaruhkan di sini! Kalo gue nggak ikut, tuh si Bagas pasti ngeremehin gua"

"Oh ya! Lu udah cek motor lo, kan, Ver?"

"Udah kok! Tenang aja!"

"Bry, kali ini kita balapannya dimana?" Bryan tampak berpikir. Ish! Kenapa selalu tidak tepat waktu amnesia dadakannya ini kambuh? Bryan masih terlihat sedikit berpikir.

"Ish! Lupa lagi bangsat!"

"Bentar-bentar!" Vero yang mendengar jawaban teman satu gengnya itu pun, memutar mata malas. Di saat begini dia malah lupa! Ck ck ck.

Brak!

"Aha!" seru Bryan menggebrak meja. Vero yang di sebelahnya mengelus dada, kaget.

"Anjir, lu ngagetin gua bangsat!"

"Ya, maap hehe!"

"Jadi dimana?" tanya Vero.

"Di perempatan deket sekolahan," jawab Bryan. Vero membelalakkan mata tak percaya. Hanya di situ? Dan Bryan lupa? Bryan Bryan.

"Anjir! Cuma di situ aja lupa!"

***

"Sudah siap? Satu, dua, tiga!"

Kini Vero dan Bagas balapan liar. Keduanya saling menyalip satu sama lain tak peduli apapun. Di pikiran keduanya hanya ada kata menang.

Motor Vero agak tidak terkendali. "Anjing! Motor gua kenapa ini?" batin Vero. Vero melihat ke arah Bagas. Di muka Bagas terbit satu senyuman dan senyuman itu sudah menjadi jawaban atas apa yang terjadi pada motor Vero.

Ya, Bagas curang. Dia hanya ingin menang dari Vero tanpa memikirkan akibatnya. Dia sudah benci Vero dari dulu. Vero tak pernah bisa ia kalahkan dan ia tak mau jika Vero mengalahkannya.

"Shit!" umpat Vero. Kini motornya makin tak terkendali. Ia menabrak pembatas jalan hingga dirinya terpental jauh. Motornya remuk.

Vero kini mengenaskan. Darah dimana-mana dan kesadaran yang mulai menurun. Jalan ini saksi bisu akhir dari kenakalan Vero selama ini. Vero tersenyum. "Mah, Vero dateng!"

***

Di sebuah rumah yang besar, terdapat seorang anak laki-laki sekitar umur 17 tahun duduk di pinggir balkon, sambil memegang gunting di tangannya.

"Aku nggak kuat! Apa aku mati aja?"

Anak itu mulai mendekatkan guntingnya ke pergelangan tangannya, bersiap menusuk pembuluh nadinya.

Sakit nggak ya?

Oh ayolah! Alvero Mahanta! Jangan pikirin rasa sakitnya! Pikirin gimana selama ini kamu diperlakukan nggak adil!

Lelaki itu mendekatkan lagi guntingnya ke pergelangan tangannya.

Ah jangan deh! Mending aku lompat dari balkon aja!

Anak itu bangkit setelah menaruh guntingnya di lantai. Ia mulai melangkahi pinggiran balkon kamarnya.

"Maafin Vero mah! pah! Vir! Aku udah nggak sanggup!"

Brugh!

***

Jangan lupa vote ya guys!

Thank you⭐

Transmigration of Bad BoyWhere stories live. Discover now