Deana

6K 1K 38
                                    

Jujur excited banget nulis chapter ini, karena ini chapter pertama yang aku tulis yang isinya penuh dengan keuwuan sang Vero dan Deana.

Aku malah baper sendiri nulisnya wkwk. Karena aku udah nulis ini dengan panjang lebar, kalian harus vote nggak mau tau, wkwk.


Ya udah lah cus baca, jangan lupa komen dan vote ya kalau suka sama chapter ini.

Go!

~

Deana terpana melihat apartemen Vero yang terlihat begitu rapi dan bersih, tidak seperti apartemen anak cowok pada umumnya. "Mau minum apa?"

"Terserah." Vero pergi mengambil minuman untuk mereka berdua, sedangkan Deana mulai membuka tugas yang diserahkan guru mereka. Tidak banyak, hanya empat puluh soal isian singkat biologi.

Ia mulai mengerjakan dua puluh soal pertama. Saat Vero kembali duduk di sampingnya, ia sudah selesai mengerjakan lima soal pertama.

"Lo nomer dua puluh satu ampe empat puluh!" Deana berujar tanpa mengalihkan pandangannya dari bukunya. Deana menulis soal isiannya dan menuliskan jawabannya kemudian. Sesekali ia membenarkan letak kacamatanya yang melorot.

Dan, semua itu tak lepas dari pandangan Vero. Seakan semua yang dilakukan Deana menarik di mata Vero, bahkan hal yang paling sederhana sekalipun.

Kedua sudut bibir Vero terangkat. Entahlah, Vero pun tak mengerti kenapa dirinya tersenyum. Yang jelas, ia hanya ingin memandang Deana terus, bahkan jika memungkinkan, ia tak akan mengalihkan pandangannya barang sedetik saja.

Saat melihat tangan Deana yang sedang sibuk menulis, Vero teringat akan tugasnya. "Oh! Shit! Kenapa bisa lupa?" batin Vero. Vero mengalihkan pandangannya dari Deana dan mencoba fokus, walau sangat sulit.

Satu jam kemudian, Vero berhasil memfokuskan pikirannya pada dua puluh soal yang ada di hadapannya. Soalnya panjang bukan main, padahal isiannya pun paling banyak terdiri dari dua kata saja.

Deana sudah selesai mengerjakan soalnya. Ia meregangkan badannya, tangannya pegal bukan main menulis dua puluh soal itu. Dan, punggungnya juga ikutan pegal sebab dari tadi ia menulis dengan posisi punggung agak membungkuk.

Dan sesuai dugaannya, penyakit setelah lelah menulis menyerangnya. Deana menutup mulutnya yang menguap lebar. Menggeleng beberapa kali, ia berusaha untuk tidak ambruk saat itu juga.

Tapi usahanya gagal. Ia tetap ambruk tertidur. Kepalanya jatuh di pundak Vero. Vero sempat kaget saat kepala Deana ambruk begitu saja ke pundaknya. Ia kira apaan tadi.

Vero meletakkan pulpen yang ia pegang. Ia hendak memindahkan Deana, tapi ia juga tak mau membangunkan Deana. Bagaimana ini? Siapa pun tolong Vero.

Karena takut membangunkan Deana, Vero akhirnya diam saja. Ia tak bergerak. Biarkan Deana larut dulu ke alam mimpinya, dan setelah itu ia akan memindahkan Deana ke tempat yang lebih nyaman.

Selama Deana tidur nyaman di bahu Vero, Vero tak sedetik pun mengalihkan pandangannya dari Deana. Kenapa hatinya terasa begitu hangat dan nyaman saat memandang Deana seperti ini? Bahkan saat dirinya dulu berpacaran, ia tak pernah merasakan hal seperti ini.

Tangan Vero melepas kacamata Deana dengan hati-hati, dan meletakkannya di atas meja. Tangannya membenarkan rambut Deana yang jatuh berantakkan di depan muka cantiknya.

Mukanya dan muka Deana sangat dekat. Bahkan nafas teratur Deana terasa di muka Vero. Jantung Vero terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan perutnya terasa digelitiki sesuatu.

Transmigration of Bad BoyWhere stories live. Discover now