01•Awal

67 54 28
                                    

"Biarkan ini menjadi awal dari hancurnya kita karena apapun itu,aku yakin semuanya akan baik-baik saja"

~Pelangi Aquenza Apelia~

Pagi ini semuanya terasa beda,tidak ada panggilan makan dari Takdir dan tidak ada lagi sapaan hangat dari Semesta karena semuanya sudah berbeda,hanya meninggalkan bekas luka yang amat dalam pada Pelangi.

Mungkin jika disuruh memilih,Pelangi lebih memilih mati dibawa ombak daripada tenggelam di dalam luka.Tidak ada yang peduli Bulan dan Bintang pun ikut menghilang entah kemana.Pelangi lelah sungguh,tapi dia hanya bisa bungkam karena tidak tau harus melakukan apa.Rumah yang dulunya hidup sekarang sudah mati bersama perginya Takdir dan Semesta,hanya menyisakan Pelangi dengan luka.

"Sarapan Pel,kalo lu mati sekarang mereka akan lebih bahagia"begitulah biasanya Pelangi menyemangati diri sendiri untuk tetap bertahan hidup,karena sekarang semuanya memang harus di lakukan sendirian.Masih baik Takdir dan Semesta meninggalkan Pelangi dengan harta yang berkecukupan karena tidak entah bagaimana dia akan bertahan hidup.

***
pelangi mengendarai motor scopy itu dengan tenang, raut muka yang dia atur sedemikian rupa tenang.Sesampainya di sekolah Pelangi langsung memakirkan motornya diantara banyak motor para pengendara lainya,setelah itu Pelangi langsung menuju ruang kelasnya paling ujung oleh karena itu Pelangi harus melewati beberapa ruang kelas sebelum sampai dikelasnya.Sapaan dari adik kelas maupun teman satu angkatan tidak sama sekali dia gubris,karena Pelangi yang dulu sangat ramah,mudah senyum dan baik sudah ikut mati bersama Takdir dan Semesta.Sesampainya di kelas Pelangi langsung duduk dibangku paling belakang didekat jendela dengan memasangkan airponds ditelinganya sampai menunggu guru yang mengajar masuk.Tidak ada lagi teriakan Bulan yang menyapanya,tidak ada lagi usapan lembut dikepalanya dari Bintang karena sekarang dia Pelangi memang sendiri.

Lonceng berbunyi,berarti pelajaran pertama akan segera dimulai,Pelangi sudah melepas kedua airponds di telinganya dan sibuk mengeluarkan buku matematika yang akan diajar oleh buk Melati.
"Selamat pagi semua"sapaan hangat dari guru matematika itu membuat para penghuni kelas kembali ketempat duduknya masing-masing,buk Melati bukan guru killer yang biasa di temukan pada umumnya,dia hanya guru muda yang mengajar dengan tenang tanpa paksaan, karena itu para murid di kelas Pelangi sangat menyukai guru muda tersebut.

"Pelangi bisa bantu ibuk memberikan lembar soal ini kepada teman-temanmu"suara buk Melati Membuat Pelangi menegakkan kepalanya,tanpa mengucapkan apapun dia melangkah kedepan mengambil lembar tersebut dan membagikanya keteman kelasnya dan kembali ketempat duduknya.

"Baiklah,kalian bisa pahami dulu soal tersebut,jika ada yang kurang paham kalian bisa bertanya"Setelah itu semuanya sibuk memeriksa soal yang diberikan oleh buk Melati,sampai suara Bumi di sudut kelas membuat semua perhatian tertuju kepadanya termasuk Pelangi.

"Untuk soal no dua apakah harus dilakukan berkelompok buk?"

"iya Bumi,dan kalian bebas memilih temanya sendiri"

Terdengar bunyi lonceng tanda jam pelajaran matematika sudah berakhir dan dengan begitu buk Melati menutup pertemuan sekarang dengan ucap salam dan senyum simpul sebelum beranjak dari kelas.
Langkah Bumi yang menuju ke bangku Pelangi membuat anak-anak yang dikelas mengalihkan padanganya kepada apa yang akan di lakukan Bumi.

"Bisa berkelompok dengan lo dalam tugas matematika tadi?"

tidak ada sautan dari Pelangi karena dia sibuk dengan buku yang dia baca.Merasa tidak ada tanggapan dari Pelangi membuat Bumi menutup buku yang dibaca pelangi begitu saja.Juga tidak ada suara dari Pelangi membuat Bumi yang di depannya menghela napas dengan kasar.

"Gue mau lo sekelompok dengan gue dipelajaran matematika tadi"

"lo bicara dengan gue?"

"Ya emang,dari tadi gue bicara dengan lo,tapi sepertinya buku yang lo baca lebih menarik dari gue"

Pelangi untuk Hujan(on going) Where stories live. Discover now