Chapter 29

572 38 1
                                    

Happy Reading!!!

***

Dua hari berada di puncak, dan hari ini Sherlyta meminta untuk pulang pada kekasihnya. Awalnya Samuel menolak karena khawatir pada kondisi perempuan sipit itu yang baru saja sembuh dari demamnya, tapi rengekan manja dan memelasnya membuat Samuel akhirnya menyerah dan menuruti keinginan sang kekasih yang amat dicintainya.

Meskipun baru pertama kali lagi mengendarai mobil semenjak kecelakaan itu, tapi beruntung Samuel bisa sampai dengan selamat hingga depan rumah milik Sherlyta. Keduanya berangkat sejak pagi-pagi karena tidak ingin terjebak macet, tapi yang seharusnya perjalanan dapat di tempuh dalam waktu tiga atau empat jam ini malah di tempuh selama enam jam karena Samuel yang sering berhenti dan mampir terlebih dulu untuk istirahat sejenak. Sherlyta tak berkomentar, karena dirinya cukup tahu dengan kondisi kaki kekasihnya itu yang baru saja sembuh dari cidera.

Samuel merebahkan tubuhnya di sofa panjang ruang tamu, meluruskan kakinya yang sedikit pegal, sedangkan Sherlyta langsung berjalan menuju dapur, mengambil air minum untuk dirinya dan juga Samuel, tidak lupa juga beberapa camilan yang ada dalam kulkas. Tubuhnya sebenenarnya sudah lelah dan ingin segera istirahat, tapi melihat Samuel yang terus memijat-mijat kakinya membuat Sherlyta kasihan dan merasa bersalah.

Jam baru menunjukan pukul tiga sore, dan tentu saja Gita belum pulang, membuat rumah ini sepi. Serlyta duduk di sofa panjang, dimana ada Samuel yang kini berbaring. Setelah meletakan beberapa camilan dan juga air minum yang di ambilnya barusan, Sherlyta duduk di ujung sofa dan membawa kaki kekasihnya, meletakan di pangkuannya dan memijat-mijat pelan kaki yang berbalut celana jeans hitam panjang itu.

“Maaf ya, gara-gara aku sakit kamu jadi harus nyetir,” ucapnya pelan dan merasa bersalah. Samuel bangkit dari posisi tidurnya dan kini duduk di samping Sherlyta yang menundukan kepalanya. Samuel duduk menghadap kekasihnya, ia tarik lembut dagu lancip itu agar Sherlyta menatapnya.

“Tidak usah minta maaf, Honey. Aku gak apa-apa, kaki aku cuma pegal dikit. Ini juga untuk sekalian aku belajar bawa mobil lagi. Jadi kamu jangan merasa bersalah begitu. Malah aku yang sedih kalau ngebiarin kamu nyetir dari sana dengan keadaan yang masih lemas gini.” Samuel berkata lembut, satu kecupan mendarat di kening Sherlyta lalu tangannya bergerak merapikan anak-anak rambut yang jatuh menghalangi wajah cantik yang masih terlihat sedikit pucat itu.

“Jangan sakit-sakit lagi, ya, aku sedih lihatnya.”

Sherlyta mengangguk dan memeluk kekasihnya dengan erat, menyembunyikan wajah sedihnya.

Keduanya duduk sambil berpelukan tanpa ada obrolan apa pun. Sesekali Samuel mengecup puncak kepala kekasihnya dan mengelus rambut panjangnya dengan sayang. Samuel mengurai pelukannya menatap wajah cantik Sherlyta lalu mendaratkan ciumannya pada bibir tipis berwarna merah alami yang sejak pertama sudah menjadi candunya.

“Belakangan ini kamu jadi mesum tahu gak? Dikit-dikit cium, dikit-dikit cium, gak cape apa itu bibir!” gerutuan Sherlyta membuat Samuel terkekeh geli.

“Bibir kamu manis, ngangenin. Aku jadi pengen cium kamu terus,” jawab Samuel seraya menjawil pipi Sherlyta yang sedikit tirus dari beberapa waktu terakhir ini.

“Sakit Muel,” rengeknya manja.

Samuel benar-benar gemas pada kekasihnya itu dan kembali mencium bibir tipis Sherlyta berkali-kali sebelum kecupan itu berubah menjadi lumatan-lumatan lembut yang memabukan. Tanpa mereka sadari ada dua perempuan yang menegang di ambang pintu, terkejut dengan apa yang dilihat di depannya. Satu perempuan berjalan cepat dengan tangan mengepal dan wajah memerah, marah.

“Sherlyta, Adnan, apa yang kalian lakukan!" teriakan yang amat keras itu membuat ciuman keduanya terpaksa terlepas. Sherlyta menegang di tempatnya saat melihat tatapan membunuh dari Cesil, sedangkan Samuel, awalnya memang terkejut tapi dengan cepat ia menetralkan kembali dirinya.

SherlytaWhere stories live. Discover now