Chapter 18

732 55 1
                                    

Happy Reading!!

***

Kedua orang tua Samuel baru saja pamit untuk pulang, meninggalkan Sherlyta dan Samuel berdua di dalam ruangan serba putih cukup luas itu. Sherlyta tengah mengupas Apel yang tadi sempat ia beli di supermarket yang tidak jauh dari rumah sakit.

Tak bosannya Samuel memandangi wajah cantik dengan polesan make up natural itu, dan sesekali tersenyum kecil. Hal itu tentu saja membuat Sherlyta risi, tapi tidak berusaha menghentikan Samuel, karena tidak ingin sampai mendapat ledekan pria itu.

"Cepat sembuh, Sam, sebentar lagi 'kan pernikahan lo. Masa mempelai prianya nanti di perban gini kayak mumi. Gak keliatan gantengnya dong."

Sebenarnya Sherlyta mengucapkan itu dengan setengah hati. Tapi sebisa mungkin untuk menutupi perasaan sebenarnya.

Samuel yang baru saja menerima suapan buah apel dari sang kekasih langsung menghentikan kunyahannya, menatap perempuan di sampingnya dengan raut tidak suka.

"Jangan bahas itu bisa?" tatapan tajam itu membuat Sherlyta menundukkan kepalanya. Bukan takut, tapi lebih kepada rasa bersalah.

"Aku minta Papa buat undur pernikahannya," datar laki-laki itu berkata.

Sherlyta mendongakkan kepalanya menatap Samuel tidak setuju.

"Aku cuma minta di undur sampai aku benar-benar sembuh. Tadinya aku ingin pernikahan itu untuk dibatalkan. Tapi aku tahu, kamu gak akan setuju." Sela Samuel cepat, sebelum Sherlyta berhasil membuka suaranya, melontarkan kalimat ketidaksetujuannya.

Sherlyta kembali menundukkan kepala, ia tidak tahu akan menjawab apa ucapan kekasihnya itu, maka lebih baik dirinya diam agar tidak memancing kemarahan Samuel.

"Aku sebenarnya heran, kenapa kamu tidak ingin aku membatalkan pernikahan ini? Padahal harusnya kamu bahagia, karena aku menepati janjiku sepuluh tahun lalu sama kamu."

"Sam--"

"Aku mau nikahin kamu bukan karena merasa bersalah, bukan juga karena kasihan, tapi karena aku sadar bahwa aku juga masih mencintai kamu. Perasaan aku masih sama seperti beberapa tahun lalu. Maaf karena aku telat menyadarinya, maaf karena aku sempat melupakan janji itu dan mengecewakan kamu. Itu bukan keinginanku, Lyt!" Samuel mengucapkan itu dengan serius. Tidak ada kebohongan dari kalimatnya barusan. Samuel memang mencintai Sherlyta, tepatnya masih mencintai perempuan itu. Sayangnya itu baru ia sadari sekarang. Di saat pernikahannya dengan Cesil sudah berada di depan mata.

Sherlyta yang terharu mendengar kalimat yang di ucapkan Samuel langsung berdiri dari duduknya lalu memeluk tubuh laki-laki yang tengah berbaring itu, menempelkan kepalanya pada dada bidang Samuel hingga membuat posisi Sherlyta membungkuk.

"Maaf Sam. Bukan karena gue gak percaya ketulusan lo, tapi gue gak bisa menerima tawaran lo. Tidak ingin mengecewakan Cesil bukanlah alasan pertama gue, tapi ada alasan yang lebih utama dari itu, alasan yang gak bisa gue ucapkan."

Air mata dari iris coklat terang itu menetes tanpa bisa di cegah, membasahi baju rumah sakit yang dikenakan Samuel.

"Aku mau tahu alasan itu, Lyt, agar aku mengerti kenapa kamu terus menolak pernikahan yang kutawarkan." Elusan di rambut Sherlyta terasa lembut dan menenangkan membuat perempuan bermata sipit itu memejamkan matanya sejenak, menikmati elusan-elusan yang akan ia ingat hingga saatnya nanti.

"Lo akan tahu nanti, Sam. Gue mohon, jangan paksa gue untuk mengatakannya."

Sherlyta melepaskan pelukannya dan mendongak menatap laki-laki tampan di depannya dengan sorot memohon. Membuat Samuel mengangguk meski dengan berat hati demi menghormati keputusan Sherlyta.

SherlytaWhere stories live. Discover now