Chapter 13

1K 78 9
                                    

Happy Reading!!!!

****

"Apa dengan lo membatalkan pernikahan dengan Cesil, gue akan bersedia menikah sama lo?" Sherlyta yang baru saja datang berniat untuk mengunjungi kedua orang tua Samuel di kagetkan dengan permintaan Samuel yang menurutnya gila.

"Ingat Sam pernikahan lo kurang dari empat minggu lagi, semuanya sudah terencana. Bahkan gue mati-matian jahit gaun dan jas untuk pernikahan kalian. Dan sekarang lo seenaknya mau batalin hanya karena janji masa lalu lo terhadap gue?" Sherlyta menggelengkan kepala tak habis pikir. "Jangan gila, Sam! Gue sudah bilang 'kan kalau gue udah merelakan lo?!"

Samuel diam sambil memegangi pipi kanannya yang tadi sempat mendapatkan tamparan keras dari Sherlyta.

"Lanjutkan pernikahan lo, Sam. Jangan cuma karena gue, lo nyakitin Cesil bahkan mengecewakan semuanya. Lo udah tahu gimana marah dan kecewanya Bunda sama Ayah. Sekarang coba lo pikirkan gimana kecewa dan juga marahnya keluarga Cesil karena lo membatalkan pernikahan ini? Dan coba lo pikir bagaimana marah dan kecewanya Cesil saat dia tahu, gue penyebab dari tindakan bodoh lo?" Sherlyta menggelengkan kepala, dirinya sendiri bahkan enggan membayangkan hal itu. "Apa lo pikir dengan begitu gue bakal bahagia? Lo salah, Sam. Yang ada gue malah semakin benci sama lo."

Setelah mengucapkan itu semua tanpa ada jawaban dari Samuel, Sherlyta lalu menatap kedua orang tua Samuel dengan tatapan bersalah. "Maafin Lyta Bunda, Ayah. Maaf, karena Lyta, kekacauan ini terjadi. Lyta minta maaf," sesal Sherlyta lalu berlari pergi meninggalkan ketiga orang itu.

Samsul yang sudah akan melangkah menghampiri perempuan yang sudah ia anggap sebagai anak itu kalah cepat dengan Sherlyta yang kini sudah hilang dari pandangannya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Samsul dan Arini pergi memasuki kamar, meninggalkan Samuel seorang diri di ruang tamu masih dengan keterdiamannya.

"Arrggh!!!" erangan frustasi Samuel menggema di ruang tamu luas itu. Berkali-kali pukulannya pria itu layangkan pada tembok, guci-guci dan pajangan tak berdosa yang berada di sekitarnya juga menjadi objek kemarahan Samuel.

***

Sepanjang perjalanan pulang dari rumah orang tua Samuel, air mata Sherlyta tidak juga berhenti mengalir, merutuki tindakan Samuel juga hatinya yang tidak sejalan dengan apa yang di ucapkan beberapa menit lalu di depan ketiga orang tersayangnya.

Setelah memasukan mobilnya ke dalam garasi, Sherlyta membuka pintu rumah yang sebelumnya terkunci, lalu langsung berlari menuju kamarnya dan tidak lupa mengunci pintu tersebut dari dalam.

Tanpa melepaskan heels yang sedari tadi dikenakannya, Sherlyta langsung menelungkupkan wajahnya pada bantal, dan menangis sejadi-jadinya. Bohong jika dia sudah mengikhlaskan Samuel, dan bohong jika perasaannya terhadap Samuel tak lagi ada. Sherlyta hanya tidak siap melihat Cesil kecewa dan terluka karena dirinya.

"Kalau saja gue tahu akan seperti ini jadinya, mungkin gue gak akan mau mengharapkan lo untuk kembali," gumam Sherlyta dalam tangisnya.

"Jika perempuan itu bukan Cesil, mungkin gue gak akan berpikir ulang untuk merebut lo kembali. Tapi, gue gak bisa, Sam. Gue gak bisa menjadi seegois itu untuk Cesil."

"Sher," panggilan itu terdengar setelah ketukan di pintu. "Sher, lo ada di dalam?" tanya suara itu lagi, membuat Sherlyta mengangkat sejenak kepalanya.

"Please, Git gue lagi gak mau di ganggu, " ucap Sherlyta sedikit berteriak agar Gita yang berada di balik pintu kamarnya dapat mendengar.

Setelah mendengar langkah kaki yang menjauh, Sherlyta berjalan menuju jendela kamarnya yang lumayan lebar dan memberikan pemandangan halaman rumahnya yang tidak seasri ketika kedua orang tuanya masih ada, meskipun sekarang pun tidak segersang hatinya yang sedang kacau.

Setelah merasa puas menatap keluar sana, Sherlyta menutup jendela tersebut dengan gorden, hingga membuat kamar cukup luas itu gelap tanpa cahaya sedikitpun karena hari memang sudah beranjak malam.

Ponsel yang masih berada di dalam tas tangan yang tadi Sherlyta bawa berdering, menandakan ada sebuah pesan yang masuk.

Dengan langkah pelan perempuan cantik meski dalam keadaan kacau itu meraih tas yang semula ia letakan begitu saja di atas ranjang dan mengambil benda persegi tersebut untuk melihat siapa gerangan yang menghubunginya.

Sherlyta menghela napas panjang sebelum akhirnya membaca pesan yang dikirimkan oleh Alvian. Ia jadi teringat pada obrolannya dengan laki-laki tampan itu beberapa jam yang lalu.

"Tumor kamu sudah berada pada tingkat 2, tumor itu masih jinak dengan pertumbuhan yang lambat, maka dari itu kita harus segera melakukan pengobatan sebelum tingkatannya naik menjadi tingkatan tiga bahkan bisa saja menjadi tumor ganas. Yang mau tidak mau harus segera melakukan pengobatan yang lumayan serius salah satunya Radioterapi. Itu bertujuan untuk menyusutkan ukuran tumor, dengan cara membunuh sel-sel tumor menggunakan radiasi. Sinar radiasi dapat dihasilkan oleh alat khusus di luar tubuh yang dimaksud radiasi eksternal atau dipasang dekat lokasi tumor yang disebut juga Brakiterapi. Terdapat juga teknik radioterapi yang dinamakan radiosurgery (Gamma Knife Surgery), dengan energy yang lebih besar tetapi lebih terarah." Alvian menjelaskan.

"Apa gak ada pengobatan lain, selain itu?" tanya Sherlyta. Cepat Alvian mengangguk.

"Ada, yaitu Kemoterapi. Itu juga sama untuk membunuh sel-sel tumor dengan menggunakan obat-obatan yang dapat diberikan dalam bentuk tablet atau bisa juga disuntikan." Jelas Alvian lagi. Sherlyta bergidik ngeri mendengar kedua pengobatan yang di sarankan Doketernya itu.

"Ada yang lain lagi gak?"

Alvian kembali mengangguk. "Tentu ada, tapi ini lebih beresiko."

"Apa?" penasaran Sherlyta.

"Operasi pengangkatan tumor. Operasi ini bertujuan mengangkat jaringan tumor sebanyak mungkin tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Tindakan ini memerlukan proses pencukuran rambut sebelum melubangi bagian yang memiliki tumor. Dan nanti akan diberikan obat-obatan untuk mengurangi pembengkakkan pada otak, mengatasi sakit kepala dan juga untuk mengurangi mual dan muntah. Untuk pemulihan itu sendiri mungkin butuh waktu sekitar satu tahun, itupun harus mengikuti program Fisioterapi. Kerana penderita tumor otak akan merasa lebih mudah lelah setelah menjalani pengobatan. Operasi juga memiliki efek samping di antaranya, kelumpuhan, pembengkakkan otak, infeksi luka operasi, pendarahan, kejang, penglihatan rusak, hilang ingatan, susah bicara, gangguan aliran darah atau stroke, dan mungkin lebih parah lagi adalah kematian."

Sherlyta semakin bergidik ngeri mendengar penjelasan Alvian tentang operasi pengangkatan penyakit yang dideritanya.

***



SherlytaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu