Chapter 20

909 57 2
                                    

Happy Reading!!!

***

Samuel sudah pulang dari rumah sakit sekitar seminggu yang lalu. Luka di wajah tampannya pun sedikit demi sedikit menghilang berkat bantuan krim yang diberikan oleh dokter yang merawatnya.

Sherlyta yang saat itu tidak bisa menjemput kepulangan sang kekasih membuat Samuel cemberut dan mogok bicara  dengan siapa pun termasuk Cesil, sang tunangan.

Hanya Samsul yang paham, karena laki-laki paruh baya itu tahu apa yang ada diantara Sherlyta dan juga Samuel. Cukup hanya dengan melihat tingkah dari anak laki-lakinya yang manja dan selalu ingin bersama Sherlyta. Dan jangan lupakan pula beberapa waktu lalu anak lelakinya itu pernah meminta untuk membatalkan pernikahannya bersama Cesil. Sudah bisa ditebak ada hubungan apa diantara keduanya, karena memang Samsul -sejak anak-anak itu berusia balita sangat dekat dengan mereka. Samsul cukup memiliki kepekaan yang baik jika berhubungan dengan anak-anaknya.

“Sam, kita berangkat ke rumah sakit sekarang ya, ini waktunya kamu untuk kontrol dan terapi berjalan.” Arini bicara dengan lembut pada anak satu-satunya itu.

“Gak deh, Ma, Samuel malas!” Jawaban yang ogah-ogahan itu membuat Arini mendekat dan duduk di tepi ranjang milik anaknya.

“Kenapa? Kamu gak mau gitu cepat sembuh? Pernikahan kamu menanti loh, Sam.” Laki-laki tampan yang kini tengah menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang itu memalingkan wajah ke arah lain saat soal pernikahan kembali menjadi alasan sang ibu untuk kesembuhannya.

Samuel tidak menghiraukan segala ocehan dan bujuk rayu sang ibu untuk ke rumah sakit, hingga akhirnya Arini menyerah dan pergi keluar dari kamar putranya dengan menghela napas berat. Samuel terus menerus mengucapkan kata maaf dalam hatinya karena telah mengabaikan perempuan yang telah melahirkannya ke dunia.

Menghela napas pelan kemudian Samuel meraih ponsel yang sebelumnya ia simpan di atas nakas samping kiri ranjang, mencoba menghubungi sang kekasih yang beberapa hari ini tak terdengar kabar bahkan kehadirannya pun tak tercium.

“Kamu dimana?” tanya Samuel saat teleponnya tersambung pada deringan kelima.

“…”

“Aku gak akan pergi Kontrol kalo bukan kamu yang antar!”

“…"

“Aku gak perduli!”

Sambungan diputus sepihak oleh Sherlyta, membuat Samuel mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Ponselnya ia lempar ke sembarang arah, memaki-maki perempuan sipit itu dalam hati. Samuel merutuki kakinya yang tak dapat digerakan. Jika saja kakinya masih normal seperti beberapa waktu lalu mungkin saat ini juga Samuel akan berlari mendatangi sang kekasih yang selalu mengatakan bahwa dirinya sedang sibuk.

***

Sherlyta yang kini tengah menyelesaikan baju pesanan milik salah satu pelanggan setianya mencak-mencak kesal setelah mendapatkan telepon dari kekasih manjanya. Dengan terpaksa ia meninggalkan pekerjaannya, meraih kunci mobil dan juga tasnya, lalu keluar dari ruang kerja, melewati Cesil yang baru saja akan masuk ke dalam ruangan yang baru saja Sherlyta tinggalkan begitu saja.

Cesil menatap kepergian sahabatnya yang terlihat jelas raut kesal pada wajah cantik itu, melangkah menuruni tangga dan menuju meja kasir dimana Gita duduk. Pandangan perempuan pendek itu tertuju ke arah pintu kaca dimana Sherlyta yang baru saja menutupnya.

“Teman lo kenapa, Git?” tanya Cesil tanpa menoleh sedikit pun pada sang teman sekaligus karyawannya.

Gita menggelengkan kepalanya. “Dia pergi gitu aja, tanpa bicara apa pun. Wajahnya kayak kesel gitu?” ucapnya sekilas melirik, dan mendapati Cesil mengangguk, menyetujui ucapannya barusan.

SherlytaWhere stories live. Discover now