16

16.5K 2K 78
                                    

Carlo mengeraskan wajahnya. Bukan karena marah, melainkan karena ia ingin mengontrol kondisi wajahnya. Jujur saja pertanyaan Clausa seolah menyentil hatinya.

Pikirannya masih tertuju pada adiknya walaupun saat ini ia tengah menghabiskan waktu bersama teman temannya dirumahnya sendiri.

Clausa ada di lantai dua namun mengapa Carlo merasa sangat jauh dengan gadis itu. Clausa seolah tak lagi dapat bergandengan tangan dengannya seperti saat duduk di taman kanak Kanak.

"Gue permisi ke atas bentar,"

Karena tak lagi sanggup menahan perasaan kecewa pada diri sendiri, Carlo beranjak naik ke lantai dua tanpa mempedulikan teman temannya. Biarlah sekali ini dia melakukan hal ini. Merelakan kebersamaan teman temannya demi Clausa.

Sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan kepercayaan dari Clausa. Namun sekeras apa Clausa menolak akan sekeras itu Carlo berusaha.

Pintu kamar Clausa diketuk pelan.

"Kalo mau minta maaf turun lagi aja, gue gak butuh," suara Clausa menyaut dari dalam.

Clausa cenayang?

Tentu tidak. Gelagat Carlo yang mudah terbaca.

"Gue mau ngomong Lau," ujar Carlo.

"Temen temen Lo ditinggal? Entar Lo Lagi yang malah ditinggal mereka, kasian Lo entar kesepian kek gue,"

Clausa masih enggan membuka pintunya. Ia berbicara sedikit berteriak dari dalam kamar.

"Lau," hanya itu yang bisa Carlo ucapkan.
Sekitar beberapa menit hening melanda keduanya.

Carlo tak tahu apa yang tengah dilakukan Clausa di dalam kamarnya. Meski demikian Carlo tetap berdiri di sana, hingga tiba tiba Larisa naik menghampiri Carlo.

"Carlo, Alan adiknya Slavia kecelakaan gue sama yang lain pengen jengguk dia, Lo ikut gak?" Tanya Larisa.

Carlo dilema.

Pikirannya bercabang. Hatinya menyuruh agar dia tetap berdiam diri di sini dan menunggu Clausa keluar kamar. Namun otaknya memaksa agar ia berpikir realistis, selama ini teman temannya sangat peduli dan selalu bersamanya, tidak mungkin ia merelakan kebersamaan mereka begitu saja.

Niat Carlo untuk memperjuangkan kepercayaan Clausa seolah meluap saat melihat Larisa dan teman lainnya yang tengah menatapnya dari lantai satu rumahnya.

Pada akhirnya Carlo mengorbankan adiknya lagi.

***

Di balik jendela kamarnya, Clausa tersenyum kecut memandangi Carlo yang menaiki motor miliknya.

Tanpa sadar air matanya menetes, jantungnya berdegup tak beraturan belum lagi tubuh gementar dan perasaan tak karuan.

Ini bukan Raya. Ini Clausa yang asli. Meski demikian tak seperti kejadian sebelumnya, kali ini Raya membiarkan Clausa mendominasi dirinya, mengambil alih tubuh aslinya dan meluapkan emosi dalam dirinya.

Kaki jenjangnya menurun satu persatu tangga. Rasanya masih tak puas saat melihat Carlo dari lantai dua. Clausa ingin benar benar meyakinkan diri bahwa kakaknya sebangsat itu. Kakaknya setidak peduli itu padanya.

Di ruang tengah, Clausa masih mengucurkan air matanya. Terdengar perbincangan beberapa manusia yang kini sibuk mengambil satu persatu kendaraan mereka dan memilih tumpangan masing masing.

Clausa kini merasa sesak di dadanya.
Carlo memang tak mempedulikannya. Rasanya Clausa ingin sekali berteriak, namun Raya mengambil tindakan menutup mulut.
Jadinya Clausa tergugu sembari menutup mulut. Rambut nya acak acakan.

fix your storyWhere stories live. Discover now