2

19.6K 2.3K 45
                                    

Tangan Clausa yang semula memegang tas, kini beralih memegang gagang pintu cokelat dihadapannya. Sedangkan tasnya ia sampirkan di bahu kanannya.
Dengan kekuatan seadanya, gadis itu membuka pintu rumah. Saat mendorong nya, Clausa menyadari bahwa ada beberapa manusia yang kini beralih menatapnya.

"Lo baru balik jam segini?" Suara Carlo langsung masuk ke dalam pendengaran Clausa.

Menatap Carlo yang sangat tampan membuat Clausa hampir lupa bahwa itu adalah kakak yang teganya tak pernah menaruh kepercayaan padanya.

"Iya, baru balik," Clausa menjawab singkat.

Ia merasa tak perlu berlaga sebagai adik yang bahagia saat diberi perhatian kakaknya karena pada dasarnya Carlo menanyakan itu hanya formalitas.

Dalam kasus yang diperbuat Clausa, Carlo selalu bertanya pada Clausa agar gadis itu menjelaskan peristiwa tersebut dari sudut pandangannya. Namun pada kenyataannya Carlo akan tetap mencari sumber lain yang menurutnya dapat dipercaya. Setelah itu secara diam-diam Carlo akan mengambil tindakan di belakang Clausa dengan meminta maaf pada korban Clausa dan seolah-olah menyatakan bawah Clausa tetap bersalah akan hal itu.

Itulah Carlo. Pria yang berstatus sebagai kakak Clausa yang di depan gadis itu selalu berlaga mendengarkan pendapat Clausa namun di belakang tidak pernah menaruh setitik kepercayaan kepada Clausa.
Hingga pada bagian terakhir pun kalau tetap tidak mempercayai Clausa walaupun menyadari bawah saat itu kalau Clausa tidak sehat mental.

"Gue ke atas," Clausa berujar demikian lalu meninggalkan ruang tamu yang tidak hanya berisi Carlo melainkan beberapa teman Carlo.

Saat menaiki satu persatu anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua kau sempat mendengar berapa ucapan dari teman-teman Karo.

"Kalau gak salah tadi gue denger dia pingsan di sekolah,"

"Iya dia pingsan abis gebukin si Slavia,"

"Adek kalo ada-ada aja deh masa Slavia yang kayak gitu di jadiin korban bully an,"

"Ntar gue nanya ke Clausa dulu gimana kejadiannya,"

Kau hanya tersenyum sinis setelah mendengar kalimat terakhir yang dikeluarkan oleh Carlo.

Bullshit.

Untuk apa mempertanyakan mengenai kejadian tersebut kepada Clausa jika ujung-ujungnya hal tersebut malah tidak dapat dipercaya oleh Carlo.

"Gue rasa lo juga harus ngerasain betapa berharganya Clausa," gadis berambut gelombang itu berujar pada dirinya sendiri dan setelah itu segera memasuki kamarnya.

Saat memasuki kamarnya, mata Clausa di manjakan dengan pernak pernik kamar nya. Berbagai macam warna dan ukuran boneka beruang begitu memanjakan matanya. Raya selalu mendambakan kamar super girly seperti ini.

"Gila, ini kamar apa tempat jualan boneka beruang sih?" Decak Clausa mengutarakan isi pikiran Raya. Ia segera menghempas tubuhnya diatas kasur putih empuk itu. Matanya terpejam sejenak sembari tersenyum tanpa arti.

"Clausa, Clausa,"

"Lo manggil gue Ray?"

Raya tersentak. Rupanya ia tertarik ke alam bawa sadarnya dan bertemu Clausa.

"Gue seneng Lo cepet banget ngerti situasi gue hehehe, bahkan soal kak Carlo pun Lo lebih cepat nyadar dibanding gue,"

Clausa  berkata demikian diikuti senyum santainya yang sebenarnya bermakna lain.

"Lo tenang aja, gue pasti bakal bikin kisah Lo gak berakhir setragis sebelumnya,"

Raya kembali bertekad.

fix your storyNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ