15

1.1K 112 13
                                    

Assalamu'alaikum, selamat pagi! YA AMPUN ASLI AKU LUPA BANGET BUAT UP😭😭😭 ANJIR NIATNYA KAN MINGGU KEMAREN-KEMAREN TAPI LUPA😭 MAAPKEUN YA😭

Anw, Aku dan segenap keluarga besar JEAN & ROMEO mengucapkan Minal Aidin Wal Faidzin teman. Maaf ya kalo aku ada kata-kata yang ga enak di hati, punya salah sengaja maupun ngga🙏🏻

Selamat merayakan juga bagi umat Kristiani atas kenaikan Yesus Kristus.

Udah telat sih, tapi ga apa-apa kan ya daripada engga sama sekali😥🙏🏻

Ok sebelum membaca mari kita menekan tombol vote terlebih dahulu😁👍🏻 Kemudian jangan lupa juga untuk mengisi kolom komentar 😁 Nah, baru lah kita membaca dengan seksama part 15 ini.

Enjoy!

***

Kali ini, Romeo langsung turun tangan melihat proyek yang ia garap bersama rekan bisnisnya. Matanya memandang para kuli bangunan yang asik dengan pekerjaan mereka. Topi proyek yang ia gunakan tak membuat sinar matahari berhenti mengarah padanya.

Lelaki itu berjalan untuk berpindah posisi. Pandangannya jatuh pada kursi plastik yang ada di dekat pohon mangga. Sepertinya, mereka belum menebang pohon mangga itu. Tapi lumayan juga untuknya berteduh di sana.

Sedang asyik memandang sekitar, matanya tak sengaja melihat sosok yang selalu menghantui pikirannya.

Kenapa dia ada di sini? heran Romeo.

Pandangan mereka bertemu saat Romeo menepuk pelan pundak perempuan itu. Ada rasa bahagia tersendiri dalam hatinya saat bisa sedekat ini lagi.

"Em– kenapa ada di sini, Je?"

Jean tersadar setelah beberapa waktu melamun. "Ah tidak. Saya hanya menunggu seseorang menjemput," jawabnya sambil tersenyum tipis.

"Oh ... begitu. Mending kamu duduk di sana." Romeo menunjuk tempatnya berteduh tadi. "Dari pada berdiri di sini. Lelah."

Jean nampak berfikir sebentar kemudian mengangguk dan berjalan lebih dulu diikuti Romeo mengekor di belakang.

"Permisi Pak, apa ada yang dibutuhkan?" Tiba-tiba Emri datang. Romeo menoleh ke arah Jean, sedang perempuan itu hanya menggeleng dan tersenyum tipis sebagai jawaban.

"Air minum," jawab Romeo sambil mengangkat dua jarinya, meminta 2 botol air minum. Emri mengangguk dan berbalik.

Keheningan terjadi antara keduanya. Romeo memperhatikan Jean yang menunduk. Dia terlihat gugup dan gelisah.

Beberapa menit berlalu, Emri datang membawakan 2 botol air minum dan menyerahkannya kepada Romeo. Romeo memberikan sebotol air minum ke arah Jean.

Jean menerimanya dengan hati-hati. "Maaf membuatmu tak nyaman, saya akan pergi. Permisi."

Jean menghela nafas gugup. Melihat Romeo telah mengambil jarak yang lumayan jauh.

Berada di dekat lelaki itu membuatnya mengingat luka lama. Memberikan rasa cemas yang tak kunjung hilang.

Tangannya membuka tutup botol meminumnya, menetralisir kecemasannya. Memberi tahu pada dirinya sendiri bahwa tidak ada lagi yang bisa menyakitinya seperti dulu. Ya, itu pesan Jovan.

Rasa cemasnya tergantikan dengan rasa kesal, sebab Tomi datang dengan tiba-tiba.

"Sayang! Kamu kok di sini?!" Melihat Adiknya tersedak, Tomi membantu sedikit sambil berkata, "Aduh, maaf."

"Iy–ya," jawab Jean.

"Ada apa, Bang?" tanya Jean selanjutnya.

"Pulang! Kalo kamu di sini, pasti Kak Gama marahin Bang Tomi," marah Tomi.

Jean terkekeh, "Masa?"

"Iya! Makanya ayo pulang."

"Haha, iya Bang. Maaf."

"Ya udah ayo. Untung aja Abang cepet ketemu kamu. Tuh Kak Gama udah neror dari tadi." Tomi merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel. Baru saja dikeluarkan, dering ponsel Tomi terdengar nyaring di indra pendengaran mereka.

Jean tertawa. "Hayo loh ..."

"Kamu jawab ini, biar dia nggak neror Abang terus." Jean mengangguk dan mengangkat telefon dari Gama.

Bola mata berwarna hitam kecoklatan itu sedari tadi menyaksikan interaksi kedua Kakak beradik yang sekarang sudah masuk ke dalam mobil di pinggir jalan. Romeo dengan gayanya—kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana berwarna navynya— berdiri di samping gentong air tak jauh dari tempat Jean berada tadi.

Sedikit lega melihat Jean yang sudah melupakan kegelisahannya. Mungkin dia tidak bisa secara cepat mendekati Jean. Karena Romeo tahu, luka itu masih tertanam dengan apik diingatan perempuan yang sekarang sedang naik daun.

Belum lagi, saudara kembarnya.

***

Sore ini Jean berjalan-jalan dengan Gama. Tadinya kelima saudaranya yang lain ingin ikut, tapi tidak dibolehkan Gama.

Jean berjalan mengitari rak-rak berisikan peralatan menggambar. Dia ingin membeli sebuah skecthbook di sini. Katanya, ada rekomendasi skecthbook yang bagus.

Kepalanya menoleh ke samping saat Gama memanggil namanya. Tak lama dia mengangguk ketika Gama meminta izin untuk berkeliling di rak-rak bagian ujung toko.

Di bagian ujung toko sendiri, di sana sudah tertata rapi meja dan kursi untuk membaca buku yang memang diperuntukkan para pembeli. Toko buku itu sendiri memiliki beberapa buku yang bisa dibaca langsung oleh pembeli tanpa membelinya.

Tapi, tidak semua. Hanya cerita-cerita fiksi juga non fiksi yang sudah lama terbit beberapa tahun yang lalu atau memang sudah tidak laris di jual.

Pilihannya jatuh pada sebuah buku yang berdiri sendiri diantara para tumpukan skecthbook lainnya. Jean segera mengambil buku itu. Tanpa ia sadari, ada tangan lainnya menumpuk di atas tangannya.

Jean menoleh kemudian terpaku. Keduanya masih sama-sama diam. Hingga Romeo, lelaki itu tersadar dan memutuskan pandangan mereka juga menarik tangannya.

"Sorry," ucapnya agak gugup.

Jean menunduk sesekali melirik skecthbook incaran mereka. Romeo menatap skecthbook yang akan ia beli untuk Alice—Kakaknya. Katanya, Alice sangat butuh benda itu.

"Ambil aja," celetuk Romeo. Biarkan saja Alice tidak mendapatkan benda itu dan berujung mengomelinya. Dia yakin, di sini Jean yang sangat butuh.

***
TBC

Gimana part ini?

Maaf ya kalo kurang (个_个)

Btw mood nulisku menurun banget:( Terus sekarang mulai agak sibuk juga, jadi maaf ya kalo slow update😥🙏🏻

Semangat ya buat kalian! Have a nice day guys </3

ROMEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang