10

1.7K 119 5
                                    

Hai! Pada nungguin ROMEO ga? iya ga iya harus iya, hahaha.

Anyway, jangan lupa baca a/n (Author Note) dibawah ya!

Ok, happy reading!
***

Beberapa hari ini, hidupnya di penuhi rasa bersalah. Walau benar, dia sudah menyelamatkan Jean dari bahaya.

Gio jengah melihat sahabat lelakinya itu yang selalu duduk termenung di depan pintu kost. Sudah beberapa kali ia menegur, dan memberi tahu bahwa terlalu merenungkan kesalahan itu tidak baik.

"Ck, lo tuh harus dibilangin berapa kali, sih?! Samperin sana daripada kaya gini," omel Gio. Romeo hanya membalas dengan deheman membuat Gio menjitak dahi sahabatnya itu.

"Gila ya lo!"

"Lo tuh yang gila!"

"Nyenyenye." Romeo menjawab dengan bibir bagian bawahnya yang dimajukan dan ditarik melengkung ke bawah.

***

Tangannya dengan pelan-pelan mengobati beberapa luka yang terlihat di wajah tampannya ini. Sesekali dia meringis sebab salep bewarna merah kecoklatan itu menubruk perih lukanya.

Tadi, waktu jam istirahat kedua berlangsung, Romeo ditarik paksa seorang siswa yang masih sama dengan waktu itu menariknya ke dalam gudang belakang sekolah.

Di beri pukulan, tendangan, dan makian dari lelaki yang memiliki marga Frankiston di belakang namanya. Siapa lagi jika bukan Jovan.

Untungnya, ada kedua sahabat lelaki itu yang menghentikan aksi brutalnya. Membuat Romeo bisa bernafas lega.

Di ruang UKS ini, Romeo teringat kejadian beberapa bulan yang lalu. Di ruang yang sama, tetapi di sekolah yang berbeda.

"Heh, mau ngapain lo?!"

Siswi dengan rambut sebatas pinggang itu membuka matanya, dan menatap heran ke arahnya.

"Apanya, sih?"

Romeo masih berbaring dengan posisi miring, tetapi matanya sudah terbuka lebar.

"Ya lo lah, ngapain lo kaya gitu? Pejem-pejem mata kayak nahan boker aja."

"Kalo ngomong nggak difilter dulu!" kesalnya sambil memukul lengan Romeo.

Gadis itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, kesal. Namun di matanya, gadis itu terlihat lucu dengan wajah kesalnya.

"Makanya, kalo mau ngeden atau berak jangan di sini," godanya sambil terkekeh menatap wajah lucu itu.

"Enak aja, aku nggak pingin berak tahu!"

"Terus tadi ngapain?" tanya Romeo dengan wajah polosnya.

Terdengar helaan nafas dari gadis itu, membuat Romeo terkekeh pelan. "Tadi abis minum obat, terus ya dah duduk bentar sambil pejem mata." Romeo hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O' dan menganggukkan kepalanya paham.

"Dasar nyebelin," gumamnya.

Romeo merubah posisinya menjadi duduk.

"Apanya yang nyebelin?" godanya menatap gadis itu sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Ctakk

Setelah menyentil jidat Romeo, gadis itu beranjak keluar dari ruang UKS.

"HEH! KURANG AJAR LO YA, JULI?!" teriaknya ragu dengan nama yang ia ucapkan. Pasalnya, dia lupa siapa nama siswi itu.

Gadis itu kembali masuk ke ruang UKS dengan tergopoh-gopoh, lalu memukul keras lengan siswa itu.

Plakk

"Aww," ringisnya.

"Enak aja Juli, Juli! Namaku tuh Jean, J.E.A.N," terang Jean dengan mengeja namanya sendiri.

Romeo mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh ... Jean? Gue kira Juli," pahamnya seraya menggaruk rambutnya yang tak gatal karena salah menyebut nama orang.

"Dasar cowok nyebelin!" kesalnya sekali lagi dan langsung berjalan cepat keluar ruang UKS dengan perasaan dongkol.

"WOY!! NAMA GUE ROMEO TAU! BUKAN COWOK NYEBELIN!" teriak Romeo sekali lagi.

Siang itu, sebelum Jean datang, Romeo memang rebahan di salah satu brankar UKS. Mungkin di mata Jean, Romeo terlihat tidur. Akan tetapi, Romeo hanya menutup matanya saja.

Romeo tahu, waktu itu ada yang datang. Namun Romeo tak tahu jika yang datang adalah gadis pemarah itu.

Lelaki itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli mengingat kejadian itu. Beberapa saat kemudian, senyum geli itu tergantikan dengan senyum sedih. Teringat dengan apa yang sekarang di alami gadis itu.

***

Langkahnya terhenti dengan kaki yang seakan membeku tak ingin berjalan lagi, dunianya juga ikut terhenti. Matanya menatap kosong apa yang ada di depannya.

Bibir itu tersenyum haru di depannya sambil menutup mulutnya yang menganga tak percaya.

"I miss you so bad."

Mulutnya seperti ada perekat, membuatnya tak bisa menjawab satu kata pun. Dia berlari dan memeluknya.

Genangan air mata sudah terlihat jelas di kedua mata itu. Siapa yang sedang memotong bawang di sini?

"Romeo, hey, that is you?" Bola matanya beralih pada sosok yang sedang mengguncang tubuhnya; membolak-balikkan tubuhnya; melihatnya dari atas sampai bawah.

"Romeo?" Kedua pipinya di tepuk pelan. Romeo tetap diam.

"Mom ..." Satu sosok lagi muncul. Menurunkan kedua tangan itu dari pipinya. Kemudian menatapnya sebal. "Hey Boy, don't know your Mother and Sister? Oh come on, don't pretend to forget us."

"How are you?" Romeo bertanya dengan lirih.

"Don't be stupid!"

"Stop! Romeo, are you sure, you don't know us?"

"Yeah."

Bisa dilihat, wanita itu menangis seraya menjauhkan tangannya dari bahu Romeo. Beberapa detik selanjutnya, dia tersadar dari kebodohannya bahwa, kedua sosok yang ada di depannya adalah orang yang dari dulu ia rindukan. Terlepas dari empat tahun mereka berpisah. Dan juga, kebohongan yang diciptakan oleh Louis— Papanya.

***
TBC

Jadi, aku mau hiatus dulu ya. Bentar lagi aku ada ujian kejuruan, nah aku mau belajar buat nyiapin itu.

Sampai kapan hiatusnya? Aku belum bisa tentuin sih, mungkin agak lama. Maaf banget.

Makasih ya buat kalian yang setia nungguin Romeo! Yang selalu support aku juga! Makasih banyak!

ROMEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang