08

1.2K 84 2
                                    

Dua hari belakangan ini, pikirannya menjadi tak karu-karuan. Setelah waktu itu dia melakukan hal yang fatal, yang mungkin bisa menyebabkan dirinya di benci oleh gadis pemarah itu.

Romeo tak bisa membayangkan jika benar gadis itu membencinya. Dia tak mau. Karena hanya gadis itu yang bisa membuat hari-harinya penuh semangat.

Beberapa kali tidurnya tak nyenyak, hingga dia tak sadar ada yang mengawasinya.

***

Bugh

"Di mana?!" Bersuara dengan nada dinginnya sambil mencengkram kerah kemeja yang sudah dipenuhi peluh keringat.

Bugh

Lagi, dia memukulnya saat tak mendapat jawaban.

"JAWAB GUE, ROMEO!"

Romeo, siswa yang dihajar Jovan di gudang belakang sekolah. Setelah acara kejar-kejaran, Jovan berhasil menggeret Romeo ke sini.

Romeo meludah. "Gue nggak tahu." Bohong jika dia tidak tahu keberadaan Jean. Gue berengsek banget, Jo.

Bugh

"Sebelum dia ke sini, lo, 'kan, orang terakhir yang ngobrol sama dia."

"Tapi bukan gue!" bantahnya dengan nada ragu.

Kenapa mulutnya berbohong lagi?

Bugh

"Gue gak percaya." Yah, benar, lo jangan percaya sama gue.

Bugh

Romeo meludah ke samping saat tubuhnya dihempaskan begitu saja oleh Jovan. Rasa anyir memenuhi rongga mulutnya.

***

Sedikit demi sedikit kelopak matanya terbuka, matanya menyesuaikan pencahayaan yang ada. Rasa pusing langsung menyerbunya, bahkan kepalanya terasa seperti ditusuk ribuan jarum. Badannya remuk, sesaat dia menyadari sedang duduk terikat di salah satu kursi yang ada di sini.

Ternyata sudah semalaman dia terkurung di gudang belakang sekolah. Masih dengan pakaian sekolah, tapi tidak dengan keadaannya.

"Argh," erangnya.

"Sakit ..."

Matanya mencoba terpejam dan menghalau rasa sakit yang dia alami. Benar, Jovan benar-benar tak melepaskannya.

Kepalanya menunduk, mencoba meresapi semua kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini. Atau mungkin, sejak dulu.

Sekelebat ingatan dari percakapan antar penjaga di rumah tua itu, Romeo mengangkat kepalanya secara reflek. Sial, harusnya kemarin dia memberitahu Jovan.

Romeo terus berusaha agar bisa lepas dari tali yang mengikatnya. Matanya melirik kanan dan kiri mencoba mencari benda tajam.

***

Romeo menggelengkan kepalanya, rasa sakit itu masih terus menghujamnya.

"Argh," erangnya seraya memegangi kepalanya.

Setelah satu jam lamanya mencoba, akhirnya Romeo berhasil lepas dari jeratan tali itu. Sekarang, Romeo berjalan mencari kendaraan yang bisa dipakainya menuju suatu tempat.

"Goblok!" Romeo mengumpat sambil mengambil handphone dari saku celananya.

"Cepet ke sini!" Setelah mengirim lokasinya, Romeo membungkuk. Kedua tangannya menumpu pada kedua lututnya.

"Astaga Rom!" kaget Gio.

"Bacot, anterin gue!"

"Lo kenapa anjing!"

ROMEOWhere stories live. Discover now