Perahu Kayu

48 7 0
                                    

Aku ingin hidup sederhana, mendayung perahu kayu sambil menggenggam erat tanganmu.
___

Good evening, Zu! What's up? Gimana hari ini? Kamu masih hobi tertawa, kan? Sejujurnya aku menulis ini karena tiba-tiba terbayang wajahmu. I miss you, Zu! -Ilyas

Zulaikha yang tengah menyesap minuman saffron tersedak seketika ketika membaca nama Ilyas tertera di akhir kalimat email singkat yang tertera di layar laptop. Sigap ia meletakkan cangkir minuman lalu mengetik balasan.

I am good. How bout you? Anyway bulan depan aku wisuda lho, kapan rencana balik London? Aku ga rindu kamu, tapi kehadiranmu di perayaan wisuda sih boleh juga.

Kalimat itulah yang akhirnya ia kirim sebagai balasan setelah berulang kali mengetik lalu menghapus. Ketik satu kata, hapus lagi, mengetik lagi, dihapus lagi.

Same here, Dear! :)
Ah, really? Congratulation! My brave, genius girl. Aku ga ada rencana balik London Zu. Ternyata urusanku disini cukup banyak. Dan sejujurnya aku mau bilang tentang ini. Jangan pernah nunggu aku balik ya. Bisnis kita udah aku anggap jadi milikmu. Good luck Zu, semoga Tuhan mempertemukan kita lagi nanti.

Mata Zulaikha tiba-tiba berkaca-kaca, ia membiarkan kursor di layar berkedip-kedip cukup lama, tangannya terasa berat untuk mengetik balasan. Ia hanya mengeklik simbol close, membenamkan kepala di atas meja.

"Kenapa setiap ada pertemuan selalu didampingi dengan perpisahan. Allah, berapa harga tali pertemanan di dunia ini? Bolehkah aku membelinya dengan mimpi setinggi langit yang aku punya?" Zulaikha memberontak dalam hati.
***

"Assalamu'alaykum!" Suara lembut Zahra mengagetkan Ahmad yang tengah fokus dengan layar ponsel di bangku taman pondok Ar Rayyan.

"Wa'alaykumussalam!" Jawabnya sambil memasukkan ponsel ke saku kemeja.

"Lagi ngapain?" Zahra mengikut duduk di bangku.

"Oh ga papa, ngadem aja. Kamu ngapain?"

"Ndak, aku lagi nungguin Mba Najwa. Dia bilang mau main ke rumah."

Ahmad mengangguk-anggukkan kepala.

"Eh, sampeyan udah mulai kerja, kan?" Zahra membuka topik pembicaraan.

"Iya. Udah seminggu ini."

"Wah, boleh dong nanti gajian ditraktir."

"Boleh!" Ahmad memasang senyum.

"Zahra!" Suara keras Najwa yang tiba-tiba tengah berdiri di belakang bangku membuat Zahra dan Ahmad menoleh bersamaan. "Ngomong apa sih, ndak baik minta-minta begitu."

"Ih, Mba Najwa. Mas Ahmad juga tau kalau aku cuma becanda." Ketus Zahra bersamaan dengan Ahmad yang berdiri, membungkuk menghormati kedatangan Najwa.

"Ga papa Ustadzah, berbagi rizqi kan baik. Lagi pula Zahra satu-satunya yang nemenin saya dari nol."

Kalimat Ahmad membuat pipi Zahra merah merona.

Setelah beberapa obrolan basa basi singkat, Najwa segera menggandeng tangan Zahra. Memakasa Zahra mengikuti langkahnya.

"Ayok pulang! Sebelum Ustadz Wira sampai rumah, kamu harus udah ada di rumah."

Yusuf & ZulaikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang