Musim Semi Dalam Hati

61 9 0
                                    

Kata orang, menunggu itu membosankan, tapi tidak bagiku.
Menunggu adalah bentuk dari kesetiaan, kesabaran.
Dan Rabb berkata, "Berilah kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar!"
---

Adam dan Zulaikha berjalan beriringan dari area kampus menuju tempat terpakirnya sepeda-sepeda goes yang bebas digunakan untuk umum selama mereka memiliki kartu elektronik untuk mengoperasikannya.

"Aku ndak setuju sama sekali kalau Yusuf menyebutmu perempuan manja. Karena yang aku lihat, sampeyan ini luar biasa sekali. Hidup di kota seluas ini, sendiri."

"Mas Adam ini seperti ndak tau Mas Yusuf aja. Dia bilang begitu cuma untuk memotivasi Zulaikha biar ndak bergantung sama Mbah Kung." Zulaikha menggesekkan e-card ke mesin yang tersedia kemudian memilih sepeda untuknya. Adam melakukan hal yang sama.

"Memang apa cita-citamu, Kha?"

"Belum tau."

"Lho?"

Zulaikha menaiki sepeda, menggoes pelan menyelaraskan dengan posisi Adam.

"Kadang-kadang aku pengen jadi Ustadzah seperti Mba Najwa, kadang-kadang pengen jadi pebisnis seperti ayah, kadang-kadang juga kalau mulai bosen dan otaknya mentok, pengen menikah aja. Haha"

Adam menggeleng-gelengkan kepala, "ndak masalah kok Kha. Orang-orang yang sering sampeyan lihat tiap hari memakai jas lengkap dengan dasi, atau seniman-seniman yang berseliweran di tv, belum tentu juga mereka sudah menemukan apa yang sebenarnya mereka inginkan dalam hidup."

"Ya sampai pada akhirnya, keinginan Zulaikha cuma satu sih. Bertemu ayah bunda di surga."

Adam terdiam, memfokuskan pandangan ke arah jalan yang lengang. Hanya beberapa sepeda lain di depan mereka dan kadang-kadang satu dua sepeda mendahului. Mereka tetap santai beriringan.

"Eh lihat, Mas. Disana ada penjual jus favouriteku. Sampeyan mau?"

Adam berhenti menggoes, menahan sepeda dengan kedua kaki, Zulaikha mengikuti. "Mau balapan ndak? Yang sampai sana lebih dulu, berhak ditraktir jus sama roti."

"Apa sampeyan ndak tau kalau Zulaikha itu si penyuka tantangan?" Zulaikha bertolak pinggang.

"Aku ndak pernah percaya apapun sebelum ada bukti nyata."

Zulaikha mengernyitkan dahi menatap Adam yang tengah menyipit melawan sinar matahari yang mulai redup. Tanpa menimpali kalimat Adam, ia langsung menggoes sepda secepat mungkin.

"Hei, curang!" Teriak Adam sambil mulai mengendarai sepeda, mengejar Zulaikha yang sudah mendahului.

"Kan ladies first!" Zulaikha berbicara setengah berteriak melawan suara angin. Kemudian terus menggoes sepeda sambil terus memasang senyum lebar.

Adam mengabaikan jalan, ia menatap mata Zulaikha yang menyipit dengan kerudung yang berkibar tertiup angin, seolah memperindah senyum manis di wajahnya. Membawa rasa sejuk yang menyentuh tepat di hati, mirip angin di musim semi.

Assalamu'alaykum Zulaikha. Sampeyan tau ndak aku ini siapa? Ndak usah aku ceritakan lah ya. Biar suatu hari nanti sampeyan akhirnya paham, kalau bertemu langsung itu beda dengan sekedar melihat atau mendengar cerita orang.

"Menang!" Zulaikha mengerem sepeda membuat Adam sedikit kaget kemudian memutar pandangan ke segala arah.

Mereka kemudian memarkirkan sepeda di tempat yang sudah disedikan, lalu berjalan mendekat ke  tempat penjual jus yang ditunjuk Zulaikha.

"It's okay! Place your order!" Adam mempersilakan, Zulaikha malah tertawa dibuatnya.

"Ndak usah sok bule!" Ledek Zulaikha.

Yusuf & ZulaikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang