Hidup Kembali

88 8 0
                                    

Waktu akan selalu enggan memaklumi kesedihanmu
Ia akan terus berjalan
Tak peduli meski dirimu sedang hancur berkeping-keping, berantakan
---

Musim hujan kembali menemui hujan pada tahun-tahun berikutnya. Bunga yang layu, daun kering yang gugur telah berganti dengan yang baru, tanah tandus kembali subur, langit biru terang kadang mulai beralih menjadi gumpalan-gumpalan awan hitam.

Tahun telah berganti, hari-hari terlalui, beberapa keadaan berubah namun tidak dengan rasa rindu. Rindu kepada sesuatu yang pernah ada, rindu kepada hal-hal yang telah pergi, rindu akan sosok tercinta yang telah lama berpulang. Ya, begitulah kehidupan baru yang tersaji di salah satu titik di Kota Semarang. Dunia memang demikian, sepahit apapun kehilangan, hidup harus tetap diteruskan.

Pukul 02.00 dini hari ketika Wira terbangun dari tidurnya kemudian meneguk segelas air mineral yang sudah tersaji di meja kecil dekat kasur. Tanpa berlama-lama, ia segera mengambil wudhu, menggelar sajadah kemudian melaksanakan sholat tahajud.

Suasana yang hening berpadu dengan lampu kamar yang remang, ia tertunduk dalam sambil menggenggam tasbih erat-erat.

"Ya Allah, hamba mengadukan segenap kerinduan ini kepadaMu, karena hanya Engkau lah satu-satunya yang berhak. Beberapa orang terkasihku kini tengah bersamaMu, maka sampaikan salamku." Kalimat lirihnya ia tutup dengan tetesan air mata yang jatuh begitu saja. Namun tak berlangsung lama, ia lebih memilih segera beranjak meraih Al-Qur'an lalu membaca dan memahami isinya.

Waktu bergulir cepat, jam besar di dinding sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi ketika Wira telah menyelesaikan beberapa halaman. Ia mengusap wajah kemudian beranjak, berjalan pelan ke arah tempat tidur.

"Eh, jam berapa ini?" Salma yang kaget karena telapak tangan dingin Wira yang menyentuh pipinya, langsung membuka mata.

"Jam enam!"

"Astaghfirullah!" Salma yang panik langsung beranjak menyibak selimut lalu berlari menuju kamar mandi. Wira terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Tanpa menunggu Salma, Wira langsung berjalan keluar kamar berpapasan dengan Bu Marni yang tengah melintas hendak menuju dapur.

"Udah bangun to?"

"Udah, Bu." Balas Wira sambil mencium punggung tangan Bu Marni.

"Mau ke masjid?"

"Iya Bu, subuhan."

"Masjid Agung?"

"Iya lah, Bu. Jadwal Wira hari ini ngisi di sana."

"Ya udah, kamu siap-siap. Ibu mau ke dapur ambil minum."

Wira mengangguk sambil mengikut langkah Bu Marni kemudian kembali menuju kamar dengan segelas susu. Wira juga tertawa kecil melihat Salma terlihat terburu-buru merapihkan peralatan sholat.

"Kamu abis sholat apa?" Sambil mendekat ke arah Salma.

"Subuh. Masih boleh kan? Kata sampeyan kalau kita lalai atau ketiduran bisa dikerjakan pas kita ingat. Iya kan?" Salma bersungguh-sungguh namun sedikit cemas.

"Tapi masalahnya, ini bahkan belum adzan subuh. Haha!" Wira tersenyum lebar. Salma menelik jam dinding besar yang belum sempat ia lihat sebelumnya, dan ekspresinya langsung berubah ketika ternyata masih jam 03.20 pagi.

"Ustaaadz!" Ia memukul lengan Wira kesal.

"Eh, stop stop!" Wira meraih tangan Salma, menuntunnya duduk di sofa.

"Kenapa jahat banget?"

"Suka aja. Nih minum!" Menyodorkan segelas susu.

"Bikinin buat aku?" Salma tersipu.

Yusuf & ZulaikhaWhere stories live. Discover now