20. TENTANG SEBUAH LUKA

Start from the beginning
                                    

"Tapi bener apa yang Zaldi bilang, kalau dilihat-lihat dari sudut mana aja, adik lo itu sempurna Ga, kaya duplikatnya Aretta. Kalau gak berurusan sama keluarga Bratadirkasa, maju paling depan gue berjuang buat adik lo," ujar Aldan. Aldan pernah sekali bertemu dengan Jingga saat berkunjung di rumah Langit, waktu itu Bintang, Jingga dan beberapa teman kelasnya sedang belajar kelompok. Aldan dibuat terkesima dengan kecantikan yang dimiliki Jingga.

"Jangan adik gue Bang! Udah paling bener dia sama Bintang," balas Lingga. "Coba aja lo ketemu kakak gue Bang, respon lo bakal melebihi ini," sambungnya.

"Jangan dikeluarin sekarang, Ga! Ntar aja di akhir-akhir, kalau stok cewek cantik dikeluarin semua sekarang ntar di akhir cuma ada sisa, 'kan gak seru," cadaan dari Adeni.

"Boleh gak sih kita penasaran sama kakak lo? Jujur aja dari awal gue penasaran banget. Sejak kapan kakak lo per—" ucap Ravin terpotong karena Aldan menginjak kakinya.

Aldan memberikan isyarat pada Ravin untuk berhenti menanyakan tentang kakak Lingga, sebab Langit sudah memperingatkan mereka. Ravin paham dengan tatapan yang diisyaratkan Aldan, ia bangkit dari kursinya.

"Lo mau tanya apa tadi, Bang?" tanya Lingga.

"Lupakan! Tuh makanannya udah datang." Ravin mengalihakn pembicaraan, untung saja Dirga dan Abimanyu datang di waktu yang tepat.

"Bukannya lo udah balik, Ga?" tanya Dirga.

"Iya Bang, gue ke sini lagi habisnya gak tau mau ngapain di rumah," balas Lingga.

"Bantu bagiin ini ke anggota yang lain," ujar Dirga pada mereka sambil mengangkat kardus-kardus yang berisi makanan. Dirga dan Abimanyu membeli makanan dengan jumlah yang sangat banyak, jika ditanya bisa untuk makan berapa orang, jawabannya mungkin satu sampai dua desa.

"Buset, lo beli makanan atau mau buka restoran, Dir?" Ravin tak habis pikir dengan temannya satu ini, tak ada bedanya dengan ketua mereka.

"Biasanya orang mati karena kelaparan, kalau gini ceritanya gue bisa mati karena kekenyangan," ucap Adeni ia masih terkejut dengan jumlah makanan yang Dirga dan Abimanyu beli.

"Semua ini kalian berdua yang bayar?" tanya Aldan.

"Bang Dirga doang, gue gak dikasih izin bantu bayar," balas Abimanyu.

"Per anak berapa?" tanya Aldan.

"Gak usah, ini gue yang beli buat
kalian," ujar Dirga.

"Lo gak salah Dir? Jangan gitu lah, gue tau ini semua kalau ditotal jutaan kali. Apalagi gak satu-dua orang yang lo kasih makan, hampir semua anggota ini. Jangan gila lo!" Ravin memegang kepalanya yang nyaris pecah karena mencoba menghitung semua jumlah makanan yang di beli Dirga.

"Uang kas ada, kenapa gak lo pakai? Lo beli juga kenapa sebanyak ini, siapa yang mau ngabisin dalam satu malam?" Aldan kali ini sangat membutuhkan bantuan Langit untuk menyadarkan sahabatnya yang satu ini tapi sayangnya Langit tak bersamanya.

"Ada tuh," sahut Dirga sambil menunjuk Bayu yang masih terlelap tidur, "Ntar kalau dia bangun yang dicari juga pasti makanan baru kita. Udah lama gue gak buang-buang uang dari bokap, daripada gue gunain untuk mabuk lebih baik buat berbagai sama kalian," sambungnya.

"Kalau kita mainnya buang-buang air, kalau Bang Dirga beda mainnya buang-buang uang," ujar Zaldi lalu
tertawa, memecahkan suasana.

"Anak sultan mah bebas!" ujar Nathan.

"Angkat aku jadi adikmu, Bang!" goda Elvino.

"Udah, ntar lagi bahasnya. Angkat kardusnya bagiin ke yang lain dan bangunin Bayu juga," ujar Dirga.

Langit Sebastian BratadirkasaWhere stories live. Discover now