19. Kejutan Semesta

Start from the beginning
                                    

“Cel! Woi gila anjir! Itu- itu anak IPS 3 kan! Mampus lo bangsat! Anjir!”

“Anjirr oii gila gilaa!

“Meleleh gue anjirr yatuhan!”

Kiranya seperti itulah celotehan teman-temannya yang terdengar di telinga Arcelia. Dengar-dengar, kelas IPS 3 adalah kelasnya anak-anak basket yang jadi most wanted sekolah. Tapi Arcelia tidak peduli juga sih, yang dia tau Gita adalah anggota kelas itu. Yang artinya ada orang yang mennyebalkan ada di sana.

Tapi sudahlah, terserah. Itu sama sekali tidak penting baginya.

Saat sedang hening-heningnya mendengarkan Pak Damar, seluruh manusia di lapangan itu tertoleh fokusnya pada sosok yang datang setengah berlari, berkeringat, dengan tas kecil yang sudah barang tidak ada isinya kecuali buku satu lembar.

“Pak! Maaf –“ cowok itu mengatur napas, “Saya terlambat.”

Pak Damar langsung menyahut dengan suara beratnya, “JUNA!” Arcelia spontan mengarahkan kepala dan menemukan Juna di sana. “KAMU INI! BISA TIDAK SEHARI SAJA DATANG AWAL!”

“Bisa Pak! Kemarin saya datang awal, mau nyontek PR soal- EH!” Pinggang cowok itu kebagian jatah sebatan rotan Pak Damar, “PUSH UP DUA-TIGA PULUH!”

“Yang bener dong, Pak. Dua puluh apa tiga puluh?”

“TIGA PULUH!”

“Yah pak banyak banget! dua puluh aja lah ya!”

“YAUDAH DUA LIMA!”

“Dua puluh lah, Pak!”

Bapak itu akhirnya sadar sedang dikerjai siswanya, dia menghardik galak, “Kok kamu nawar! Mau saya tambah lagi?!”

“IYA IYA PAK!”

Arcelia terkekeh kecil menonton aksi laki-laki itu.

“Heran gue sama Juna, nggak kapok-kapok tiap hari dihukum. Adaa aja ulahnya. Bener banget emang gue julukin titisan jenglot.”

Masuk ke sesi lari, Arcelia tetap saja bersikeras untuk ikut. Dilihatnya muka merah Juna yang sekarang sedang diceramahi Pak Damar. Tentu saja Juna tidak akan serius mendengarkan kultu itu. Tadi saat Arcelia melintas, lelaki itu memberikan senyuman jenakanya. Membuat Pak Damar perlu menyabetkan gulungan koroannya ke pinggang lelaki itu. Dasar memang tengil.

Arcelia mengatur nafas, dua putaran lagi selesai. Setidaknya dia cukup yakin untuk tidak pingsan sampai sesi lari selesai. Diusapnya keringat yang semakin membanjir, sesaat kemudian terkaget dengan wangi maskulin didekatnya, ditambah sinar matahari yang sontak meredup terhalang menyentuh kulitnya.

Arcelia pelan-pelan menoleh ke sisi kirinya, menghentikan nafas ketika pandangnya segaris pada lengan atletis seseorang. Ia mendongakkan kepala, menemukan seorang manusia yang membuatnya menelan saliva.

“Biasa aja latinnya. Nanti lo jatoh lagi.”

Arcelia lantas membuang muka. Enak saja! Geer! “Ngapain lo di sini?”

Rama mengembuskan nafas tipis yang mampu membuat bulu kuduk Arcelia terangkat. “Ngapain? Ya lari lah. Nggak boleh?”

“Nggak!”

“Yaudah bilang sama Pak Damar kalo gitu.”

Arcelia menarik napasnya dalam-dalam, memilih mengalah untuk beradu mulut dengan cowok itu lagi.

Tikungan terakhir, cowok itu masih saja berlari di sampingnya. Jangan ditanya betapa risih rasanya. Arcelia mengambil langkah lebar, cukup percaya akan ‘lepas’ dari cowok itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 08, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EPIPHANYWhere stories live. Discover now