"Baik nyonya."

Aruna ingin protes. Namun Devina langsung mendorong nya untuk masuk mobil. Memberi pesan kepada Pak supir agar cepat sampai sekolah.

• • •

SMA Praharja mulai ricuh. Masing-masing ketua kelas mengatur barisan upacara. Hampir seluruh siswi  dilapangan membicarakan anggota Blacklist yang berdiri gagah dalam satu barisan. Ada saja kegiatan mereka membuat para siswi menjerit. Arjuna yang membenarkan tatanan rambut. Riki membenarkan letak dasi sambil menggerakan leher dengan gaya irotis depan mata para penggemar. Riko membuka kancing atas akibat sinar matahari pagi yang sangat menyengat. 

Ah rasanya seperti di surga. Melihat barisan para pangeran dengan kegantengan tingkat Dewa.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Ketua Blacklist berjalan menuju lapangan. Kedua tangan di masukan dalam saku celana abu-abu. Hal sederhana yang membuat perempuan mana pun tak mampu berkedip.

Rahang kokoh. Hidung mancung. Rambut hitam pekat terkena paparan sinar matahari menambah kegantengan seorang Arkana Blaster Wielboard. Pada akhirnya keheningan tersebut dipecahkan oleh suara mic dari Pak Yanto. Tanda upacara segera dimulai.

30 menit berjalan. Upacara hampir selesai. Tetapi ada satu gadis yang diseret oleh guru BK menuju barisan siswa siswi terlambat. Pandangan Arkana teralihkan. Cukup lama ia memandangi gadis tersebut. Hingga keduanya saling pandang. Arkana tersentak. Ternyata gadis tersebut adalah Aruna. Gadis yang mengusik ketenganan nya tadi pagi.

Aruna menunjukan kilatan amarah dibola mata saat menatap Arkana. Ingin rasanya ia membakar laki-laki itu hidup-hidup. Sumpah serapah keluar daru mulut Aruna. Arkana tak mengerti. Sehingga ia memutuskan pandangan dan kembali melanjutkan Upacara.

• • •

Upacara selesai. Semua barisan dibubarkan. Terkecuali barisan siswa siswi terlambat hadir. Tidak biasanya. Kali ini banyak murid memilih untuk tetap berada dipinggir lapangan untuk menyaksikan Aruna dihukum. Namun kebanyakan murid laki-laki. Hukuman yang selalu diberikan oleh Pak Bambang yaitu lari keliling lapangan 50 kali.

Biasanya Blacklist tidak peduli akan hal itu. Tetapi berhubung hari ini Aruna yang dihukum. Mereka rela tidak masuk kelas. Asalkan melihat Aruna lari dibawah sinar matahari. Rasanya, ah mantab.

"Oh. Ternyata ada raja yang sedang memandangi ratu nih," celetuk Daniel kepada Arkana.

"Kalo gue jadi cowonya. Gue bakalan temenin sih," lanjut Riki.

"Gue mah langsung ganti'in posisi nya brayy!" sambung Arjuna.

"Eh baju aruna nyeplak banget anjirr. Salah fokus gue." Riko berucap tanpa mempedulikan sekitar. Dan tetap fokus pada Aruna.

"Woy mana bulet gede lagi."

"Gila keringet nyaaaa. Leher nyaa Masya Allah."

"Woy setan liat beginian jangan bawa-bawa nama Tuhan lo." Rian menjitak kepala Bagas.

"Hehe. Khilaf yan."

Arkana tersadar. Ternyata ia sedang disindir oleh teman-teman nya. Segera ia menjauh dari lapangan. Dan berjalan menuju kelas. Meninggalkan para iblis yang sedang tertawa.

"Bangsat." Arkana mengumpat dalam hati. Entah umpatan itu tertuju pada siapa. Tidak ada yang tahu.

• • •

Hahhh ~

Helaan nafas terdengar sangat berat. Aruna sedang berada dibelakang sekolah. Meminta izin kepada temannya untuk beristirahat sejenak. Sebelum mengikuti pelajaran selanjutnya.

"Sial. Ini semua gara gara Arkana,"

"Anjing panas banget."

Aruna melirik bajunya. "Yah basah."

Akibat cuaca sangat panas. Aruna membuka 2 kancing seragam teratas.
Ia pikir tidak akan ada yang lewat. Hanya saja siswa yang mempunyai keberanian, seperti diri nya.

Sedang menikmati angin sepoy-sepoy di bawah pohon rindang. Suara derap langkah seseorang mengusik ketenangan. Ingin rasa nya ia membuka mata. Namun berat. Ia pikir hanya bunyi ranting berjatuhan. Namun tak disangka. Seseorang duduk tepat disebelah-nya. Terpaksa ia membuka mata dan mendapatin Arkana sedang duduk.

Laki-laki itu langsung mengeluarkan rokok. Lalu menyalakan dan menghirup dalam-dalam. Lalu mengembus pelan hingga menerpa kulit wajah Aruna.

"Ngapain lo disini," sentak Aruna tak santai. Sembari mengibas ngibas leher. Bahkan ia tak peduli jika Arkana melihat bagian yang sengaja dibuka.

Arkana masih memandangi pohon didepan kursi yang ia duduki bersama Aruna.

"Woy monyet. Lo ngapain disini?"

Masih tak ada jawaban.

"WOY." Aruna menyentak tangan Arkana. Hingga rokok tersebut jatuh kebawah tanah.

Dan berhasil.

"Apa." balas Arkana.

"Ikutin gue ya lo?"

"Enggak."

"Kok lo tahu gue disini?" Atau jangan-jangan lo mau bales dendam waktu itu?" pikiran Aruna kembali pada saat ia mengerjai Arkana dikamar.

"Ini emang tempat gue."

"Oo," Aruna mengangguk.

"Yaudah. Kalo gitu gue yang cabut." Aruna membereskan barang-barang bawa'an. Baru ingin melangkah. Aruna tersentak mendengar kalimat Arkana.

"Susu lo keliatan," Arkana berucap santai. Terbesit rasa aneh dalam hati melihat gadis itu membiarkan seragam nya terbuka.

Aruna tersenyum simpul. Ia pikir Arkana mulai peduli dengan diri nya. Tanpa aba-aba Aruna duduk mengangkang diatas pangkuan dan mengalungkan kedua tangan di leher Arkana.

"Yaudah. Kancingin dong sayang."

Arkana kaget. Namun secepat kilat ia mengembalikan ekspresi menjadi datar.

Perilaku laki-laki itu membuat Aruna kebingungan. Tidak seperti biasa. Tidak ada perdebatan antara keduanya.
Dengan telaten Arkana mengancingkan seragam Aruna yang terbuka. Garis bibirnya bergerak membentuk senyum tipis. Aruna menangkap ekspresi itu. What? Serius Arkana senyum?

Setelah selesai. Arkana memegang pinggul dan mengangkat Aruna ke kursi samping. Ia bangkit meninggalkan Aruna dalam keadaan cengo.

"Ini gue ga mimpi kan?" menampar pipi keras.

Benci jadi canduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang