chapter 01 | beginning

39 13 38
                                    

Φ | Sleep is A Curse
Φ | Chapter 01: Beginning
Φ | by arnaaz_

Sorot malas cowok ber-sweater gelap terarah pada sembilan orang tak sadarkan diri di ruang yang hanya ada mereka saja. Ia berdecak saat sorotnya bersitatap bersama perempuan yang baru saja sadar dari tidurnya.

Segera memalingkan wajah tatkala perempuan bersenyum tipis itu menghampiri. Ia menjaga jarak saat orang bernama Rui Ravisha Yavizan duduk di sampingnya.

"Maafiin gue, Regan." Perempuan lebih tua tiga tahun darinya itu meraih tangan Ruri. Namun, sebelum itu terjadi pemuda berkantong mata tebal ini segera menjauhkan tangannya.

"Regan ...," panggil Rui cukup parau, isakan cewek itu terdengar setelahnya.

Menoleh ke arah sang Kakak, ia menatap saudarinya amat datar. Rui menunduk saat itu juga, tak berkata apa-apa lagi, tetapi isak tangis seolah menjelaskan apa yang hendak disampaikan.

Sepersekian detik pemuda bermanik cokelat ini diam, tertelan pikirnya sendiri. Dia tak mungkin semudah itu memaafkan kesalahan sang Kakak yang membawa dia dan orang-orang terdekatnya pada malapetaka ini.

Ruri dapat memaafkan kesalahan apa pun kecuali hal ini, hanya saja dia benci memperpanjang masalah. Terlebih dalam keadaan seperti sekarang, merepotkan. Pemuda bersurai cokelat ini lebih membenci melakukan sesuatu yang merepotkan.

"Iya," balas Ruri pelan.

Rui mengangkat wajah perlahan, isak tangis gadis di sisinya kian terdengar. Ruri sama sekali tak bereaksi sampai saudarinya pelan-pelan menghentikan tangis tersebut, sebab kedelapan orang lain mulai bangun dengan reaksi didominasi ekspresi bingung bercampur kaget mengapa bisa ada di ruang kosong seperti ini.

"Woy, lo duduk sama siapa, beb?! Cantik amat!!!" teriak lelaki berjambul merah kala tatapan Ruri dan pemuda itu bertubrukan. "Apa ini ajang mencari jodoh?!" tanya lelaki bernama Ariga Fadtiar dengan suara menggelegar.

" ... anjeng, gue baru sadar ini ruangan gak ada apa-apanya!!!" pekik lelaki dengan tindik di lidah sembari memegang kepala tak habis pikir, bahkan tubuhnya ikut meluruh, dramatis.

Seseorang memukul kepala pemuda itu sampai terdengar suaranya. Ariga tak terima saat dipukul keras seperti tadi oleh cowok bersurai hitam.

Ariga menoleh ke belakang di mana temannya berada. "Lo kenapa sih, Triple P?" tanyanya diselipkan dengkusan tak suka. 

Cowok yang dipanggil Triple P atau bernama asli Favian Fahman Firaj cuma memutar bola mata malas seraya berjalan mendekati Ruri, ditidak acuhkan begitu Ariga kian kesal.

"Triple P, bangsat!" maki lelaki itu dihadiahi tabokkan di belakang kepala oleh cowok berbehel yang melewatinya sembari memperingati agar tidak berkata kasar.

Semua orang di ruang ini berkumpul menghadap Ruri Regan Yavizan yang diam saja. Begitupun dengan Ariga, mereka menanyai pemuda itu perihal mengapa tiba-tiba anggota Eiryl dan dua orang yang tak mereka kenali ada di sini.

"Maaf boleh gue jelasin?" Rui menyela karena Adiknya tak kunjung membuka mulut, entah apa yang membuat lelaki tujuh belas tahun itu terdiam.

Hanya saja, Rui sadar jika dalang semua ini adalah dirinya. Jadi, ia harus bertanggung jawab untuk apa yang terjadi sekarang.

Sorot cokelatnya yang mengabur menatap teman-teman Ruri yang sama sekali tak terlihat begitu jelas. Rui bodoh karena tahu akan ke sini, tetapi tak menggunakan kacamata saat hendak tidur. Mengingat hal itu membuat ia terkekeh kecil, teman-teman Adiknya bahkan sampai heran nan ketakutan.

"Lo siapanya bebeb Ruri hah?!" Ariga berteriak sampai suara berat lelaki itu menggema di ruang ini.

Pukulan pada belakang kepala kembali diterima cowok bertindik ini. Sampai sang pelaku yang tak lain ialah Firaj mendapat cibiran panjang dari mulut Ariga yang tak mau diam.

"Berisik lo, sampah!" gertak cowok bersurai abu-abu menendang betis Ariga kuat.

Si empu diam saat mendapat tatapan tajam dari pemuda bernama Atas Ghana Adymasta. Hanya saja, dengkusan tidak terima tak dapat menyembunyikan kekesalan Ariga.

"Baiklah, sebelumnya gue adalah saudari Ruri." Rui mengambil alih percakapan saat sepuluh remaja ini tertelan keheningan.

Ruangan hampa ini seketika langsung riuh oleh mereka yang terkejut dengan pernyataannya kecuali dua perempuan di sisi Ruri, tak aneh ketua Eiryl dan pacar Adiknya sudah tahu perihal Rui Ravisha Yavizan.

"Gue gak heran lo punya saudari, tapi kali-kali lo harus membuka diri." Kane Melvi Arrayan menyorot Ruri yang langsung mengalihkan tatap.

"Terlebih, dilihat dari reaksi kamu. Leen udah tahu tentang ini, kenapa kita gak dikasih informasi apa pun?" Sorot teduhnya beralih pada gadis di sisi Ruri, si ketua Eiryl bernama Lurleen Ilyse Hartwig.

Perempuan itu menatapnya dalam bersamaan dengan teman-temannya yang mulai tenang. "Gue gak pernah berpikir kalian gak tahu tentang ini," ujarnya membuat sang pacar terdiam.

Setelah Lurleen menjelaskan kenapa bisa bertemu Rui sebab ketidaksengajaa, saudari Ruri lantas mulai membeberkan alasan mengapa mereka ada di ruang hampa sekarang.

Pertama, Rui memberitahu jika Adiknya tak dapat tidur tanpa masuk ke ruangan ini. Hal itu membuat anggota Eiryl amat terkejut, mereka tak pernah diberitahu tentang ini dan itu membuat mereka menagih jawaban dari Ruri.

"Gue gak pengin kalian terlibat dalam hal ini!" Ruri kesal saat menjawab pertanyaan sama mereka, nadanya untuk pertama kali meninggi dan itu membuat mereka langsung bergeming.

"Intinya, jika Ruri tidur maka dia dan kita bisa sampai ke sini?" Afjar Gauzi memastikan.

"Kurang lebih seperti itu," balas Rui.

Gadis bernetra cokelat ini kembali menjelaskan jika mereka dapat ke sini karena tertidur. Sebagai tambahan Rui juga memberitahu kalau Ruri tak pernah tidur karena enggan membawa mereka kemari, kemudian yang paling penting ia membuat Ruri terlelap dengan obat tidur yang dicampur pada kopi pemuda itu.

Sebelum terjadi kegaduhan Rui meminta maaf atas tindak bodohnya membuat mereka terjebak. Melegakan saat mereka menjawab itu hal wajar dilakukan sembari tersenyum menenangkan.

"Gue bahkan ikhlas bisa terjebak terus di sini bareng lo, Ru. Lo harusnya milih itu, sialan! Gimana kalo lo sakit, hah?!" Pemuda berpipi berisi membuat semua orang setuju atas pertanyaan Angkasa Fradianta barusan.

Rui berterima kasih atas kepedulian mereka terhadap saudaranya, lalu perbincangan ini ditutup saat suara mikrofon mengalihkan atensi. Selain itu, tak ada apa pun yang harus Rui jelaskan lagi.

"Nyahaha ... saya pengikut setia tuan Hell mengucapkan selamat datang di Neraka!"

Lirikan mata meminta jawaban semua orang didapat Ruri dan Rui saat suara entah dari mana memasuki telinga. Kemudian, Rui memberitahu jika yang bicara sepertinya penjaga di sini karena tiga tahun lalu saat keluarga Yavizan ke mari suara itu juga menyapa demikian.

Anggukan teman-teman Ruri membuat suasana berubah hening kalau saja orang yang mengaku pengikut Hell tak kembali membuka suara.

"Kedua kalinya kamu membawa rombongan, ya, Ruri? Jadi, kamu sudah siap memulai petualangan di Neraka ini?"

Bersambung ....

Note: Lanjut? Gak komen? Santai aja, ceritanya akan tetap lanjut meski kalian gak ingin awokwok.

Sleep is A Curse [Completed] Where stories live. Discover now