Vero merengkuh pinggal kecil Deana ke pelukannya, agar semakin dekat dengan dirinya. Dagunya masih ia taruh di pundak Deana. "Dea!"

Cewek itu masih enggan menatap Vero. Ia terlalu malu. Entah malu karena apa, tapi dirinya sekarang malu sekali.

"De ...." Vero sedikit menggoyangkan tubuh Deana. Deana menolehkan kepalanya, menatap balik Vero. Vero tersenyum senang mendapati Deana menatapnya balik.

"De."

"Hmm?"

"Love you!" Vero mengecup pipi Deana lagi. Tubuh Deana menegang sempurna. Apa kata Vero tadi? Kok hatinya tiba-tiba menghangat ya.

"De!"

"Hmm?"

"Jangan marah ya?" Deana mengangguk. Vero tersenyum manis. Deana melihat rintik-rintik hujan membasahi kaca depan mobil Vero. Ia tersenyum lebar. Sudah lama ia tak hujan-hujanan.

"Ver, Ver!"

"Hmm?" sahut Vero yang sedang memejamkan matanya. "Ih, Ver! Bangun dulu napa?" Vero membuka matanya dengan malas.

"Ver, ujan-ujanan, yuk! Gue udah lama nggak ujan-ujanan." Vero mengangkat kepalanya. Nampak diluar sedang hujan deras tapi tidak berpetir. Vero menggeleng.

"Jangan! Ntar sakit!" Deana cemberut lagi. Tapi dia tak mendengarkan larangan Vero. Ia dengan cepat membuka pintu mobil Vero dan berlari menuju taman yang sudah tak ada orang itu.

Vero mengumpat pelan. Ia mengambil payung di cup holder mobilnya. Ia berlari menuju Deana yang blazer seragamnya sudah basah kuyup.

"De, udah ya! Entar sakit!" Vero berujar sambil berusaha memayungi tubuh Deana. Deana bebal. Ia melompat menjauhi Vero dengan menengadahkan kepalanya. Kedua tangannya ia rentangkan lebar-lebar.

"Ver! Ayo ujan-ujanan! Seger nih!" Vero menggeleng pelan. Ia masih berusaha memayungi Deana yang berlari kesana-kemari.

Vero kaget. Deana tiba-tiba berhenti. Tapi Vero bersyukur. Setidaknya, Vero dapat memayungi tubuh Deana sekarang. Deana berbalik dan tersenyum manis. Vero balik tersenyum ke Deana.

Tanpa Vero sadari, Deana merebut payung dari tangannya dan membuangnya sembarangan. Kini bukan hanya Deana saja yang basah kuyup, tapi Vero juga.

"Vero! Ayo!" Deana menjauh sambil melambaikan tangannya kepada Vero. Lagi-lagi Deana menengadahkan kepalanya sambil merentangkan tangannya.

Vero berlari dan langsung memeluk Deana dari belakang. "Nakal ya?" detik berikutnya, Vero menggelitiki pinggang ramping Deana. Deana memegangi tangan Vero sambil tertawa keras.

Vero rasa Deana sudah cukup lelah, ia membawa Deana masuk ke dalam mobil. Ia tak memikirkan payung yang Deana buang tadi. Deana pun menurut saja. Badannya juga sudah agak menggigil.

"Nakal! Ni pake hoodie gua!" Vero menyodorkan sebuah hoodie hitam ke Deana. Itu salah satu hoodie yang ia tinggalkan di dalam mobil, sewaktu-waktu dibutuhkan jika pakaiannya kotor atau basah seperti sekarang.

"Wey, wey! Lu mau ngapain goblok buka baju kek gitu?" Deana menutup matanya mendapati Vero yang membuka seragamnya tiba-tiba.

"Ya ganti baju, lah!"

"Tapi nggak di sini juga, lah! Ada cewek anjir!"

"Emang lu cewek?"

"Iya, lah!"

"Cewek gua, kan?" ucap Vero.

"Gombal aja terus!" Vero selesai memakai bajunya. Ia meraih kedua telapak tangan Deana yang menutupi wajahnya. "Gua nggak gombal, De!"

"Lu mau nggak jadi pacar gua?" Vero menatap dalam bola mata Deana. Deana berdeham dan memalingkan wajahnya. "U-udah jalan!"

Vero berusaha melihat wajah Deana yang Vero yakin pasti sudah macam kepiting rebus. "Aaaa ... cie ...! Blushing nih!"

"A-apaan sih! Jalan ih!" Vero tak mendengarkan perintah Deana. Ia masih ingin menggoda Deana. Sekarang tangan nakalnya sudah melingkar sempurna di pinggang Deana.

"Cie ...! Salting ya?" Vero menaruh dagunya di pundak Deana. Deana sudah tak sanggup menahan senyumannya. Jantungnya berdetak kencang.

"Salting nih ye?"

"Ish! Vero jalan!"

"Iya, Sayang." Vero mencium pipi Deana. Tangannya ia ulurkan untuk memasangkan seat belt Deana. Ia menjauhkan dirinya, dan memasang seat belt juga untuk dirinya.

Ia menghidupkan mesin mobilnya. Di luar masih hujan cukup deras. Ia pun melajukan mobilnya, menerjang derasnya hujan di luar sana. "De, terus lo mau tinggal dimana?"

"Mmm, belum tau, sih! Tapi rencananya gua pen cari kos-kosan yang murah aja." Vero tampak berpikir. Ia mendapat sebuah ide. Ia merogoh ponselnya yang berada di saku celananya.

"De, telponin Vira dong!" Vero menyodorkan ponselnya ke Deana. Deana mengambil ponsel itu dan menghidupkannya, berniat membuka kuncinya.

"Ver, password-nya apa?"

"Empat, lima, satu, empat." Deana mengetik password ponsel Vero, dan mulai mencari kontak Vira. Terdengar nada menyambung dari ponsel Vero.

"APAAN SIH BANG? GUE LAGI ENAK-ENAK NONTON DRAKOR ANJING! NGAPAIN NELPON?" Deana sedikit menjauhkan ponsel Vero. Ia kaget dengan suara keras Vira.

"Woy, santai dikit ngapa? Gue lagi sama Deana ini!"

"Oh? Beneran? Hehe. Maaf ya, De. Soalnya abang gue suka ngeselin. APAAN? CEPETAN GUE MAU NONTON CHA EUN WOO LAGI NIH!" Deana menutup matanya mendengar teriakan Vira dari sana.

"Dek, papa punya apartemen nggak, sih?"

"Punya, kenapa?"

"Dimana?"

"Buat apa sih? Lo mau pindah apartemen?"

"Kagak! Udah cepetan dimana?"

"Ada. Satu lantai sama apartemen lu."

"Sekarang jam berapa, De?"

"Jam setengah enem."

"Vira, lo sekarang ke apartemen gue bareng Bryan, cepet nggak pake lama!" setelah mengatakan itu, Vero menyuruh Deana agar cepat-cepat mematikan sambungan teleponnya. Ia tahu tabiat adiknya itu yang akan mengomel tanpa akhir pada dirinya.

"Kenapa dimatiin gitu aja?"

"Kalo nggak dimatiin, nanti dia mengganggu acara berduaan kita dong, Yank!"

"Vero, ih! Ngeselin! Ni, hp lo!" Deana mengembalikan ponsel Vero kepada pemiliknya. Vero terkekeh melihat muka kesal Deana. Deana nampak imut jika sedang kesal seperti ini.

"Oh, ya, Ver! Lo tadi belum jawab pertanyaan gue!"

"Yang mana?"

"Besok, lo mau jadi apa?!"

"Kan, udah gue jawab!"

"Vero!" Deana berkacak pinggang. Lama-lama, Vero nanti ia kubur hidup-hidup. "Iya, iya!"

Vero nampak berpikir sambil menyetir. Vero menggeleng pelan. "Nggak tau gua mau jadi apa, belum tau yang pasti! Hmm ... paling nerusin perusahaan bokap."

"Kenapa nggak jadi hakim, jaksa, or pengacara? Lo keknya berbakat di bidang itu!"

"Nggak, ah! Gue emang suka hal yang berbau hukum, tapi gua nggak minat jadi hakim, jaksa, atau pekerjaan lain yang berbau hukum."

"Kalo jadi hakim percintaan kita berdua sih nggak papa, gue ikhlas!" Deana memelototi Vero. Vero kembali terkekeh. Ia suka sekali saat Deana kesal bercampur malu.

***

Jangan lupa kasih votenya manteman🐣

Terimakasih❤

Transmigration of Bad BoyWhere stories live. Discover now