#7

90 30 33
                                    

INCOMPLETE #7

Vira berjalan gontai memasuki kelas, dia tidak memiliki semangat apapun untuk memulai paginya hari ini. Raline sudah datang, dia selalu jadi yang paling tercepat hadir disekolah, sedangkan Nora dan Melia bangkunya masih terlihat kosong.

Raline bertanya khawatir, "Lo kenapa? Sakit?"

Vira menggeleng, menjawab lesu, "Kurang tidur doang."

"Lo masih rutin minum obat, kan?"

Vira menggelengkan kepala lagi sebagai respon. Raline mendesah berat, menatap temannya itu yang langsung menjatuhkan kepala diatas meja lalu memejamkan mata. Cewek itu akan tidur sebentar, sampai bel masuk kelas berbunyi.

Selama pelajaran berlangsung, Raline yang duduk sebangku dengan Nora, beberapa kali menolehkan kepala kebelakang, memperhatikan Vira khawatir.

Dari sekian banyak manusia yang ada didekat Vira. Raline satu-satunya orang yang memang paling perduli dan tidak pernah men-judge segala perasaan yang pernah Vira rasakan. Maka dari itu, Vira sangat mempercayai Raline untuk jadi pendengar dan bisa menyimpan segala keluh kesahnya. Semalam, Vira sempat menelpon Raline untuk curhat tentang masalah keluarganya lagi. Dan itulah yang membuat Raline khawatir hari ini, dia takut dengan gangguan yang Vira miliki akan kambuh disaat yang tidak tepat.

Sampai di jam istirahat tiba, Raline duduk disamping Vira, mengusap-ngusap pelan bahu cewek itu yang kembali menjatuhkan kepalanya diatas meja setelah guru keluar. Mereka tidak ikut dengan Nora dan Melia yang sudah meluncur deluan kekantin.

"Kita ke UKS aja, ya." Ajak Raline lembut menarik lengan Vira pelan dari kursinya. Vira menuruti, karna tubuhnya mulai merasakan tanda-tanda gangguan cemas itu akan datang.

Mereka berjalan perlahan kearah UKS melewati banyaknya siswa yang berlalu-lalang di jam istirahat. Raline membantu Vira untuk duduk diranjang, dia menutup tirai dan mengambilkan teh hangat.

Tepat sekali dugaannya. Mendadak tubuh Vira menjadi gemetar, dia menarik nafas satu-satu. Ini adalah salah satu gejala yang ditimbulkan ketika serangan panik Vira mulai kambuh. Raline satu-satunya orang yang tau tentang gangguan kecemasan yang dialami oleh Vira itu. Bahkan orang tua, keluarga dan kedua temannya yang lain belum mengetahui ini.

"Li-lin... ta-takut." Lirihnya sambil meringkuk gelisah.

Raline yakin, Vira seperti ini pasti ingat pertengkaran orang tuanya lagi. Apalagi semalam ia curhat sambil menangis sesenggukan.

Raline lantas langsung memeluk Vira dan memberikan usapan lembut dibahunya, "Sssttt.. tenang, ada gue. dengerin gue cerita aja ya?" tuturnya lembut memberi ketenangan.

Raline kemudian bernostalgia dengan menceritakan hal-hal yang lucu dan random. Dari tentang si Melia yang tiba-tiba kentut saat Wahyu sedang serius ingin menembaknya hingga mereka bercanda tentang burung bapaknya Wahyu yang terbang, membuat pikiran mereka semua kala itu jadi ambigu saat Melia dengan excited bercerita beberapa hari yang lalu. Padahal yang dimaksud itu burung hewannya bapak wahyu yang tiba-tiba terbang.

Raline begitu antusias bercerita sampai membuat mereka tertawa bersama dan Vira lupa tentang pikiran negative dikepalanya. Mereka pun tidak sadar ternyata ada seseorang yang juga sedang berada ditirai sebelah ikut mendengarkan percakapan mereka.

Tidak lama kemudian Melia dan Nora datang menyusul. Sebelumnya Melia tadi sempat mengirimi Raline pesan, menanyakan keberadaan mereka yang tidak ada dikelas.

Raline yang masih dengan tawanya setelah pembahasan terakhir mereka yang menggelitik perut, berceletuk, "Burungnya bapak wahyu apa kabarnya, Mel?"

INCOMPLETE (On Going)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz