-40.Mawar Hitam-

850 91 48
                                    

Sejak pagi, langit Jakarta terus-terusan menangis. Mungkin langit saja yang mengerti bahwa mulai hari ini, dunia sepasang kekasih baru saja dimulai memasuki bumbu-bumbu boomerang  selanjutnya. Beruntung, menjelang pukul enam sore, hujan tidak lagi turun dan hanya dihiasi langin mendung. Mungkin, langit sedang berbaik hati untuk tidak mengecewakan dua insan yang ingin menghabiskan waktu mereka secara bersama-sama malam ini.

Alven duduk di balkon kamarnya, menatap hamparan langit luas.

Semenjak semalam bahkan sampai detik ini, tidak sedikitpun Alven tersenyum bahkan tertawa. Laki-laki itu setia memasang ekspresi datar, bahkan ketika kemarin beberapa keluarga dan sodaranya berkunjung ke rumah dan mengobrol-ngobrol, Alven tetap diam, hanya menimpali dan tersenyum tipis saat menanggapinya.

"ABANGGGG! LO UDAH NGASI TAU MASALAH INI KE KAK TIARA?!"

Alika membuka dan melempar asal sling bag  yang ia pakai. Lalu ia duduk di samping Alven yang akan pergi untuk dinner  beberapa jam lagi.

"Abang kenapa sih? kenapa gak bilang sejujurnya aja sama Kak Tiara?" Alika mencubit lengan Alven, hingga Abangnya itu mengaduh sakit. "Jangan bilang nyali Bang Alven ciut?!" desaknya.

"Anak kecil gak usah banyak ngatur." desis Alven.

Alika menyilangkan kedua tangannya di depan dada, kesal. Seminggu belakangan ini ia merasa perasaanya tidak enak bila memikirkan dan membayangkan wajah gadis yang menjadi kekasih Abangnya saat ini. Alika dan Mutiara ini sama-sama perempuan, jadi ia sangat bisa membayangkan bagaimana rasa sakit bila mengetahui hal ini secara tiba-tiba.

"Bang, Alika sama Kak Tiara itu sama-sama cewek loh. Abang kira Alika gak pusing mikirin perasaan Kak Tiara, kalau dia sampai tau hal ini?!" sungut Alika. "Pokoknya aku gakmau ya punya kakak ipar modelan ular kaya si Olivia-Olivia itu!!"

"Sabar. Abang juga pusing, kamu kesini main ngomel aja." keluh Alven.

Alika menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. "Gimana perkembangan detektif yang Abang sewa? detektif itu temennya Bang Rangga, kan?" tanya Alika, Rangga itu adalah teman dekat Alven, lebih tepatnya sahabat. Karena keluarga Alven dan Ragga juga dekat.

"Detektif itu namanya Vano. Kemarin dia ngasi info, dia masih nyelidikin CCTV yang ada di ruangan perusahaan Ayah. Beberapa CCTV sengaja di matiin." terang Alven.

"Terus gimana Bang? kita masih punya waktu dua bulan kan? Alika yakin 100%, orang yang tega sabotase ini semua pasti iri sama keluarga kita." ujar Alika.

Alven mengangguk singkat. "Iya. Kita masih ada waktu dua bulan. Doain aja semoga Vano dan Tim nya bisa menguak kasus ini."

"DUH POKOKNYA ALIKA GAKMAU PUNYA CALON KAKAK IPAR MODELAN TAI BEGITU YA, BANG!" teriak Alika frustasi.

"Alikaa, bahasa kamu lama-lama ngawur ya!" sela Karin yang sudah berdiri di pintu kamar Alven. "Itu lagi sling bag, kunci motor ditaruh sembarangan!"

Alika bangun dan membeliak, lalu sedetik kemudian memungut sling bag  dan kunci motor yang ia letakkan begitu saja. "Hehehe, maaf Bunda." tukasnya sambil menaruh slingbag dan kunci motor di meja kecil kamar Alven.

"Bang Alvenn, pokoknya Alika mau Kak Tiaraa yang jadi calon istri Abang ya?" posisi Alika sudah duduk lagi di samping Alven. Kedua tangannya merangkul lengan Alven manja. "Abang cocok banget tau sama Kak Tiara, yang satu kaya tembok, yang satu cerewettt. Astagaa kapal Alika itu kalian berduaaa!" rengeknya seperti anak kecil.

Alven melirik Alika sekilas, tangannya mengacak rambut Alika gemas. Pasalnya, tumben-tumbenan banget Alika begini. Biasanya tiap hari ngajak adu gelut terus.

I Love You, Mas Dosen!Where stories live. Discover now