Dua puluh lima : Mantan meresahkan

11.1K 1.6K 58
                                    

Loka menggulung lengan kemejanya hingga sebatas siku seraya berjalan terburu menuju kantornya. Mata hitamnya yang biasanya melayang ramah ke pegawai yang dia temui di lift, kini hanya tertuju lurus ke depan.

Sampai di ruangan marketing, suaranya langsung memanggil sekretarisnya.

"Lubis."

Kepala perempuan mungil itu mencuat dari kubikelnya.

"Iya, Pak Loka?"

"Kirim ke saya profil Alvas."

"Alvas penulis baru itu, Pak?"

Loka mengangguk lalu mengangkat tangannya, "Satu lagi. Kalau nanti ada yang telpon cari saya, bilang saya ada rapat."

Lubis mengerutkan dahinya. Seingatnya siang hingga sore ini tak ada jadwal rapat yang harus diikuti atasannya itu.

"Tapi bapak kan.."

"Saya tunggu profilnya," potong Loka sebelum berlalu dan masuk ke ruangannya. Pintu ditutup agak keras.

Lubis mengurut dadanya, kaget.

"Pak Loka kenapa?"

Viona mendekat sambil membawa cangkir kopi dan kertas pekerjaannya di tangan lain. Matanya melirik pintu ruangan Loka yang tertutup rapat.

Lubis menggeleng. Dia melanjutkan pekerjaannya sementara Viona duduk di depannya.

"Tumben kayak kesel gitu," komentar Viona.

Beberapa menit kemudian, dering telpon terdengar.

"Selamat siang, dari departemen marketing Portabello, Lubis Anastasia."

"Siang, bisa bicara sama Loka?"

Lubis mengerutkan keningnya lagi, lalu melirik Viona di depannya. Perempuan cantik itu menatapnya balik, bingung.

"Mmm..Maaf sebelumnya dengan siapa saya berbicara? Apakah sudah ada jadwal janji temu?"

"Amanda. Belum ada janji, tapi saya yakin Loka bisa konfirmasi untuk bicara dengan saya kalau Anda bilang saya yang telpon."

Hal ini makin membuat Lubis penasaran.

Apa ini orang yang dimaksud Pak Loka tadi?

"Mohon maaf Pak Loka belum bisa mengkonfirmasi karena hari ini ada jadwal rapat."

"Rapat di kantor?"

Lubis menggigit bibirnya lagi, takut salah menjawab. Jelas Loka tadi tak memberitahunya secara rinci siapa yang harus dia bohongi.

Akhirnya dia mengangguk, "Ya. Bapak Loka di kantor."

Dan panggilan terputus seketika, tanpa ada kata pamit.

Viona yang dari tadi mengamati Lubis berbicara dengan si penelpon, tak bisa menahan diri untuk bertanya. Apalagi saat mendengar ucapan Lubis yang membohongi si penelpon.

"Siapa?"

"Nggak tau, namanya Amanda. Kayaknya dia yang dimaksud Pak Loka tadi, deh."

"Pak Loka bilang apa emang?"

"Nyuruh gue buat bilang kalo ada yang cari dia, bilang lagi rapat gitu."

Viona mengangkat alisnya, tak merasa biasa mendapati situasi Loka yang menghindari orang hingga berbohong. Terlebih, biasanya orang yang menelpon lewat nomor kantor marketing hanyalah klien perusahaan partner atau influencer yang berkaitan dengan promosi buku perusahaan.

Lalu seketika otaknya seperti menyala.

Amanda!

Viona berdiri meninggalkan kursinya lalu menuju ruangan Loka.

Morning, KilaWhere stories live. Discover now