Sepuluh : Your Heartbeat

11.9K 1.8K 151
                                    

Pekerjaan? Uang? Keluarga?

Kila selalu bisa mengatasi semuanya dengan tenang. Permasalahan demi permasalahan yang hadir bukanlah beban berat baginya. Apalagi saat kilas balik ke kehidupannya selama 28 tahun ini, dia merasa bisa meluluhkan problematika yang hadir dengan sifat tegas dan cerdasnya dari jaman bangku sekolah. Hidupnya sudah lumayan mapan, bapak ibunya di rumah sudah tak mengkhawatirkannya seperti dulu saat awal-awal bekerja, yang membuat mereka berdua seringkali menyulut pertengkaran tiap kali kumpul keluarga. Dia sudah merasa menjadi perempuan independen yang bisa melawan rintangan dalam hidup.

Tetapi setelah dihantamkan oleh satu faktor ini, Kila bagai disadarkan ada kelemahan terbesar yang tak pernah dia sadari selama ini.

Hatinya untuk laki-laki.

Hatinya ternyata rapuh, tak sekuat yang dia percayai selama 28 tahun dia hidup. Hati yang tak pernah goyah oleh apapun masalah yang dia hadapi selama ini, kini bisa jadi serapuh gelembung balon sabun yang bisa meletus kapan saja.

Hatinya yang rapuh membangunkan sisi lemahnya yang mati-matian dia perkokoh tapi tetap tak bisa kuat, kala makin hari pikirannya terus diisi oleh satu sosok.

Loka.

Saking herannya dengan apa yang dia rasakan, Kila pikir dia udah kena pelet. Atau minimal, kecantol rayuan Loka yang pasti berpengalaman soal menggoda perempuan. Parahnya, dia udah keperangkap.

Sekuat apapun Kila berusaha menampik jantungnya yang berdebaran saat tak sengaja berpapasan dengan Loka di kantor, dia tetap tak bisa tenang. Dia tak bisa lagi memandang laki-laki itu dengan tatapan yang sama.

Alhasil, Kila uring-uringan tak jelas beberapa hari ini di kantor, membuat rekan-rekan dekat kubikelnya bagai melihat satu keajaiban malam syuro.

Seorang Kila, editor judes berwajah datar yang selalu menatap komputer selama jam kantor, berubah menjadi pekerja linglung yang dikit-dikit melamun lalu menggaruk rambutnya. Bahkan teriakan galaknya udah lama nggak terdengar. Para copywriter bersenang-senang beberapa hari ini tanpa cemoohan dari Kila.

Gelagat aneh Kila itu membuat Vira dan Gladys langsung 'menculik'nya untuk makan siang di bawah. Tanpa repot-repot melawan, Kila cuma bisa pasrah digamit lengannya sampai ke kantin kantor di lantai 1.

"Bebek bakar satu ya, Dys," ucap Vira yang membuat Gladys melotot.

"Kok pesen ke gue?"

"Gantian, lah. Kemaren kan gue."

"Yaudah. Lo pesen apa, Kil?"

Kila melipat kedua lengannya di depan dada sambil menatap datar ke meja, "Geprek. Pedes. Banget."

"Sante aja dong itu muka," Vira menjawil hidungnya gemas.

Kondisi kantin gedung yang terdiri dari beberapa kantor perusahaan ini ramai, seperti biasanya. Tapi masih ada beberapa bangku kosong. Kila hampir bisa bertaruh dengan dirinya sendiri kalau sampai bertemu Loka di sini, dia akan berjanji berhenti menghindar.

Dia akan membuktikan kalau dia bisa mengatasi hatinya.

"Lo cerita deh, Kil. Dari kemaren-kemaren gelisaah mulu. Nggak biasa gue liat lo jadi manusiawi gitu."

"Emang gue keliatan manusiawi kalau gue gelisah?"

"Iya dong, tandanya lo punya emosi selain marah-marah. Dan akhirnya gue bisa liat lo ngelamun waktu kerja. Kan itu tanda kalo manusia punya hati."

"Mulut lo emang cabe."

"Ye, malah ngatain lo. Eh, minumannya lo pesenin apa, Dys?"

Gladys kembali dengan tangan basah habis dicuci.

Morning, KilaМесто, где живут истории. Откройте их для себя