Dua Puluh : Backstreet

11.2K 1.5K 74
                                    

Perkara backstreet yang Kila pikir bakal ketahuan setelah acara kantor di Jogja, ternyata tidak terjadi. Entah apa yang membuat Viona dan cewek-cewek marketing itu pikirkan sampai gosip hubungan spesial Kila dan Loka tak juga terdengar sampai hari Senin. Padahal Kila sudah marah tak jelas ke Loka karena sikap santai laki-laki itu yang tak berniat menyembunyikan hubungan mereka seperti janji.

Tapi Kila tak ambil pusing dengan ketidak adaan gosip dirinya. Malah untung, kan. Hari Seninnya berlalu seperti biasanya. Seharian dia juga tak melihat Loka. Jadi dia tak perlu kucing-kucingan lagi. Kalau dari ucapan Mas Irham tadi yang sehabis makan siang balik dari kafe dekat kantor, dia melihat Loka sedang meeting di sana.

"Kil, udah ketemu sama Alvas belum?" Tanya Gladys saat mereka beberes pulang.

Kila menggeleng singkat.

"Yaampun, lo pegang naskahnya Alvas? Demi apa. Mintain nomernya buat gue." Vira memberikan senyum penuh makna.

"Dasar alay," desis Kila sebelum mematikan komputernya.

Sepanjang perjalanan menuju lobi, Vira masih terus memperlihatkan tingkah mengagumi sosok si Alvas Alvas ini. Padahal setahu Kila, cowok itu hanya menang popularitas. Salah satu selebgram Indonesia yang mencoba menjadi penulis amatiran dengan memanfaatkan followers-nya untuk mendukungnya. Makanya bukunya menjadi juara favorit pembaca dalam kontes menulis yang diadakan Portabello. Dia sudah membaca segelintir tulisan cowok itu, yang menurutnya biasa-biasa aja.

Sebuah novel yang mengangkat tentang dunia modern tahun 2050. Terlalu imajinatif dan memiliki plot yang bisa ditebak. Apalagi ada sisi romance tokoh utama yang terlalu cheesy. Membuat Kila menyerah membacanya di halaman ke-60. Kalau bukan karena pembagian naskah dari Awan di awal bulan kemarin, Kila sudah melempar project Alvas ke Vira yang biasanya menangani penulis-penulis baru.

"Nge-mall dulu yuk. Masih sore," ajak Gladys.

"Yuk, beb. Japanese food dong, pengen sashimi, nih," Vira menoleh ke Kila, "Lo nggak mungkin skip, kan? Jangan bilang mau nerusin kerjaan di kosan."

Kila melirik singkat, "Udah tau masih nanya."

"Yee, si Kila."

Vira hendak membujuknya lebih lanjut tapi perhatian mereka dialihkan oleh rombongan bapak-bapak pimpinan Portabello yang masuk lewat pintu kaca lobi. Well, nggak semua bapak-bapak juga. Ada Awan dan Loka yang masih belum patut dipanggil bapak-bapak. Pemandangan yang lumayan mengesankan, ditambah ada satu sosok yang berada diantara mereka, langka terlihat.

Irish Putra, anak dari Bu Direktur, yang entah mengapa berada di antara rombongan itu. Laki-laki campuran Bali-Australia yang memiliki paras mirip Luke Hemmings dan punya mata biru laut yang terang. Suit yang dipakainya jelas memperlihatkan dirinya sebagai kaum elit Portabello yang jarang terlihat.

Mereka bertiga buru-buru menyingkir agar tak menghalangi jalan dan dengan gerakan cepat, Kila dan Vira melirik Gladys.

"Mantan lo kenapa di sono, dah?" Bisik Vira.

Gladys berdiri diam. Wajahnya memucat. Tapi dia segera mengikuti kedua temannya untuk memberikan senyuman ke rombongan itu yang melewati mereka dengan cepat. Suara Pak Cipto terdengar jelas sedang membicarakan tentang output kegiatan training kemarin.

Sementara Vira dan Gladys fokus ke Irish Putra, Kila menatap sosok Loka yang terlihat serius di rombongan itu. Kemejanya terlihat digulung santai hingga siku dengan dasi longgar, menandakan laki-laki itu sudah siap untuk pulang tapi tertahan oleh kegiatan sore itu. Dia tak menoleh sedikitpun ke arah Kila.

Hal ini membuat Kila merasa laki-laki itu seperti atasannya yang tak pernah memintanya untuk jadi pacarnya. Kenangan mereka 3 hari di akhir pekan kemarin seperti mimpi yang sudah berlalu. Karena setelah kembali ke kantor, hubungan mereka seperti kembali hanya sebatas atasan dan bawahan. Bahkan Kila mengakhiri acara di Jogja kemarin dengan marah ke Loka dan tak menggubris pesan singkat laki-laki itu tadi malam. Hanya mengucapkan permintaan maaf.

Morning, KilaKde žijí příběhy. Začni objevovat