Dua Puluh Dua : Rumah Loka

9.4K 1.5K 77
                                    

Arina tak bisa melepas senyumnya saat melihat putra sulungnya menggandeng perempuan manis yang sekarang terus berada di sampingnya. Dari mulai mereka melewati pintu rumah depan, Arina bisa merasakan tatapan cerah di mata Loka yang jarang dia lihat bersama perempuan lain. Tatapannya yang lembut kala menyimak Kila yang meminta maaf kepada Arina karena tak membawa oleh-oleh, hingga saat mereka duduk mengobrol di ruang tengah saat ini.

"Jadi lukisan yang di sini Tante semua yang lukis?"

Decak takjub terdengar dari mulut Kila, yang meneliti satu per satu lukisan di dinding ruang tengah.

"Iyaa, tapi ada beberapa juga yang hadiah dari temen atau kolega Tante."

Kila terkagum-kagum. Tak menyangka rumah yang dia datangi ini memiliki kesan seni di seluruh penjuru. Dari mulai model bangunannya yang modern, banyak lukisan dan karya seni indah sebagai hiasan interiornya.

"Kila nggak bakal kemana-mana, nggak usah kamu pegangin terus, Ka."

Kila menoleh saat Arina memarahi Loka yang segera melepaskan tangannya dan pura-pura mengambil jeruk di atas meja.

"Maaf ya kalau Loka anaknya suka gandeng-gandeng. Dari kecil udah kebiasaan gandeng adik-adiknya."

Kila meneguk ludah dengan susah payah.

"Mami," tegur Loka, kalem.

Arina tertawa lalu bertanya penasaran, "Kalian pacaran dari kapan? Waktu kita makan di mall udah jadi?"

"Waktu itu belum, Mi."

"Kok kamu nggak betah jomblo bentar aja, sih, Ka? Nggak sama Amanda juga baru bentar, kan."

"Mami."

Amanda? Mantan terakhirnya?

Kila tak berani nimbrung, apalagi saat mendengar teguran halus Loka yang seakan memberi tanda untuk tak membahas lebih lanjut. Hal itu makin membuatnya tak nyaman. Nama itu juga yang disebut dua kali dari mulut Arina, seakan beliau sudah kenal betul dengan perempuan bernama Amanda itu.

Namun ucapan Arina berikutnya berhasil membuat Kila berhenti mengupas jeruk.

"Tapi gapapa, Mami pikir kamu lebih keliatan seneng sama Kila. Bahkan baru pacaran bentar udah mau diajakin ke rumah. Sama Amanda, mana pernah Mami liat dia kesini," tutur Arina dengan sumringah.

"Nggak perlu Mami bikin bandingan, udah jelas." jawab Loka. Ada nada tegas dalam suaranya.

Kila merasakan tangan kiri Loka kembali menemukan tangannya lagi dan menggenggamnya.

"Oiya, mumpung Kila di sini, sekalian fitting baju aja. Mami telpon Sabrina aja biar buruan pulang."

Ucapan antusias Arina menuai kebingungan Kila, yang segera menoleh ke Loka dan memberinya kode lewat gerak bibir.

'Fitting baju?'

Loka tersenyum lebar.

'Buat nikahan.' jawabnya selancar jalan tol.

Refleks, Kila memukul bahu Loka dengan keras.

Arina sampai kaget.

***

"Loka belum bilang sama lo, ya?"

Suara renyah perempuan cantik dengan rambut dicat warna cokelat itu mengiringi gerakan tangannya menempelkan meteran baju ke pinggang Kila.

"Bilang apa?"

"Adiknya bakal nikah satu setengah bulan lagi."

Kila terdiam, berpikir sejenak. Rasanya dulu Loka memang pernah bilang kalau adiknya menikah dua bulan lagi, yang diucapkannya saat memintanya jadi pacar.

Morning, KilaWhere stories live. Discover now