Lima Belas : Tak bertaut

10K 1.5K 53
                                    

Bandara terasa penuh meskipun masih pukul 7 pagi. Tempat dimana kata sepi jauh darinya dan menjadi memori pertama akan pulang dan perginya seseorang. Tempat inilah yang pagi ini sebagian diisi oleh karyawan Portabello sebanyak 56 orang yang memadati ruang tunggu terminal keberangkatan. Bisa ditandai dengan kalung id card yang terpasang di leher para karyawan, siap menuju Jogja dengan barang bawaan masing-masing. Mereka berada di bangku atau berdiri menunggu sesuai gerombolannya masing-masing. Kebanyakan yang satu departemen berkumpul jadi satu.

Kila duduk di salah satu bangku kosong, sibuk mengirimkan pesan kepada Lila. Lebih tepatnya, to do list yang wajib dipenuhi adiknya itu selama dia tinggal. Termasuk salah satunya membereskan barang-barang di kosan sebelum mereka pindah ke apartemen kecil yang berhasil dia bayarkan deposito nya kemarin lusa. Minggu depan mereka berdua siap meninggalkan kamar kos yang apa adanya itu dan Lila harus menghentikan keluhannya soal air mati.

"Ada yang ketinggalan, Kil?" Tanya Gladys di sampingnya, khawatir melihat Kila yang dari tadi mengetik di handphone tak selesai-selesai.

"Ngga. Cuma ngasih pesen aja ke Lila buat beberes pindahan."

"Oiya, minggu depan udah pindah, ya. Lila emangnya bisa beberes sendirian?"

Kila mengangkat bahunya ringan, "Sebagian besar udah gue beresin, tinggal barang-barangnya dia. Itu anak kalau nggak diburu-buruin, nggak bakal gerak!"

Gladys tertawa kecil melihat kekesalan sobatnya itu.

"Lo pindah kemana, Kil?" Tanya Mas Irham yang kebetulan menangkap dengar obrolan mereka.

"Mau tau banget Mas," Kila melirik tajam ke laki-laki 36 tahun itu sebelum memusatkan kembali ke handphonenya.

"Astaga ini anak," Mas Irham mengusap dadanya dengan benak menyuruhnya untuk sabar.

Gladys lagi-lagi hanya tertawa pelan dan mengkode Mas Irham untuk tak menyenggol Kila yang sedang berkonsentrasi penuh. Akhirnya Mas Irham beranjak pergi dan bergabung dengan Arya dan Ical yang sedang mengobrol seru soal pertandingan bola semalam.

Kila memencet tombol kirim akan pesan yang diketiknya sedari tadi lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Vira belum dateng?" Tanyanya setelah menyadari satu teman ajaibnya itu belum terlihat batang hidungnya.

"Tadi di grup bilang lagi otw kesini naik taksi, ga ada orang rumah yang nganter," jawab Gladys sambil sibuk membetulkan tali sabuk kecil di pinggangnya.

Kila mengangguk. Saat mengedarkan pandangannya lagi ke gerombolan karyawan Portabello di sekitarnya, dia berusaha menemukan sosok lain.

Matanya menangkap bayangan Lubis di bangku dekat water refill bersama cewek-cewek marketing yang tak dikenalnya, tapi tak menemukan atasan mereka itu. Biasanya sekretarisnya itu ada di sekitar Loka, tapi mengingat ini bukan seperti di kantor tiap harinya, rupanya perempuan bertubuh kecil itu berada dengan teman-teman sebayanya. Mengamati gerombolan itu sebentar, Kila baru menyadari kalau departemen marketing didominasi oleh cewek-cewek stylish dan cantik. Bukan berarti semuanya. Sisanya, ada beberapa yang sudah berumur dan terlihat senior di marketing, serta dua laki-laki yang seumuran dengan Mas Irham.

Di tahun sebelumnya saat training kantor di Portabello, Kila juga sudah menyadari bahwa acara inilah yang membuka matanya tentang orang-orang Portabello di departemen lain. Momen untuk berkumpul dan saling mengenal, nyatanya tak berlangsung lama karena Kila sendiri mudah melupakan profil orang lain. Jadi acara tahunan ini baginya sia-sia kalau tujuannya untuk memperkenalkannya dengan karyawan lain departemen. Pada kenyataannya, saat ini dia seperti baru menyadari orang-orang di kantornya yang kebanyakan tak dia kenal. Besar kemungkinan dia juga akan melupakannya sampai tahun depan.

Morning, KilaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora