Aku dan Upacara Ritual Penyihir Darah

8 5 4
                                    

Kimberly kembali duduk di perapian dan menikmati permen pastel yang kuterima dari gadis di taman. Manik matanya sesekali menatap aku dan Kingsley yang sedang berdebat di depan wanita gempal berambut merah ikal yang membentuk hati.

Aku mencengkeram tangan Kingsley. Seenaknya sekali dia memanfaatkan darahku untuk kepentingannya sendiri. Aku menatapnya tajam. Dia mengerlingkan matanya.

"Temanku dulu. Dia sepertinya punya sesuatu yang mengganggu pikirannya. Dia juga baru tahu kalau dia, bangsawan."

"Bangsawan? Dia se-marga dengan Dacula?"

"Tidak."

"Dracula?"

'Tidak."

"Cullen?"

"Mereka semua vampir. Apakah temanku yang di samping terlihat seperti itu?"

Kingsley menekankan suaranya. Bibi Winnie memandangku seraya melirik dari atas ke bawah. "Dia terlihat seperti bintang? Apa dia ...."

"Bukan. Kan, tadi sudah kubilang dia, uh, bangsawan. Anggota kerajaan."

"Hmm, ...." Bibi Winnie mengelus dagunya. "Jadi apa yang ingin kau ketahui, Nak?"

Dan lagi ada yang memanggilku 'Nak'.

"Aku ingin tahu apa yang kulihat itu sungguhan atau hanya ilusi. Dan aku ingin mencari tahu asalnya dari mana," paparku dengan putus asa.

Bola kristal yang bewarna ungu di meja itu tiba-tiba berubah menjadi kepulan asap hijau. Bibi Winnie mengernyit mendekati bola itu. Cahaya temaram memantul di bola matanya. Seakan dia melihat sesuatu di dalamnya.

Tiba-tiba ada sebuah siluet di dalam bola itu. Seorang wanita yang melebarkan tangannya, lengan gaunnya pun terurai. Dari potongan rambut pendek dan mahkotanya, aku yakin dia berasal dari mesir.

"Oh, tidak. Jangan!" guman Bibi Winnie lirih. Siluet dan asap hijau di sekitarnya pun hilang. Bibi Winnie menggeleng-gelengkan kepala. "Kau tidak boleh. Jangan sekali pun kau mengungkap masa lalumu lagi. Pelindungnya kian rusak. Jangan sampai kau membuka kunci memori masa lalumu. Kalau tidak, semuanya akan hancur."

"Apa? Bagaimana bisa?" sergahku.

"Aku tidak tahu. Pikiran itu dikunci seseorang agar menjagamu. Jika kau membukanya maka dia akan menemukanmu."

"Dia? Kakakku?" aku merinding membayangkannya.

"Mungkin. Aku tidak tahu siapa, apa, bagaimana, kapan, dan mengapa. Aku hanya memperingatkanmu kalau kau terus mencari maka semuanya akan kacau. Kalau kau yakin bisa mengatasinya kau boleh saja ...."

"Tunggu, siapa yang mengunci memoriku?"

"Mana kutahu! Yang jelas bukan aku! Aku hanya menyampaikan apa yang kulihat di bola ini!"

Mustahil. Aku melihat saat itu kakakku menyerangku. Tapi bagaimana nasib kami selanjutnya? Dan siapa yang menyegel memoriku? Tetua? Neith? Atau Cleopatra?

"Tidak! Ini tidak mungkin!"

"Ka! Kontrol dirimu!" Kingsley memperingatkan.

"Kau tidak tahu apapun, Kingsley! Seluruh hidupku ini! Azterer! Lalu Mesir! Mesir kuno! Dan aku ..., argh! Aku ...."

Aku meneruskannya dengan erangan keras. Kurasakan kulit di sekitar mataku memanas. Sedikit gatal.

Kemudian aku ingat kembali torehan Horus di mata kananku. Mata dari Dewa Matahari Ra.

Mataku yang terpejam karena berteriak kini menyipit terbuka. Debu-debu menggelitik mataku. Kepulan asap dan debu kembali menari-nari di sekitarku.

Lagi-lagi aku meledakkan sebuah gedung.

Scamatories: Kamose TheosWhere stories live. Discover now