14. Nothin'

668 144 74
                                    

Suasana kampung saat itu ramai oleh ibu-ibu yang sibuk bergosip di sebuah warung sayuran. Ben, yang kala itu sedang disuruh oleh Umi untuk membeli garam pun turut mendengar apa yang ibu-ibu tersebut bicarakan.

"Heeuh, aya nu ngomong ceunah si Alda rek nikah jeung si Chairil minggu harep." (Iya, ada yang ngomong katanya si Alda mau nikah sama si Chairil minggu depan)

"Ma enya bi?" (Emang iya bu?)

Salah satu ibu-ibu itu mengangguk, "Heeuh, ke ge pasti ujug-ujug aya ondangan nu datang geura." (Iya, entar pasti tau-tau ada undangan yang dateng deh)

"Ih, gening bisa ku tereh kitu sih." (Ih kok bisa cepet gitu sih)

"Ai anak jelema aya mah kudu dibisakeun wae pan ah." (Kalo anak orang berada mah harus dibisain terus)

Sepenggal percakapan itu terus terngiang sepanjang Ben berjalan kaki untuk pulang. Pikirannya mendadak melayang.

Ini kenapa bisa si Chairil tiba-tiba malah menikahi Alda? Bukankah Chairil pernah bilang kalau ia tidak suka pada Alda? Tapi kenapa tahu-tahu minggu depan sudah mau akad saja?

Tidak hanya itu yang menjadi pikiran Ben, namun juga perihal Wafda. Saat Wafda pulang ke Jakarta tempo lalu, Chairil berjanji bahwa ia akan tetap menunggu Wafda.

Chairil bahkan menjamin pada Ben bahwa ia benar-benar akan serius pada Wafda. Dan, Ben yakin kalau temannya itu bukan tipikal laki-laki yang labil.

"Astaghfirullah, kuat lieur aing mikirkeun kisah cinta batur." Gerutu Ben kesal, menendang batu. (Pusing amat gue mikirin kisah cinta orang lain.)

Di tengah perjalanan pulang, ponsel Ben berbunyi. Langkah kakinya terhenti seketika ketika melihat di ponselnya ada pesan masuk dari Wafda.

 Langkah kakinya terhenti seketika ketika melihat di ponselnya ada pesan masuk dari Wafda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ben tersenyum tipis.

Jika Chairil tidak bisa menepati janjinya, mungkin temannya itu memang bukan jalan takdir yang tepat untuk Wafda.

Sebenarnya, ia tidak begitu mengkhawatirkan perihal Wafda. Karena setelah pulang dari sini, gadis itu tidak pernah menyinggung apapun yang terjadi di antara ia dan Chairil.

Ketika mereka sedang berbalas pesan, Wafda hanya terus mengeluhkan tentang progres skripsinya yang hampir membuatnya gila. Wafda juga tidak pernah bercerita tentang kisah percintaannya. Ben berpikir, mungkin selama di Jakarta sana Wafda memang baik-baik saja.

"HALO AA' BEN ANU KASEP KACIDA, I'M COMEBACK!" (Ganteng luar biasa, gue kembali)

Ben mendecih, namun tak lama kemudian ia tersenyum menyambut kedatangan Wafda.

"Welcome back in paradise, Neng."

Ben sempat memindai penampilan Wafda tadi. Gadis itu datang dengan pakaian yang lebih sopan dari kedatangan pertamanya dulu. Meskipun sampai saat ini Wafda belum juga memakai mahkotanya. Tapi, tidak apa. Mungkin lain waktu.

AbditoryWhere stories live. Discover now