Bab 28 | 🌼Secercah Harapan🌼

118 43 4
                                    

Cuaca sejuk di siang hari seolah membawa secercah harapan. Abi dan Laras sedang berada di depan sebuah rumah yang tak lain ialah rumah bi Ija.

"Kenapa ke rumah bi Ija?" tanya Laras bingung.

Abi hanya diam dengan pertanyaan Laras, ia mengambil sebuah kunci yang berada di kantongnya dan membuka gembok.

"Lho, kok kamu punya kuncinya? Kan bi Ija udah lama engga pulang-pulang," ucap Laras semakin bingung.

Abi masih diam, ia masuk ke kamar bi Ija mengambil mencari sebuah berkas yang ada di lemari.

"Kamu ngapain sih Bi? Orang nanya, dijawab dong. Malah diem aja," tanya Laras yang kesal akan kelakuan Abi.

Abi yang telah mendapat sebuah berkas, menyodorkannya ke Laras. "Baca rangkaian strategi bi Ija!" ucap Abi.

Pertama
Aku akan membuat mereka percaya padaku.
Kedua
Aku akan membuat mereka terpecah bela, dan tidak percaya satu sama lain.
Ketiga
Aku akan mengambil salah satu dari mereka.
Keempat
Aku akan membawanya jauh. Sangat jauh, hingga yang lainnya merasa dia telah mati.
Kelima
Akan ku hancurkan orang yang mengambil kebahagiaan ku.
Keenam
Aku akan mengatakan kebenaran dan membuat mereka hancur berkeping-keping.
Ke----

"Apa? Apa maksud dari surat ini? Bi Ija sejahat ini?" ucap Laras menggenggam erat kertas itu.

"Gue udah berusaha mencari tahu teka-teki dari tulisan ini. Kata 'mereka' yang tertulis di kertas itu ialah Lho sama Fadil. Kata 'mengambil salah satu' itu tandanya Kak Hasbi dan dia bilang 'seolah mati' itu tandanya kemungkinan besar Kak Hasbi masih hidup," ucap Abi.

"Tapi, kenapa kau waktu itu bilang, mayat yang ada di rumah sakit ialah bang Hasbi?" tanya Laras.

"Gue juga baru tahu Ras. Lho tau kan orang yang merusak di rumah sakit waktu Kak Hasbi dirawat. Gue denger dengan jelas dia bilang 'Hasbi diculik oleh orang yang menyayanginya' itu artinya bi Ija menyayangi Hasbi. Tapi mengapa di kertas ini tertulis sangat mengerikan?" ucap Abi mencoba mencerna.

"Iya juga, Laras dah lama ingin bertanya soal ini, tapi engga tau mau nanya siapa, tapi walaupun begitu kalau emang bang Hasbi masih hidup. Ku harap dia baik baik saja. Lantas, masalah pernikahan? Apa hubungannya?" tanya Laras.

"Oh iya, sebentar," ucap Abi sambil mencari sebuah kertas.

"Nah ini," ucap Abi sambil menyodorkan kertas yang ia dapat di bawah kasur.

"Tiket?"

"Kalau dilihat-lihat, tanggal tiket ini dibeli seminggu sebelum kejadian onar di rumah sakit. Tiket ini untuk pergi ke Turki. Kemungkinan besar Kak Hasbi dibawa ke Turki," ucap Abi.

"Sejak kapan kau tau ini semua?" tanya Laras.

"Minggu kemarin, gue dengan Rahel mencari informasi mengenai ini."

"Jadi gue mau ngajak lho nikah karena kalau dengan kita menikah. Gue bisa bawa lho ke Turki," lanjut Abi.

"Engga, Laras kaga mau Abi mempertaruhkan kehidupan Abi buat masalah Laras. Laras bisa pergi ke Turki sendiri. Bantuan Abi sampai sini aja, udah sangat membantu Laras," ucap Laras.

"Sudah kuduga reaksinya," ucap batin Abi.

"Jangan bodoh! Disana bukan hanya biaya pergi, tapi kehidupan sehari-hari, belum lagi lho harus ngekos, dan Turki itu luas bukan perumahan yang bisa lho tanyain satu-satu. Gue juga bukan orang bodoh yang mau nikah kalau engga ada alasan," ucap Abi.

"Emang apa alasannya?" tanya Laras.

"Karena gue suka sama lho. Gue pengen pandangan ini menjadi halal, sentuhan yang selama ini gue jaga gue pengen halalin semua itu. Gue ingin zina pikiran, zina hati, zina mata, yang selama ini gue hindari, bisa dengan mudah terhindar dengan gue nikahin lho Ras. Akh!!! Kaga mungkin kan gue bilang gitu. Malah ada dia ilfeel sama gue," ucap batin Abi yang tersiksa.

"Kok diem?" tanya Laras.

Abi memalingkan muka. "Gue disana mau lanjutin kuliah. Kalau gue cuma pergi sendiri, bokap gue engga bakalan izinin gue. Gue disuruh lanjutin perusahaan yang bukan bakat gue Ras. Gue mau memujudkan cita-cita gue," alibi Abi.

"Walaupun begitu pernikahan adalah suatu hal yang sakral Bi," ucap Laras.

"Iya gue tau itu, tapi ini demi kebaikan lho juga Ras. Gue pengen lho bisa ketemu Kakak lho. Dan gue bisa mewujudkan cita-cita gue," ucap Abi.

"Emang apa cita-cita lho sih? Sampai nekat gini?" tanya Laras bingung.

"Cita-cita gue itu memiliki lho seutuhnya," ucap batin Abi.

"Gue... Gue... Ingin jadi seorang penulis. Karena itu harus banyak pengalaman biar bisa membuat karya yang indah dan bermanfaat. Eh kok nanya gue mulu. Lho tuh kaga mau apa ketemu Kakak lho?"

"Gini yah, kalau lho nikah sama gue, gue bakalan cari Kakak lho dimanapun dia berada. Dan yang jelas lho bakalan tinggal dengan nyaman tanpa memikirkan biaya. Oh iya dan satu hal yang pasti, Fadil bakalan gue ajak dan gue sekolahin di sekolah yang ter-terbaik," ucap Abi percaya diri.

"Promosi bang, ceritanya?" sindir Laras.

"Akhh!!! Serius dikit napa?" kesal Abi.

"Tapi Bi, ini seperti Laras memanfaatkanmu. Dan Laras engga bisa lakuin ini."

"Engga sama sekali, gue juga kan butuh bantuan lho," lanjut Abi.

"Tapi Bi, kamu bukan orang yang Laras su---"

"Ssstttt...," ucap Abi sambil menyodorkan jari telunjuknya ke bibirnya sendiri.

"Udah jangan lanjutin omongan lho, kalau lho kaga mau yah udah. Gue mau cabut dulu," ucap Abi spontan dan membalikkan badannya.

"Ehhh tunggu-tunggu," ucap Laras menghentikan Abi.

"Apa?"

"Laras mau."

"Serius mau?"

"Iyaaa, Laras mau nikah sama Sultan Abi Pranata," ucap Laras tegas.

"Oke." Singkat Abi. Padahal jantungnya berdetak kencang, tapi dia tetap mempertahankan sikap coldnya.

"Ini sudah sore, pulang dulu! Besok gue ajak ke rumah, ketemu bokap nyokap gue," ucap Abi.

"Lah? Kenapa engga sekarang aja? Terus besok nikah?" tanya Laras.

"Lho kebelet nikah yah, nih yah kita harus minta restu dulu, persiapan tenda, baju pengantin, dan masih banyak lainnya. Minimal paling kaga minggu depan kita nikah," ucap Abi.

"Restunya kita minta malam ini, engga usah di tenda, di masjid aja, terus baju pengantin kita pake baju ini aja. Kan baju kondangan ini bagus juga," usul Laras.

"Lho ngomong gitu, berasa kita nikah karena kepergok berbuat mesum. Terus di arak keliling kampung, dan dinikahin hari itu juga. Bokap gue Sultan Prabu Pranata, direktur perusahaan pempes terbesar di Indonesia. Yah kali bokap setuju dengan usulan lho. Bersabarlah, yang jelas entar nikah," ucap Abi spontan.

"Iya juga yah. Yaudah calon suami pura-pura. Terimakasih banyak," ucap Laras.

"Kata 'pura-pura' nya bisa diilangin kagak?"

"Kagak."

"Sabar... Sabar... Masih bocil...," gumam Abi.

Abi melangkahkan kaki mengantar Laras ke rumahnya sambil membawa berkas-berkas yang ada di rumah bi Ija.


Bersambung...



Laras | Sudah Terbit ✓Where stories live. Discover now