01 - Sistem Unik

912 145 104
                                    

"Sistem unik sekolah telah mempertemukan kita. Apakah itu bisa disebut takdir?"

-Syafika Evalianaz-

= GIOFI =

"Eh, dia Syafika Evalianaz, kan? Yang ranking satu di jurusan IPS itu?"

"Dia tergeser jauh, namanya ada di daftar anak kelas IPS E."

"Kasihan ya, capek-capek ranking malah digeser jauh-jauh dari kelas awalnya."

Bisik-bisik para siswi terdengar saat Afi baru saja berdiri di depan mading pengumuman hasil pengacakan kelas terbaru. Afi jadi grogi dan melangkah mundur, tak berani melihat ke daftar nama siswa. Dia akan menunggu sampai sekumpulan siswi itu pergi.

Ada suatu sistem yang selalu dibilang aneh oleh siswa SMA Darwijaya.

Sistem itu berupa pengacakan kelas siswa di setiap semester. Untuk semester ganjil, siswa diacak berdasar nilai dan diurutkan dari nilai tertinggi di kelas 1, ke rendah di kelas 5. Sedangkan di semester genap pengacakan kelas akan diadakan lagi secara acak tanpa mempertimbangkan seberapa tinggi nilai siswa tersebut.

Dengan harapan agar semua siswa dapat berbaur dan saling berbagi ilmu, sehingga yang pintar tidak hanya di kelas atas saja, tetapi kepintarannya menyebar ke satu sekolah karena faktor lingkungan.

Untuk urutan kelas di semester ganjil menggunakan angka, contohnya seperti kelas X IPA 1, X IPS 1, X IPA 2 dan seterusnya. Sedangkan di semester genap, kelas menggunakan huruf, contohnya seperti kelas X IPA A, X IPS A, X IPA B dan seterusnya.

Sistem pengacakan kelas pada dua semester hanya berlaku bagi siswa kelas X dan kelas XI, tidak untuk kelas XII.

Memang sedikit memusingkan, tapi di situlah tantangannya. SMA Darwijaya dengan banyak keunikannya, membuat para siswa tertarik untuk mendaftar dan bersekolah di sana. Termasuk Afi, yang masuk ke sekolah itu dengan penuh ekspektasi dan harapan tinggi orang tua.

Dia berhasil masuk di kelas X IPS 1 pada semester ganjil yang lalu. Namun, di semester selanjutnya, dia tidak beruntung. Sekarang namanya tergeser jauh dan berpisah dari teman-teman kelasnya yang lama.

Afi menghela napas kasar ketika melihat namanya, Syafika Evalianaz, berada di urutan absen ke-31 di kelas X IPS E. Itu berarti, Afi harus berbaur dengan orang baru lagi, teman baru lagi.

"Bisa habis gue diprotes ortu," gumam Afi sambil melangkah ke kelas X IPS E.

Begitu sampai di depan kelas tersebut, Afi baru menyadari bahwa dia terlambat masuk karena menunggu sekumpulan siswi tadi pergi dari mading. Keterlambatan ini membuatnya lagi-lagi jadi pusat perhatian kelas ditambah satu guru yang rupanya sudah hadir untuk memberikan arahan sebagai wali kelas.

Bu Nagita menyambut Afi dengan lembut, "Syafika Evalianaz ya? Ayo masuk! Jangan malu-malu."

Bisik-bisik siswa terdengar lagi, mereka membicarakan Afi tentunya.

"Kamu itu satu-satunya siswi dari kelas X IPS 1 yang digeser ke X IPS E. Bagaimana perasaan Syafika?" Bu Nagita iseng bertanya.

Afi hanya tersenyum masam. Sudah jelas perasaannya amat tidak enak, tidak suka, ingin protes, dan ingin pulang ke rumah saja. Ditambah, dia adalah anak yang tidak mudah berbaur dengan lingkungan sekitar. Afi sudah berekspektasi seburuk mungkin mengenai masa depannya di kelas ini. Pasti tidak enak.

"Kaget nggak?" Bu Nagita akhirnya bertanya lagi, membantu Afi.

Dengan malu-malu Afi mengangguk dan langsung dihadiahi sahut-sahutan heboh para cowok di kelas.

GIOFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang