Bab 21. Ini Jadi Lanjut?

Start from the beginning
                                    

Ciko yang tersadar dari kenyataan langsung memeluk Aluna. "Huaa, gue nyesel. Tapi nggak papa, karena pak Bara good looking."

Heh? Gimana-gimana?

"Kenapa lagi, Cik? Hiperbola banget. Lo nekat mutilasi diri sendiri saking gregetnya sama senyuman pak Bara, gitu?"

"Anjim, itu kenapa serem banget, sih? Kalau udah dimutilasi, nggak mungkin gue ada di sini. Gue nggak ada revisi, coba."

Wah, berkat, tuh. Atau mungkin Ciko lagi hoki aja. Rasanya mustahil tanpa revisi untuk ukuran kapasitas medium atas seperti Ciko ini. Eh, tapi kan anak ini juga lumayan pintar.

"Wah, keren! Gue aja udah nyerah mau revisi satu paragraf. Gila nggak tuh, pak Garda beneran alien jahat, tuh." Alien ganteng yang suka menggoda, sih. Aluna jadi malu sendiri teringat kejadian beberapa waktu lalu.

"Keren pala lo! Mana ada, dia itu sayang! Makanya doi peduli sampai bela-belain nyari kesalahan bukannya kayak gue," balasnya menggebu-gebu menggoncang badan Aluna.

"Lebay amat, Cik. Santai, aja."

"Arghh! Kenapa? Kenapa ini terjadi?" tanyanya pada diri sendiri, menjambak rambut kemudian mengacaknya tak beraturan. Tak Aluna sangka, efek berbahaya Bara besar juga.

Tak enak hati, Aluna memikirkan kata-kata yang pas menghibur temannya. "Coba ambil sisi positifnya. Mungkin lo pernah bikin kesalahan sampai beliau dendam."

Ciko mendongak, mengacungkan jari tengahnya. "Itu positif dibagian pastinya, ya? Lun, gue harus bagaimana? Tadi gue nemu ada typo di beberapa kalimat. Ya, kali pak Bara nggak ngeh. Paling tidak revisi typo aja, tapi kenyataannya dibaca aja kagak langsung main ACC. Gue sakit hati, nih." Setelah puas mengungkapkan isi hatinya, Ciko memeluk pinggang Aluna dan mampir membuat rok temannya melorot.

"Ciko, berhenti, sebelum bagian bawah gue telanjang!" Aluna membenahi rok selututnya. Demi apapun, ia sangat malu sekarang. Beberapa cowok yang melihat juga seperti tengah menunggu puncak kejadiannya.

"Minta maaf aja, kalau ditanya alasannya apa jawab aja senormalnya."

"Udah, jangan lemas kayak anak kambing baru lahir. Ini belum sidang, loh. Taklukan hati pak Bara dulu, tulis permintaan maaf sebanyak 999 kata tiap harinya."

"Nggak lucu."

Aluna terkekeh, menikmati kebahagiaannya di atas penderitaan orang terdekatnya. Bak seperti tengah menari salsa di atas makam duka Ciko.

***

"Mas kenapa jahat gitu sama Ciko?"

"Mas? Yang ada masalah itu kita, jangan melibatkan orang disekitar ku, dong," lanjutnya berbaring menunggu selesainya bagian server yang diunduh.

"Siapa yang melibatkan siapa? Kamu pikir Mas tidak bekerja semsestinya?"

Aluna mengangguk kuat, membenarkan pernyataan barusan. "Dengar, ini masalah Mas. Lagi pula ini salah satu trik menempa mentalnya, apa ada perubahan atau tidak. Sudahlah, kamu tak perlu tahu. Bagaimana bimbinganmu? Apa ada kendala atau malah dipermudah oleh dia?"

"Mas terlalu membesar-besarkan. Pak Garda professional, kok "

"Dia tidak berbuat macam-macam, kan?"

"Astaga, Mas. Jangan curigaan gitu."

Ketukan pintu luar menghentikan obrolan mereka. Bara lebih dulu bangkit, membuka pintu kemudian akan menutupnya setelah melihat siapa yang bertamu malam-malam.

"Tunggu sebentar, Bara," sela Garda menahan pintu yang akan tertutup.

"Apa yang kau mau brengsek? Tidak akan ku berikan anak perempuan ku pada laki-laki urakan seperti mu!"p

"Siapa yang ingin menemui Aluna."

Bara menyerah, namun masih menggunakan badannya menghalangi pintu. Garda melirik dan tersenyum pada Aluna yang tak jauh berada. Beralih pada Bara, ia harus menyiapkan kalimat yang tepat untuk kesekian kalinya setelah diusir puluhan kali.

"Apa mau mu?"

"Hanya ingin bertamu sebagai rekan kerja biasa."

"Jangan menipu, sebelumnya kita pernah sedekat ini."

"Oh, benar. Ini, untuk mu. Dengar-dengar, anda suka yang manis-manis akhir-akhir ini. Tenang saja, itu rendah kadar gula namun masih tetap ada rasa manisnya."

Bara mengambil kotak tersebut, tangannya terangkat ingin membanting, namun sebelum itu Garda lebih dulu mengambil kembali. Tidak akan ia biarkan jerih payahnya kembali hancur seperti yang sudah-sudah. "Kalau anda tidak suka, saya bisa memakannya sendiri atau bersama Aluna."

"Brengsek, beraninya."

"Mas, jangan garang-garang, ih. Tenang dulu, kalau Mas nggak mau buatku juga nggak papa."

"Hah?"

"Terima kasih, Pak Garda."

"Sama-sama, kalau begitu saya pulang."

"Benar, pergi sana!" bentak Bara menutup kencang pintu.

"Kenapa diterima? Kalau ada jampi-jampinya, gimana?" Bara mengambil dari pegangan Aluna.

"Mas benar. Kalau begitu, Mas cobain dulu, gih. Kali ada racunnya," candanya berlalu mengambil air minum.

"Hm? Ini dari toko kue yang itu?"

"Masa? Aku juga nggak tahu, sih." Tatapan mencurigai Bara membuat Aluna mengalihkan pandangannya. Terlalu takut dan gugup kalau bertatapan langsung.

"Hm, pak Garda lebih perhatian, ya. Jangan-jangan dia malah suka sama Mas lagi." Kabur, ah. Sebelum kena semprot siraman kalbu.

"Aluna!!"

TBC.

Thanks for vote and comment.

Written by : Arbayahs

24-02-01

Huhu, sorry pendek. Lagi sibuk banget, sama moodnya juga susah masuk. :((

Keep Your SmileWhere stories live. Discover now