11 |✨Larangan✨

34 3 0
                                    

"Semesta bukannya tidak mengizinkanmu bahagia. Hanya saja, semua ada waktunya."

🟡🟡🟡

"Masih ingat rumah lo?" Kinan lebih dulu bersuara.

Firen gelagapan. "I-itu Kak, tadi aku-"

"Nggak usah cari alasan!"

"Lihat tuh anak Mama, nggak tau diri! Masih mending kita kasih tempat tinggal di sini," ujar Kinan pedas sambil melirik ke arah sang mama yang juga tengah menatap Firen dengan tajam.

Firen menunduk. Ia sudah tau apa yang akan terjadi jika pulang terlambat. Kepalanya berdenyut nyeri, serta pahanya yang masih terasa perih. Sebisa mungkin Firen menetralkan ekspresinya agar tetap terlihat baik-baik saja.

"Maaf, Ma. Aku ke kamar dulu. Kepalaku pusing banget," ucap Firen lemah sambil memegang kepalanya.

Tapi lagi-lagi Kinan menyambar ucapannya. "Nggak usah banyak gaya lo! Bilang aja mau ngehindar dari kerjaan!"

Firen menggeleng cepat. "Nggak Kak, kepalaku beneran pusing. Nanti kalau udah mendingan aku bakal kerja."

Tanpa menunggu persetujuan dari mama dan Kinan, Firen lebih dulu mengambil langkah menuju kamarnya.

Tapi, Kinan lebih dulu menghadang, mendorong keras bahu Firen hingga cewek itu mundur beberapa langkah.

"Enak aja lo main pergi."

"Kerja! Lo tinggal di sini nggak gratis!"

Firen memejamkan matanya sejenak. Ia tidak berbohong, kepalanya memang terasa sakit. Sejenak Firen berfikir, apakah ia benar-benar anak mama atau bukan?

Tapi kenapa mereka bertingkah seolah Firen adalah orang asing di sini?

"Ma," cicit Firen sembari melihat ke arah sang mama yang sedari tadi hanya diam.

Wanita paruh baya itu mendelik. "Apa? Kerja sana!"

"Jangan malas-malasan!"

Firen menghirup nafasnya. Bahkan mamanya sendiri tidak bisa untuk memahaminya sekali saja.

Dengan sangat terpaksa Firen menurut, ia berjalan dengan tertatih ke arah dapur. Tubuhnya sempoyongan lantaran kepala yang sangat terasa pusing. Firen kembali memejamkan matanya, tangannya memegang kepala yang terasa nyeri.

Prank!

Suara itu membuat Firen tersadar, meski tidak sepenuhnya karna rasa sakit di kepala lebih mendominan.

"FIREN! LO APA-APAAN SIH?" Kinan datang bersama mama dengan ekspresi tak biasanya.

Ternyata, Firen baru saja menyenggol sebuah gelas yang terletak di atas meja. Lagi-lagi ia melakukan sebuah kecerobohan.

Plak!

Satu tamparan mendarat dengan mulus di pipi Firen, membuat kepalanya tertoleh ke samping saking kerasnya pukulan itu.

Firen masih sadar, ia masih dapat menyadari siapa pelaku itu. Mama—wanita paruh baya itu menatapnya dengan tatapan membunuh.

Glow Up With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang