BAB 11

31.6K 4.8K 132
                                    

Gorden besar berwarna ungu berkibar bersamaan dengan masuknya angin dari luar jendela. Suasana hangatnya matahari dan dinginnya udara segar.

Di dalam sebuah ruangan bernuansa merah muda dan putih, terlihat seorang gadis berumur tujuh belas tahun sedang duduk di depan piano besar. Jarinya yang lentik menari-nari di atas tuts piano. Alunan suara piano, menghadirkan perasaan damai bagi pendengarnya.

Alyena menyudahi bermain pianonya. Membuka matanya yang sedari tadi tertutup, manik ungunya bersinar kala cahaya yang masuk memasuki pandangan Alyena. Count Lion, guru musik pribadi Alyena, bangkit dari tempat duduknya, menyeka air mata yang akan jatuh. Count Lion bertepuk tangan, bangga.

“Luar biasa, Putri,” Puji Count Lion dengan penuh semangat.

“Tidak salah lagi, anda memang pantas untuk menjadi seorang Ratu,” Ujarnya. Alyena tak menanggapi ucapan Cout Lion, dirinya terus menatap kosong kearah luar jendela. Count Lion yang melihatnya pun berpamitan, kemudian pergi meninggalkan Alyena.

Tak berselang lama, seorang laki-laki dengan berpakaian layaknya seorang kesatria, menerobos pintu masuk tersebut dengan santainya. Mendapati Alyena yang tak berada di depan pianonya, Eugene berlari menuju meja bulat yang di penuhi dengan berbagai macam kue.

Alyena yang menyadari kedatangan Eugene, menghembuskan napas pasrah. Alyena kembali meminum teh Darjeelingnya dengan tenang.

“Lagu yang kau mainkan tadi, terdengar sangat indah.” Eugene mengacungkan jempolnya dengan antusias. Alyena menggelengkan kepala.

“Bersikaplah, layaknya pengawal pribadiku,” Ucap Alyena, penuh dengan penekanan.

“Aku akan menjagamu saat berada di tempat umum. Saat berdua saja, kita akan menjadi sepasang teman.” Eugene tersenyum.

“Aku memilihmu untuk menjadi pengawal pribadiku, untuk menjagaku, bukan menjadi seorang teman,”  Balas Alyena.

Beberapa bulan yang lalu, Alyena memilih Eugene untuk menjadi pengawal pribadinya, dengan alasan sudah saling mengenal. Mendengar hal tersebut, Marquis Durrel menjemput Eugene dari Akademinya dan Eugene harus lulus dari sekolah lebih awal dari murid lelaki lainnya.

“Sudahlah. Eugene, bisakah Kau mengambilkan aku buku itu?” Alyena menunjuk ke sebuah buku bersampul merah yang berada di pojok ruangan. Eugene menatap mata Alyena sebentar, sebelum akhirnya ia berdiri dan kembali dengan buku di tangannya. Eugene menyerahkan buku tersebut kepada Alyena. Alyena tersenyum kecil.

Mata Alyena tak lepas dari setiap kata dan simbol yang ada di dalam buku itu. Karena penasaran, Eugene melirik buku yang di baca Alyena.

“Yang benar saja! Kau selalu saja membaca buku ini, tidak ada buku lain,” Ucap Eugene dengan ketus, yang dianggap Alyena kurang sopan terhadapnya.

“Tidak bisakah, anda bersikap lebih sopan, di hadapan saya?” Alyena menatap Eugene dengan tajam, tatapan dingin yang Alyena biasa lontarkan kepadanya.

Eugene tersentak, tak mengalihkan pandangannya padahal ia tak berani menatap Alyena lebih jauh lagi.

“Maaf, atas kelancangan saya terhadap anda, Putri.” Eugene menundukkan kepalanya.

Buku yang Alyena baca adalah buku yang masih sama, buku tebal yang ia baca sejak tujuh tahun yang lalu. Buku tentang kehidupan seorang Ratu Yvone. Buku yang sangat menginspirasi Alyena dengan alasan yang tidak jelas. Ia merasa seperti terikat begitu saja.

ASRAR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang