Nathan yang menyadari Chacha malu memeluknya dari samping. "Nggak usah malu, anggap aja kita lagi latihan sebelum jadi suami istri." bisik Nathan dan itu semakin membuat Chacha malu ditambah ia merasakan seperti ada kupu-kupu yang beterbangan diperutnya.

"Kok kamu tahu sih kalo aku yang nyiapin?" tanya Nathan.

"Ya taulah, siapa lagi coba yang bawa semua pembalut aku. Kalo mbak Sana dan mbok Ratih udah hapal makanya pikiran aku langsung ke kamu."

"Hehehehe, lagian aku bingung punya kamu banyak banget, beda-beda lagi bungkusnya. Makanya aku ambil satu persatu biar nggak salah." Chacha tertawa mendengarnya, ia memang mempunyai tiga macam pembalut ada yang untuk malam, ada yang ukurannya sedang dan pendek. Kalian para gadis pasti ada juga yang kek gitu kan?

"Nath!"

"Hmm" Nathan berdeham pelan.

"Makasih ya udah saranin aku buat percaya sama Ayah dan kasih Ayah kesempatan buat ngebuktiin kalo ayah aku emang nggak salah."

"Kamu benar, ayah waktu itu di jebak sama rekan kerjanya. Beruntung pihak hotel ngebantuin ayah buat cari bukti." Chacha menyandar kepalanya ke dada bidang Nathan, ia bisa dengar irama jantung Nathan yang berdetak seirama. Tak sengaja tangannya mengelus dada sebelah kiri Nathan, tepat di jantung laki-laki itu.

Nathan yang merasakan elusan di dadanya menunduk dan memegang tangan Chacha yang sedang mengelus dadanya. Rasa sesak itu kembali datang namun ia mencoba menahannya. Menikmati elusan gadisnya.

*******

Chacha menatap malas berita di TV kamar Nathan. Gadis itu kemudian melirik ke arah Nathan yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Lagi nonton apa?" tanya Nathan saat laki-laki sudah duduk di samping Chacha.

"Lagi nonton berita kebakaran." Nathan menatap layar TV yang menampilkan berita tentang kebakaran.

"Kasian banget. Kira-kira penyebabnya apa yah?"

"Katanya sih api By," Nathan mengerutkan keningnya dan menatap ke arah Chacha yang sedang mengunyah ciki.

"Kamu pintar banget sayang." Nathan mengusap lembut rambut Chacha dengan gregetan.

"Nath keluar yuk bosen" Chacha menaruh kepalanya ke bahu Nathan dan memainkan tangan Nathan dengan malas.

"Males keluar, diluar banyak butiran debu. Nanti aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi gimana?" Chacha menatap Nathan dengan kesal. Sedangkan Nathan tertawa melihat ekspresi wajah Chacha yang menurutnya ngeselin tapi gemes.

"Nathaaaannnnn ih pengen keluar." rengek Chacha.

"Emang mau kemana? Diluar cuacanya mendung loh" Chacha mengerucutkan bibirnya. Karena gemas Nathan mengapit kedua pipi Chacha membuat bibirnya tambah maju. Entah dari dorongan dari mana, Nathan memajukan wajahnya dan menempelkan bibirnya dengan bibir Chacha. Mereka saling menatap, Chacha memejamkan matanya saat merasakan bibir Nathan bergerak. Ia hanya diam karena ini pertama kalinya ia berciuman. Cukup lama mereka berciuman hingga Chacha merasakan dadanya sesak, Nathan yang tahu Chacha butuh oksigen melepaskan ciuman mereka. Nafas mereka terengah-engah, mereka menghirup oksigen dengan rakus.

Chacha mematung, jantungnya berdetak kencang. Ini pertama kalinya Nathan mencium bibirnya. Wajahnya semakin memerah kala Nathan menatapnya dengan intens.

"Chaa kamu nggak papa kan? Maaf tadi aku ngelakuinnya......."

"Nggak papa" ucap Chacha dengan cepat. Nathan bernapas lega kemudian memeluk gadis itu dari samping.

"Kamu nggak marah kan? Aku minta maaf soal tadi." Chacha hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia hanya kaget dan untuk pertama kalinya Nathan menciumnya dibibir.

"Nath ayo keluar. Aku pengen makan sate." Berbeda dengan jawaban yang tadi, Nathan mengangguk mengiyakan dan menyuruh Chacha bersiap-siap.

Mereka berdua tiba di penjual sate, setelah memesan mereka berdua memilih duduk di pinggir dekat tembok.

Untuk mengurangi rasa bosan, Chacha membuka sosial medianya men scroll berita tentang biasnya. Tak lama setelah itu pesanan mereka berdua datang. Nathan memesan sate taichan sedangkan Chacha memesan sate yang pake bumbu kacang dengan sepiring lontong.

"Nath cobain deh sate yang ini enak banget." Chacha mengarahkan satu tusuk sate ke arah Nathan namun laki-laki itu menolaknya.

"Kamu lupa ya, aku kan nggak suka makan kacang," Ucap Nathan dengan lembut membuat Chacha menepuk dahinya. "Hehheheh sorry By, lupa"

Setelah selesai mereka memutuskan untuk langsung pulang. Nathan memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Chacha. Mereka berdua turun dan berdiri di depan teras rumah Chacha. Laki-laki itu menoleh menatap Chacha yang yang juga menatapnya.

"Kamu yakin nggak mau nginep di rumah?" tanya Nathan dengan khawatir pasalnya kedua orang tua Chacha lagi di Bali, ia takut terjadi apa-apa sama Chacha. Namun gadis tetap menolak.

"Aku di rumah aja. Lagian mbok Ratih kan sudah pulang dari kampung. Jadi aku nggak sendiri."

"Tapi kalo tiba-tiba hujan deras gimana? Kamu nggak takut kan? Atau aku nginep aja ya di rumah kamu." Chacha tersenyum lembut, hatinya menghangat saat tahu Nathan begitu khawatir. Dengan lembut Chacha memeluk Nathan dari samping dan mencium kedua pipi Nathan. "I love you more sayang." bisik Chacha. Entah karena apa, Chacha sangat ingin mengucapkan kata itu.

"Nggak usah khawatir, aku juga sudah tak terlalu takut kalo hujan yang penting nggak mati lampu." Nathan membalas memeluk Chacha tak kalah erat. "Kalau ada apa-apa telfon aku." gadis mengangguk pelan.

"Kamu masuk duluan aja, setelah itu baru aku pulang." Chacha menolak, gadis itu mengantar Nathan sampai ke mobil. Nathan mengecup lembut kening Chacha sebelum masuk ke kursi kemudi.

Setelah memastikan Nathan pergi. Chacha masuk ke dalam rumah untuk tidur. Karena besok ia harus bangun pagi untuk membuat kan bekal untuk Nathan dan dirinya.










Holla guys i'm comeback. Semoga kalian terhibur ya. Jika suka, jangan lupa follow, vote dan comment ya.

Tolong kalo kalian nemu typo di comment ya biar bisa langsung tahu.

NATHANIEL (COMPLETED)Where stories live. Discover now