Chap. 23

1.2K 145 12
                                    

"Hinata ?"antusias terlihat di wajah wanita berambut legam dengan dua cepolan manis yang bertengger di kepalanya itu. Tenten cukup terkejut atas kedatangan Hinata kali ini.

"Masuklah," titahnya lembut, Tenten menggeser tubuhnya dan mempersilahkan Hinata untuk masuk. Wanita bersurai indigo itu hanya membawa tas travel kecil, tentu saja itu berisi beberapa potong pakaiannya. Terlihat bahwa ia akan menginap lumayan lama di Tokyo. Kepala indigo Hinata celingak celinguk mencari sesuatu.

"Dimana Kenzo ?" tanya Hinata, ia mendaratkan bokongnya di sofa apartemen Neji dan menghela napas lelah di udara.

"Dia masih sekolah, sebentar lagi pulang, Hinata," jawab Tenten tenang. Wanita dewasa itu berjalan anggun menuju ke kitchen counter untuk membuatkan minuman.

Tapi bukan Hinata namanya, ia tak bisa diam dan bergerak untuk menbuntuti saudari iparnya. Ia menyandarkan pantat sintalnya di meja kitchen counter, menghadap lurus ke arah Tenten yang sedang sibuk menyeduh ocha untuknya.

"Apakah kau akan lama di sini ?" tanpa menoleh wanita itu bertanya pada Hinata yanga sedang memperhatikannya.

"Belum tahu," balas Hinata, ia mengerdikkan bahunya.

"Apakah dia tahu kau kemari, Hinata ?" Tenten membalikkan tubuhnya, sorot mata mereka saling berhadapan, lama.

"Dia ?" Hinata menukikkan alisnya, ia tahu siapa yang dimaksud Tenten.

Tenten mengangguk-angguk. Tangannya tampak sibuk menyiapkan teko berbahan alumunium untuk diletakkan di atas kompor.

"Apakah Neji menceritakan sesuatu padamu tentang dia ?" lanjut Hinata lagi dengan raut wajah yang tak bisa ditebak.

"Tentu saja, Hinata,"

Hinata kembali ke sofa, enggan untuk melanjutkan pembicaraan. Sedangkan Tenten sibuk menanti teko siul itu berbunyi. Pertanda bahwa air yang dimasak sudah mendidih. Selang waktu lima belas menit, Tenten berjalan pelan membawa sebuah nampan menuju ruang keluarga yang berada tak jauh dari kitchen counter. Meletakkan dua cangkir ocha yang masih mengepul berikut kudapan berupa 10 kue mochi yang ditata secara estetik di atas piring ceper. Akhirnya, Tenten ikut mendaratkan pantatnya di sofa depan TV, tempat Hinata sedang asyik menonton acara reality show.

"Dia mencintaimu," lanjut Tenten lagi.

"Ya, aku tahu. Aku ke sini untuk menginap di sini. Aku tak ingin merepotkan dirinya. Aku juga ingin membuat kejutan untuk putranya," melirik Tenten sekilas, pandangan netra kelabunya beralih ke televisi.

"Kejutan ? kenapa kebetulan sekali ya ?"

"Apa maksudmu ?" Hinata tersentak, mengecilkan volume televisi dan mulai fokus pada pembicaraan.

"Kebetulan, lusa bakal ada event penting di sekolah Kenzo. Ada event tahunan, namanya Word Challenge,"

"Word Challenge ?" cicit Hinata penasaran.

"Ya, sejenis ajang untuk mengasah bakat anak dalam mempresentasikan sebuah kata. Kata tersebut dipilih secara acak dan setiap peserta hanya diberi waktu 30 detik untuk bercerita mengenai kata tersebut di atas podium," Tenten menjelaskan secara singkat tentang event tersebut.

Hinata menyesap ocha buatan kakak iparnya perlahan dan menganggukkan kepalanya, pertanda mengerti.

"Oh, menarik," balasnya antusias.

"Kau tertarik ?"

"Untuk ?"

"Untuk melihatnya,"

"Apakah boleh ?"

"Tentu saja, setiap peserta bebas mau membawa siapapun anggota keluarganya, Hinata. Kuharap kau bisa ikut. Kau bisa menjadi salah satu tim pemandu sorak untuk Kenzo, hihihi" Tenten terkikik geli sendiri, ia tak bisa membayangkan bagaimana seorang Hyuuga Hinata membawa pom pom dan berteriak-teriak menyebut nama putranya saat tampil nanti.

Never Say Goodbye (End) √Where stories live. Discover now