4 | Lana vs Shania

Beginne am Anfang
                                    

"Masuk!" Tuh kan gawat.

Aku memberanikan diri menyeret langkah ke dalam ruangan. Rasanya, kaki ku mati rasa! Mau putar balik juga tidak bisa. Langkahku sudah sejauh ini dan memutuskan putar balik? Tidak! Ini demi keadilan sekolah.

"Lana? Kenapa kau ke sini? Jangan bilang kau mau meminta tambahan jatah fasilitas. Jika kau mau begitu, berusaha-lah mengubah diri jadi lebih cantik. Apa kau mengerti?"

Padahal, aku belum melayangkan protes. Tapi mengapa langsung di sambar begitu saja? Pites ginjal seseorang dosa nggak, sih?

"Jadi---"

"Lana, apa kau tuli? Sudah saya bilang, Lana. Jika kau mau seperti Shania, cobalah kau mengurus diri, membeli beberapa alat kecantikan. Minimal di toko pinggir jalan. Itu sudah termasuk usaha, lho."

Aku tersenyum tipis menanggapinya. Ternyata anak dan ibunya sama saja! Sama - sama bikin tensi naik! Sudah tahu uang bulanan menipis, sekarang saja aku mengambil kerja paruh waktu di tempat makan tidak jauh dari rumah.

"Sudah? Silahkan keluar!"

"Bu, Lana 'kan belum--"

"Sudah saya bilang, angkat kaki dari ruangan saya! Kamu itu hanya murid biasa, tidak berhak berada di sini terlalu lama."

Huft, andai saja beliau bukan kepala sekolah, sudah-ku potong lidahnya kecil - kecil! Sudah aku bilang, hanya orang berparas cantik yang dapat didengar baik kepala sekolah.

Aku menekuk garis-garis mimik muka-ku. Walau aku gagal menggoyahkan pikiran kepala sekolah, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku harus menghentikan progam sialan ini.

***

Tidak ada langkah terlewati tanpa hentakkan sepatu. Dibenakku dipenuhi banyak tanya sekarang ini. Bagaimana caranya agar bisa menghentikan sistem Beauty Rate?

Lo tahu? Berani bener dia ke ruang kepsek.

Udah, biarin aja. Omongan dia nggak bakal didenger sama bu kepsek. Kan dia dapet ranking bawah dalam sistem Beauty Rate.

Dan masih banyak lagi cibiran. Terusik? Tidak, kata 'terusik' saja belum cukup mewakili. Asal tahu saja, menjadi buah bibir semua orang adalah ketidak nyamanan yang tak bisa dielak.

Jujur saja, ada yang lebih terngiang di tumpurung kepala-ku daripada cibiran yang mereka berikan. Ya, perkataan kepala sekolah tadi. Harus usaha? Beli beberapa peralatan make up di toko pinggir jalan saja tidak apa?

Pandanganku terjatuh pada toko kosmetik tidak jauh dari lokasi sekolah. Sebuah ide terlintas begitu saja. Apa lebih baik aku ke toko itu saja? Nanti, deh. Saat bel pulang sudah berdering, aku akan ke sana. Ya sekaligus, agar diriku terlihat cantik di depan Mas Sempur.. Eh maksud-ku aku harus berpenampilan cantik agar bisa didengar pendapatnya!

"Woi, Katak! Mau berusaha beli kosmetik supaya good looking?" tanya seorang gadis berseragam sama denganku. Siapa lagi jika bukan Shania. Dia yang paling sering menghampiriku hanya untuk memaki saja. Aku merotasikan bola mata. Memilih berbalik, mengabaikan semua perkataan Shania.

"Dasar perusak kebahagiaan!" teriak Shania, lantang. Aku menghentikan langkah, memutar balikkan otak. Apa? Perusak kebahagiaan? Apa Shania tengah bergurau? Aku salah apa hingga Shania menuduhku?

Aku segera melangkahkan kaki menjauh. Kali ini, gerakkan kaki-ku lebih cepat dari biasanya. Argh!

***

Aku mendengar penjelasan materi di kelas, malas. Walau ragaku ada di kelas, tapi pikiranku tidak pada tempatnya. Otakku masih berkecamuk dengan banyaknya rahasia si ratu sekolah, Shania. Aku berusaha mengikis rasa penasaran itu, tapi rasa penasaran tidak kunjung lenyap dari benakku.

Dimulai dari ucapan Shania tadi, bara api amarah dan takut di dalam dirinya, sebenarnya.. apa yang cewek itu sembunyikan?

"Lana! Ngelamun aja terus! Coba sebutin apa yang saya sampaikan." Aku terlonjak kaget. Apa pernyataan tersebut mengarah padaku? Aku menyapu pandangan, mencari nama 'Lana' selain diriku.

"Iya! Saya lagi berbicara denganmu!" Aku tergagap. Belum sampai lima detik, guru di depanku langsung membuka suara, "Kamu saya hukum bersihin toilet lantai dua!" Aku terpekur mendengar deretan kata itu. Bahkan, aku belum menggerakan tubuhku, hukuman sudah menghampiriku. Asal kau tahu saja, toilet lantai dua itu terkenal dengan ke-angkerannya. Katanya sih, di sana pernah ada murid gantung diri. Tidak ada yang berani menginjakkan kaki ke toilet lantai dua sendirian.

Tanggung jawab siapa kalau ada makhluk astral yang menampakkan diri?

"T-tapi di sana 'kan toiletnya nggak pernah kepakai. Kenapa saya harus--"

"Enggak ada alasan! Cepet beresin atau mau saya keluarkan kamu dari sekolah!" Udah galak, pake banget lagi! Aku mendesah pelan sebelum akhirnya benar - benar angkat kaki.

Kehidupan yang aku jalani sekarang ini.. menakutkan.

 menakutkan

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Jangan lupa juga buat share cerita SCARY BEAUTY ke orang terdekat/medsos kalian!

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


Jangan lupa juga buat share cerita SCARY BEAUTY ke orang terdekat/medsos kalian!


Spam komen buat next capt. Jangan lupa vote juga! See u ❤

SCARY BEAUTY [END✔️]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt