chapter 16

59K 2K 43
                                    

aholaaa maaf saya updatenya lama, si inspirasi ini yah kalau dateng tuh sukanya setengah-setengah. kalo dikata inspirasi itu X, pas kita itung pake segala macem rumus dan ngitung di kalkulator hasilnya pasti ERROR. jadi ya kalau yang minta update itu semua depend on my inspiration juga godaan iman untuk mangkir sana-sini dulu baru ke word hahaha.

gak bisa janji nih kapan updatenya tapi diusahakan secepatnya karena rasanya ini jadi kewajiban buat saya juga karena udah bikin penasaran readers sekalian, masa sih gak dilanjutin? nanti pada nyumpahin yang nggak-nggak lagi hahaha.

makasih ya yang udah baca, fanning, dan jangan lupa selalu vote sama comment ya maaf gak bisa dibalesin semua karena suka bingung mau jawab apa hehe. XOXO


****

“Hmmmmf!” Nalani mengeluh karena tidak bisa bernapas.

Radina melepaskan bibirnya dari bibir Nalani, membiarkan Nalani menghirup napas sebanyak mungkin sebelum ia menciumi bibir indah itu lagi. Gantinya, ciuman Radina beralih ke leher Nalani.

“Radina,” desah Nalani.

“Aheeem?” sahut Radina yang sedang asyik mengeksplorasi leher Nalani.

“Cukup,” kata Nalani dengan terbata dan berusaha mendorong Radina.

“Bentar lagi,” kata Radina lalu meneruskan pekerjaannya.

“Cukup, Radina...” kali ini Nalani benar-benar memohon.

Radina langsung kehilangan nafsunya mendengar nada ketakutan di suara Nalani.

“Maaf,” kata Radina.

Nalani hanya menunduk dengan tubuh yang begitu lemas.

“Maaf, aku egois,” kata Radina sambil memeluk Nalani.

Radina bisa merasakan degup jantung Nalani yang begitu kencang. Ia mengusapi punggung Nalani sampai degup jantungnya kembali normal.

Nalani sendiri sebenarnya merasa takut. Ia takut karena keganasan Radina yang begitu tiba-tiba dan terburu-buru tapi tidak bisa dipungkiri kalau ada desir-desir aneh di dalam tubuhnya yang menikmati apa yang Radina lakukan.

“Aku cari makan dulu,” kata Radina.

Nalani mengangguk saja karena rasa laparnya menghilang begitu Radina menciumnya dan berganti dengan rasa mulas.

***

Radina mengutuk dirinya sendiri. Kenapa dirinya bertindak di luar kendali?! Tubuhnya melemas bahkan ketika menunggu pesanan makanannya di restoran yang ada di apartemen. Jalannya semakin melambat begitu mendekati lift, apalagi ketika membuka pintu apartemennya.

“Nal, makan,” kata Radina.

Nalani tidak menyahut sampai-sampai Radina melihatnya di kamar. Nalani berbaring di atas tempat tidur dan sudah mengganti pakaiannya menjadi rok panjang dan kaus longgar.

“Duluan aja,” kata Nalani.

Radina memilih duduk membelakangi Nalani yang berbaring. “Kamu marah?” tanyanya.

Nalani diam.

“Aku gak tau harus gimana, Nal, tadi aku udah gak sadar. Percaya atau nggak, kamu bikin aku lepas kendali,” kata Radina.

Nalani mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka tidak berhadapan namun tidak juga saling membelakangi. Nalani memeluk tubuhnya sendiri.

“Nal, kamu diem gini cuma bikin aku tambah stres!” kata Radina, ia sungguh tidak suka komunikasi satu arah yang dilakukan olehnya.

“Kamu mau aku ngomong apa?” tanya Nalani.

“Kamu kalau marah ya marah lah jangan diem aja,” jawab Radina.

“Aku bingung.”

“Oke, bingung kenapa?”

Nalani mengangkat bahunya, ia tidak tahu kenapa makanya jadi bingung.

“Makan yuk,” ajak Radina, berusaha mengakhiri keadaan ini.

“Duluan aja,” kata Nalani.

“Kalau kamu gak mau makan ya udah temenin aku makan aja,” kata Radina.

Nalani menurut dan ia menunggui Radina yang makan di meja makan.

“Nih, aaaak,” kata Radina sambil mendekatkan sendoknya pada Nalani.

“Nggak,” kata Nalani.

“Kenapa sih kamu susah banget makan? Makanannya gak enak?”

“Bukan.”

“Terus kenapa?”

“Gak nafsu makan.”

“Nih, makan dulu dikit aja ya. Aaaak.”

“Aku bisa makan sendiri.”

“Tapi aku mau nyuapin. Aku suapin pokoknya, kamu tuh harus makan biar sehat.”

Nalani tidak berminat melawan Radina dan ia menurut saja ketika Radina menyuapinya.

“Abis makan kita jalan, ya. Kamu gak tau Bandung kan?” tanya Radina.

“Nanti aja jalannya sama Adnan. Aku mau tidur lagi,” kata Nalani lalu meninggalkan meja makan dan menuju kamar.

Radina menghela napas. Nalani oh Nalani.

***

Radina sedang mengisap rokoknya ketika Nalani membuka pintu kamar. Terlihat sekali Nalani baru bangun tidur, wajahnya masih sembap dan ia mengucek matanya meski sudah cuci muka. Radina yang sedang melamun tidak menyadari kalau Nalani sudah bangun.

“Adnan udah pulang?” tanya Nalani.

Radina terperanjat ketika melihat Nalani.

“Belum,” jawab Radina.

“Kemana sih?” tanya Nalani.

“Ke Subang, macet,” jawab Radina.

Wajah Nalani yang masih sembap justru tidak bisa mengalihkan pandangan Radina darinya. Wajah Nalani malah menjadi semakin cantik ketika ia mengumpulkan kesadarannya bagi Radina.

“Ohok, ohok,” Nalani terbatuk karena adanya asap rokok Radina.

O-ow, sorry,” kata Radina sambil mematikan rokoknya yang memang sudah hampir habis.

Nalani mengucek kedua matanya lalu menepuk pipinya. Radina jadi semakin merasa gemas.

“Kalau masih ngantuk ya tidur lagi, Nal,” kata Radina.

“Laper,” kata Nalani.

“Oooh mau makan? Yuk cari makan di luar,” kata Radina.

Nalani mengangguk. Ia sudah sangat lapar dan mengikuti ke mana Radina pergi.

***

Hening. Nalani menyuap makanannya sendiri tanpa berbicara barang sedikit pun.

“Nal, ada apa sih?” tanya Radina.

Nalani menggeleng.

“Kamu masih marah sama aku soal tadi pagi?” tanya Radina.

Nalani menggeleng lagi.

“Terus kamu kenapa sih? Diem aja kayak gini bikin aku ngerasa bawa mayat hidup,” Radina mengeluh.

“Nggak ada apa-apa,” akhirnya Nalani mengatakan sesuatu.

Tell me, ada apa sama Agung?” Radina mulai bermain tebak-tebakan dengan Nalani.

“Gak tau,” jawab Nalani.

“Kok gak tau?”

“Seminggu ini Agung gak ngasih kabar apa-apa, padahal biasanya setiap hari.”

Jadi selama ini?! Radina membelalakan matanya.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang