chapter 7

67.8K 2.4K 25
                                    

Seminggu berlalu setelah Nalani ke luar dari rumah sakit. Kini ia hanya perlu kontrol ke dokter. Radina menemaninya, tanpa protes sama sekali. Radina memang membaik setelah Nalani dirawat di rumah sakit. Ia tidak lagi rewel minta ini-itu pada kedua orangnya dan jadi lebih penurut. Waktu teman-temannya datang ke rumahnya untuk mengajak ia pergi pun ia menolaknya dengan alasan ayahnya akan marah, padahal ayahnya tidak akan melarangnya hari itu.

 Dokter Samuel memuji kemajuan yang Nalani alami. Tinggal sekitar 3 bulan lagi Nalani melahirkan sehingga Nalani perlu berjuang sedikit lagi. Begitu Dokter Samuel selesai memeriksa Nalani, Radina pun segera membawa Nalani pulang ke rumah.

Wajah Nalani memucat begitu mereka di perjalanan pulang. Tubuhnnya terasa lemas namun ia tidak berkata apa-apa pada Radina. Seperti biasa mereka tidak bicara satu sama lain meski hanya berdua. Nalani menutup matanya, berusaha untuk menenangkan diri sambil mengelusi perutnya yang membuncit.

Sesampainya di rumah, Nalani berjalan terhuyung di belakang Radina. Radina tidak menyadarinya sampai Nalani jatuh tiba-tiba di ruang tamu.

“Nal? Nalani...” panggil Radina.

Nalani tidak menyahut. Matanya terbuka dengan lemah dan tubuhnya tergolek lemas dengan darah segar yang mengalir melalui pahanya.

“Nalani! Nalani!” panggil Radina sambil mengangkat tubuh Nalani.

Nalani tidak juga menyahut. Terdapat darah yang mengucur di kakinya.

“Radina, ada apa? Astaga, Nalani! Cepat bawa ke rumah sakit lagi!” kata ibu Radina.

Radina dengan sigap membopong Nalani kembali ke mobil. Ibu Radina mengikuti Radina pergi dan ia khawatir setengah mati jika sesuatu yang buruk terjadi pada Nalani. Begitu sampai di rumah sakit, Nalani langsung masuk ke UGD.

“Ya Tuhan, semoga bukan hal buruk yang terjadi,” kata ibu Radina.

Radina jadi cemas sendiri karena ia tidak memerhatikan keadaan Nalani. Ia khawatir akan dimarahi oleh orang tuanya, namun ia lebih khawatir dengan keadaan Nalani sekarang.

Dokter UGD yang memeriksa keadaan Nalani menganjurkan Nalani untuk melahirkan saja. Keadaannya benar-benar buruk dan khawatir kandungannya juga akan terbawa buruk. Tentu saja ibu Radina menyetujui saran dokter tersebut.

“Kamu harus temenin Nalani, Mama mau mendoakan Nalani di ruang doa supaya proses kelahirannya lancar,” kata ibu Radina.

“Tapi, Ma...” kata Radina yang berusaha ngeles.

“Kalau dia anak betul anak kamu nantinya, jangan biarkan kamu menyesal sesuatu terjadi sama ibunya. Kamu laki-laki, Radina!” kata ibu Radina.

"Maaf, Bu, suaminya gak boleh masuk ruang tindakan," kata seorang suster.

"Kalo gitu kamu di sini, jangan lupa berdoa," kata ibu Radina dan meninggalkan Radina karena beliau mau berdoa di ruang doa agar lebih khusyuk.

Radina sendiri sudah tidak bisa berpikir jernih karena memikirkan betapa sakitnya proses yang akan Nalani terima. Ia hanya duduk lemas di ruang luar tindakan sambil berdoa seingatnya.

Nalani sudah lama berada di dalam ruang tindakan, belum lagi ditambah waktu yang terasa begitu lambat bagi Radina. Entah sudah berapa kali ia duduk-berdiri saking cemasnya. Ayah Radina datang dan terlihat tenang sambil menepuk-nepuk bahu anak lelakinya itu.

"Maaf, Mas suaminya ibu Nalani?" tanya seorang suster pada Radina.

Radina mengangguk kaku.

"Anaknya sudah lahir, karena keadaannya tidak baik maka langsung kami masukkan ke inkubator. Istri Anda sekarang sedang mengalami pendarahan hebat, kalau Mas mau, Mas bisa lihat bayinya sekarang," kata suster itu.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang