chapter 4

76.8K 2.5K 33
                                    

Nalani tidak ingin keguguran seperti apa yang dokter ramalkan jika ia tidak menjaga kesehatan. Nalani yang hamil di usia muda memang rentan terkena penyakit sehingga Radina yang mendengar segala macam ocehan Dokter Samuel mengenai kandungannya. Nalani memang berbaring di ranjang kamarnya, namun Radina dipanggil oleh Dokter Samuel untuk mendengar 'wejangan'.

“Dengar, Radina, kesehatan Nalani benar-benar buruk. Kamu harus memberinya lebih banyak perhatian. Meski tidak terlihat, Nalani sebenarnya sedang depresi. Sebagai suami tentu kamu tahu bagaimana caranya menenangkan istri kamu,” kata Dokter Samuel.

Radina nyaris menertawakan Dokter Samuel. Apa pedulinya pada Nalani?! Ia hanya ‘sopir pribadi’ Nalani yang mengantarnya untuk memeriksakan kandungannya, bukan suami Nalani yang sebenarnya. Mereka kan belum menikah meski akan punya anak sebentar lagi.

Setelah mendengar 'wejangan' dari Dokter Samuel, Radina masuk ke kamar Nalani. Nalani sendiri berbaring memunggungi Radina yang sedang duduk menonton tv. Ia mengelusi perutnya yang sedikit membuncit. Selain itu, Nalani juga bersenandung pelan.

Ketika seorang suster datang dan membawa makanan, ia merasa aneh ketika melihat dua orang lawan jenis yang sibuk dengan urusannya masing-masing seperti itu.

“Selamat makan,” kata suster itu lalu pergi meninggalkan ruangan Nalani.

Nalani duduk dan berusaha menarik meja makan yang terletak agak jauh dari ranjangnya. Karena sulit, Nalani membuka selimutnya dan hendak turun dari ranjang ketika Radina menahannya dan membawa meja makan itu agar dekat dengan Nalani.

Nalani menunduk lalu sedikit mengangguk untuk menyatakan terima kasihnya. Sampai sekarang ia tidak pernah bertemu pandang dengan Radina. Ia tidak ingin melihat wajahnya sama sekali, apa pun yang terjadi.

Nalani makan dengan tidak nafsu. Makanan rumah sakit ini memang enak, namun keadaan Radina yang berada di dekatnya membuatnya jengah.

Selesai makan, Nalani menyandarkan dirinya di ranjang dan menonton tv dengan tatapan kosong. Tidak ada yang membuatnya tertarik dengan tontonan yang ada, ia hanya melihat orang-orang bergerak di dalam tv tanpa mendengarkan percakapan mereka.

“Mas, aku bawain baju ganti,” kata Madina yang tiba-tiba muncul.

“Baju ganti? Bukannya kamu yang harusnya jaga ya?” tanya Radina.

“Kok aku? Ya Mas lah siapa lagi! Enak aja ngelempar tanggung jawab,” jawab Madina.

“Tapi kan Mas harus sekolah.”

“Berangkat aja dari sini. Siapa lagi yang mau jaga? Sekolah aku kan jauh kalo dari siini, Mama besok ngajar pagi dan sekarang lagi pertemuan sama guru besar, Papa juga belom pulang pas aku ke sini, kalo Mas mau Bi Muas yang jaga berarti besok gak bakal ada yang beresin rumah!”

Selesai menjelaskan pada Radina, Madina mendekati Nalani dan memeluknya.

“Mbaaak! Aku bawain buah nih makan yaaaa. Mbak mau makan buah apa? Biar aku kupasin,” tanya Madina.

“Udah kenyang,” jawab Nalani pelan.

Madina melihat makanan yang tadi Nalani makan dan ia tidak makan seluruhnya. Madina melihat ada kulit jeruk di atas nampan makanan itu.

“Oooh, Mbak udah makan jeruk toh,” kata Madina.

“Mas mau nyari makan,” kata Radina.

“Aku aja yang beliin!” kata Madina.

“Gue udah mati gaya di sini, jadi jangan merintah-merintah lagi, Madina!” protes Radina sambil pergi meninggalkan kamar Nalani.

Madina duduk di samping ranjang Nalani dan melihat wajah Nalani yang tidak bergairah dan muram.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang