chapter 9

68K 2.3K 43
                                    

Tubuh Radina gemetar begitu melihat hasil DNA-nya. Ia geram dan meremas kertas itu lalu melemparnya kuat-kuat.

“Aku harus ketemu Nalani!” kata Radina.

“Mas, Mbak Nalani baru sadar!” kata Madina sambil menahan tangan kakaknya.

“Peduli amat!” kata Radina dan melepaskan genggaman Madina dengan kasar sampai Madina terjatuh.

“Mas!” jerit Madina.

Radina tidak peduli dengan jeritan adiknya itu, ia keburu pergi dengan motornya ke rumah sakit. Radina membawa motornya dengan cepat, tanpa peduli ocehan pengendara mobil yang terganggu dengan aksi kebut-kebutannya itu. Sesampainya di tempat tujuan, Radina langsung berlari ke kamar Nalani tanpa peduli bahwa ia sedang berada di rumah sakit.

“Mau apa lo?!” kata Diani begitu melihat Radina yang berdiri di depan pintu, ia menghalangi Nalani dengan tubuhnya.

“Lo gak ada urusannya,” kata Radina.

Diani semakin melindungi Nalani.

“Lani baru sembuh! Ke luar lo!” kata Diani.

“Lo yang harusnya ke luar!” kata Radina.

“Maaf, Mbak, bisa ke NICU sekarang?” tanya perawat yang terkejut melihat aksi Diani dan Radina.

“Oh, iya,” kata Diani.

Nalani pindah ke kursi roda dengan bantuan Diani dan perawat.

“Lo gak perlu ikut!” kata Diani dengan sinis pada Radina.

Radina tidak memedulikan Diani. Diam-diam ia mengikuti ke mana mereka pergi dan mereka masuk ke ruang bayi. Radina melihat Nalani yang sedang memeluk bayi mungilnya. Bermodalkan nekat, Radina berani mendekati Nalani.

“Ini bapakknya, Mbak?” tanya perawat saat melihat Radina.

Diani langsung memelototi Radina.

“Iya,” jawab Radina.

Nalani langsung terbelalak dibuatnya.

“Mas boleh pegang bayinya, kok,” kata si perawat.

Radina membelai pipi anaknya yang mungil itu, sepertinya anaknya memberi respon karena kepalanya langsung bergerak.

“Ssssttt,” kata Radina pelan.

Wajah si bayi memucat lalu kulitnya membiru.

“Suster! Suster! Kenapa ini bayinya, Suster!” panggil Radina.

“Mbak, peluk anaknya, Mbak,”  kata perawat yang langsung memberi respon ketika melihat keadaan bayi Nalani.

Nalani langsung memeluk anaknya dengan erat dan menciumi keningnya beberapa kali. Air mata mengalir deras dari matanya. Anaknya berhenti bernapas selama sekitar 15 detik lalu kembali bernapas dengan normal.

“Maaf, Mbak, Mbak bisa kembali ke kamar,” kata perawat sambil membawa bayi Nalani.

“Tapi...” kata Nalani.

“Biar kami yang tangani,” kata perawat yang tadi membawa Nalani ke NICU.

Nalani begitu lemas mengingat keadaan anaknya yang berada dalam pelukannya tadi, tiba-tiba anaknya berhenti bernapas dan kulitnya membiru. Ia tidak bisa menahan tangisannya.

“Biar saya yang bawa ke kamarnya, Sus,” kata Radina.

“Oh iya, silakan, Mas,” kata perawat itu.

Diani kali ini mengalah dan membiarkan Radina yang membawa Nalani ke kamarnya. Ia juga tidak mengikuti Radina karena ia yakin kalau Nalani dan Radina butuh waktu berdua.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang