chapter 5

69.8K 2.5K 26
                                    

Sudah satu minggu berlalu dan Nalani masih harus mendekam di kamar rumah sakitnya. Artinya? Radina pun harus mendekam di rumah sakit setelah ia pulang sekolah. Waktu bebas Radina hanya sekedar di sekolah karena sisanya ia harus habiskan bersama Nalani di rumah sakit. Sudah pasti Radina bosan dan mati gaya. Apa yang akan ia lakukan bersama Nalani di rumah sakit? ‘Bersenang-senang’? Jangan bercanda! Mana mungkin Nalani mau diajak ‘bersenang-senang’ lagi olehnya. Sekali saja sudah sukses membuat Radina harus siap kehilangan masa depannya.

Radina memerhatikan Nalani yang sedang makan. Lagi-lagi wajah itu. Wajah yang muram dan tidak bergairah. Radina tidak mengerti kenapa Nalani bersikap seperti itu. Nalani sudah tinggal di rumahnya, mendapat perlakuan yang baik, disekolahkan, diberi perawatan tingkat 1 dalam kehamilannya, juga hal-hal baik lainnya. Nalani seharusnya bisa lebih terbuka, tapi ia malah tertutup dan tidak banyak bicara.

Radina mulai memikirkan bagaimana kehidupan Nalani sebelumnya. Sebelum –uh, dia benci mengakui ini– Nalani mengandung anaknya anak yang diduga anaknya. Dengan tubuh Nalani, Radina yakin kalau ia bisa menarik laki-laki lain. Pergaulan Radina memang sangat bebas, tapi bukannya Nalani juga bisa melakukannya? Bisa saja wajah lugunya itu menipu semua orang. Tapi jika diingat-ingat, Radina-lah orang pertama yang ‘melakukannya’. Apa mungkin dalam waktu singkat Nalani melakukan ‘itu’ dengan orang lain?!

Nothing’s impossible,” kata Radina pelan.

Nalani sedang berusaha mengupas jeruk namun kulit jeruknya sulit terbuka hingga jeruknya pun terjatuh dan menggelinding sampai dekat sofa. Nalani sebenarnya mau minta tolong diambilkan, tapi ia memilih diam dan memindahkan posisi meja makannya.

Radina yang sadar akan sesuatu yang terjatuh segera melihat sekeliling dan menemukan jeruk sunkist ada di bawah sofa. Ia mengambil jeruk itu kemudian menatap Nalani yang sedang bersandar di ranjangnya sambil menonton tv.

Ask me if you can’t do something easy like this,” kata Radina sambil mengupas kulit jeruk dan menyimpannya di atas meja makan Nalani. Ia juga membetulkan posisi meja makan agar tepat di hadapan Nalani.

“Makasih,” kata Nalani.

Ini kali pertama Nalani mengucapkan terima kasih sekaligus kali pertama ia berbicara pada Radina. Radina bahkan tidak percaya kalau ia mendengar Nalani berbicara padanya.

Take it easy,” kata Radina dan kembali menonton tv.

Radina kembali berpikir, kali ini mengapa waktu itu ia ‘bersenang-senang’ dengan Nalani. Apa karena seksi? Rasanya bukan. Radina bahkan tidak terlalu ingat wajah Nalani sampai Nalani tiba-tiba datang dan minta pertanggungjawaban.

Gue nidurin orang yang baru pertama kali dateng ke club dengan kepolosan tingkat dewanya. Nice job, Radina! You’re really something! Kamu sangat bangga malam itu karena berhasil merebut mahkota si polos ini tapi sekarang berakhir seperti ini. Gak lucu, dia pasti dikerjain sama cowok lain! Nggak mungkin anak gue, gue yakin! Radina membatin. Ia memang gila dan menyesali betapa tololnya ia hari itu. Sekarang ia terjebak karena perbuatannya sendiri. Bagi Radina, ia belum tentu ayah dari bayi yang dikandung Nalani.

Dering handphone membuat Radina lupa akan pikirannya. Vanessa meneleponnya.

“Halo?” sahut Radina begitu ia mengangkat teleponnya.

“Halo, Yang! Bisa ke luar gak malem ini? Ayo kita main,” kata Vanessa.

“Nggak bisa, Nes... Aku kan udah bilang kalo aku gak bisa ke luar akhir-akhir ini.”

“Kenapa sih? Kamu di rumah sakit lagi, ya? Suruh siapa kek yang jagain. Kenapa mesti kamu yang repot nungguin sih?”

“Nggak bisa, harus aku yang jagain.”

“Aku kan kangen, aku kan pengen...”

“Nes, sekarang aku lagi gak bisa. Ngerti?”

“Oke, aku bakal cari yang lain. Kita putus! Kamu udah sering banget ngecewain aku!”

Tut... tut.. tut...

Sambungan telepon diputuskan begitu saja oleh Vanessa. Kini, Radina pun kehilangan Vanessa. Begitu ‘indah’ hidup bagi Radina saat ini. Ia baru saja diputuskan oleh Vanessa, padahal anak itu satu-satunya hiburannya selama ini. Kepalanya langsung cenat-cenut begitu mendengar keputusan mendadak dari Vanessa.

Bruk! Terdengar sesuatu terjatuh.

Nalani terjatuh dari ranjangnya sampai-sampai infusnya terlepas.

“Ya ampun, Nalani! Bilang kalo kamu perlu apa-apa!” bentak Radina yang terkejut saat Nalani sudah terjatuh di lantai. Ia langsung melompat untuk menolong Nalani.

“Jangan nekat kalo kamu gak kuat!” kata Radina.

Napas Nalani tercekat. Radina buru-buru membopongnya dan mengembalikannya ke ranjang. Ia memencet tombol untuk memanggil suster beberapa kali. Betapa takutnya ia saat melihat wajah Nalani memucat di ranjang. Begitu suster datang dan melihat Nalani, ia segera memanggil dokter jaga.

Radina hanya bisa menggigit jarinya ketika melihat Nalani diperiksa. Tidak lama kemudian seorang suster membawa labu darah dan memasang alat-alat untuk transfusi darah.

“Istri Anda perlu transfusi darah, apa tadi dia gak ngeluh lemes atau apa?” tanya si dokter jaga.

“Nggak, Dok,” jawab Radina.

“Lain kali, tanya aja keluhannya apa jadi kejadian kayak gini gak terulang lagi,” kata dokter jaga.

“Oke. Makasih, Dok,” kata Radina.

Dokter jaga dan dua suster yang membantunya ke luar kamar Nalani. Radina akhirnya bisa menghirup udara dengan lega. Nalani sukses membuatnya jantungan kali ini. Selama ini Radina pikir Nalani baik-baik saja, ternyata tidak. Nalani tidak pernah mengeluh apa pun selama ia ada di rumah dan di rumah sakit. Disuruh ini-itu pun Nalani tidak pernah menolak, ia sangat penurut. Nalani juga tidak pernah menuntut apa-apa meskipun ia bisa melakukannya untuk membela diri.

Radina tersenyum pahit. Ia baru menyadari betapa sulitnya hidup Nalani sementara ia menjalani hidupnya dengan biasa saja, hampir tidak ada bedanya seperti yang dulu meski ia sudah menghamili anak orang.

“Hidup kamu gak enak ya, Nal?” tanya Radina.

Tentu saja Nalani tidak menjawab. Ia sudah tertidur lelap.

Radina tertawa miris. Melihat wajah polos Nalani yang sedang tertidur membuat perasaannya tergugah. Nalani tidak pernah setenang saat ia tidur, begitu ia membuka matanya maka hanya kesedihan yang terpancar darinya.

Radina mengambil kursi yang biasa digunakan Bi Muas untuk menunggui Nalani. Ia duduk di kursi itu dan menggenggam tangan Nalani agar ketika Nalani bergerak ia bisa merasakannya. Meski posisinya saat ini sangat tidak nyaman, Radina mengusahakan dirinya agar bisa tertidur. Memang awalnya sulit, tapi Radina bisa tertidur juga pada akhirnya.

***

tunggu chapter selanjutnya yaaa =) makasiiiiiiiih banget yang udah baca

kalo bisa vote/comment yaa haha #neverendingrequest

baca ceritaku yang satu lagi ya, a thousand origami #neverendingpromo

thank you very much, gorgeous! XOXO

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang