chapter 24

65.5K 1.9K 83
                                    

halo, setelah sekian lama akhirnya saya kembali. banyak banget tekanan buat nulis part ini, di kampus banyak tugas, (untuk kesekian kalinya) sakit, dan dorongan untuk update secepatnya juga minta cerita yang lebih panjang. honestly writing is not simple for me, readers. banyak sekali hambatan untuk nulis ini.

maaf ya kalau chapter kali ini tidak memuaskan keinginan para readers, saya sudah berusaha sebisa saya untuk menyempatkan menulis ini dan kalau masih kurang panjang juga ini cerita just blame on me. saya bukan penulis yang biasa menulis chapter dengan panjang. tapi saya tetap coba untuk membuatnya karena readers pun menyemangati saya :)

terima kasih kritik dan sarannya selama ini, makasih ya buat para penyemangat author. doakan author tidak banyak pantangan supaya chapter selanjutnya segera dirilis yaaa :) makasih juga para follower. kata-kata gak cukup untuk ngungkapin betapa besarnya rasa terima kasih saya pada kalian :) jangan lupa vote sama comment yaaaa :)

sekian cuap-cuap dari saya, enjoy the story :)

***

Radina menatap sosok yang tertidur pulas di dadanya. Ia rindu. Rindu sekali pada sosok yang ada di hadapannya ini. Sudah telalu lama baginya untuk dipisahkan dengan orang yang paling ia cintai.

Dulu, Radina berpikir ia tidak mungkin mencintai gadis desa macam Nalani. Radina pikir bahwa saat ini yang ia butuhkan adalah sesosok perempuan yang pandai bersolek. Nyatanya salah, Radina sebenarnya hanya menginginkan perempuan yang pandai bersolek sementara ia tidak membutuhkannya. Perempuan yang Radina butuhkan adalah Nalani. Nalani bisa mengurus diri sendiri, anak, dan (mantan) suaminya dengan sangat baik.

Perlahan Radina mengganti posisinya setelah memastikan Nalani tertidur. Ia membiarkan Nalani berbaring dengan nyaman sementara ia sendiri ke luar dari kamar.

“Kenapa harus sekarang...” keluh Radina lalu mengisap rokoknya dan duduk di beranda hotel tersebut.

Belum lama ia merokok, Nalani memanggilnya.

“Maaaaas,” panggil Nalani dengan langkah goyah.

“Nalani?! Kenapa kamu gak tidur?” tanya Radina, segera masuk lagi ke dalam ruangan dan menutup pintu beranda

“Mas,” panggil Nalani sambil memeluk Radina.

“Apa, Lani? Tidur lagi gih,” suruh Radina.

“Kenapa Mas ngerokok lagi?”

Radina tidak bisa menjawab pertanyaan Nalani itu.

“Jangan ngerokok lagi.”

Radina langsung kehabisan kata-kata, terlebih ketika Nalani mengeratkan pelukannya.

“Tidur ya, Nal,” hanya itu yang bisa Radina katakan dan segera membawa Nalani ke kamar.

Radina menunggu Nalani agar Nalani benar-benar tertidur nyenyak lalu tidur di sofa yang ada di kamar. Ia juga butuh istirahat.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang