chapter 1

222K 3.6K 76
                                    

mohon maaf kalau ada kesamaan nama atau cerita, tapi ini murni kok dari pikiran aku semata! semoga suka =) tolong bantu vote/comment ya. jangan lupa baca a thousand origami :)

-------------------------------------------------------------------

Hari yang cerah namun panasnya tidak tertahan. Ini kali pertama Nalani menginjak ibu kota negara Indonesia, ia terbiasa tinggal di desa jadi saat ke kota yang besar ini dengan polos ia terkagum-kagum dengan gedung-gedung pencakar langit dan banyaknya kendaraan bermotor yang ada di sana, hanya saja yang disayangkan Nalani adalah betapa kotornya kota itu seperti tidak ada yang mau mengurusnya.

“Akhirnya sampe Jakarta juga, Laaan! Aku kangen!” kata Diani sambil memeluk Nalani saat ia menemukan Nalani turun dari kereta.

“Aku juga kangen, Di,” kata Nalani.

“Duh masih ordinary ya kamu, Lan,” kata Diani.

Nalani tersenyum. Dandanan Diani mengesankan kalau Nalani adalah pembantunya. Nalani hanya memakai kaus yang biasa saja malah terkesan kampungan dan celana jeans yang tidak up to date, rambutnya juga hanya diikat buntut kuda, mukanya polos tanpa riasan, tas tentengnya membuat Diani terkejut setengah mati, Nalani benar-benar ndeso.

“Ayo cepet kita istirahat bentar di rumah nanti aku ajak jalan-jalan,” kata Diani.

Nalani dibuat terkagum-kagum oleh Diani. Diani menyetir BMW seri terbarunya sendiri dan ini kali pertama Nalani naik mobil semewah ini.

“Di, aku gak ngira loh kamu masih inget aku,” kata Nalani.

“Kamu tuh penyelamat aku, Lan, kalo gak ada kamu pasti aku udah bener-bener ancur. Aku harus ngubah penampilan kamu selagi kamu di sini.”

“Ngubah penampilan aku? Nggak usah mimpi, Di, aku nih ya orang kampung lah kamu orang kota. Aku orang gak punya, kamu orang punya segala.”

“Aduh yang kayak gitu aja dibahas. Kamu tuh ayu, Lan, tinggal permak dikit deh. Nanti di rumahku pake bajuku aja ya.”

“Aku kan bawa bajuku sendiri.”

“Bajumu itu lungsuran dari ibumu? Bajuku banyak, nanti kalo pulang kamu bawa aja.”

“Loh, Di, kamu ngerokok sekarang?”

“Udah lama kali.”

“Kok ngerokok sih? Kamu perempuan...”

“Hahaha, di sini perempuan ngerokok biasa, Lan, udah deh santai aja. Eh, anjing! Apaan sih mobil di depan main banting stir segala!”

Nalani dibuat terkejut, ia tidak mengira kalau Diani yang dulu ia kenal sebagai gadis baik-baik kini merokok dan berkata kasar namun Diani masih berbaik hati untuk mengingatnya dan bahkan menyuruhnya untuk menghabiskan liburan di Jakarta dengan ongkos dari Diani.

Rumah Diani begitu mewah dan terletak di sebuah apartemen elit yang sering Nalani lihat di televisi. Kamar Diani juga terlihat mewah dan walk in closet-nya membuat Nalani kagum.

“Wah, Di, mimpi apa aku kalo punya rumah kayak gini,” kata Nalani.

“Hahaha, anggap aja rumahmu sendiri, Lan. Mandi dulu sana nanti kita pergi,” kata Diani.

Selesai Nalani mandi, Diani mendandaninya sehingga Nalani terlihat lebih cantik dan modis.

“Nah kan makin cantik, gadis desa udah jadi gadis kota nih,” kata Diani.

“Di, aku malu ah pake baju terbuka kayak gini,” kata Nalani.

“Pake rok mini tuh biasa di sini. Lagian kan kamu cantik, pede aja lagi,” kata Diani.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang