45

1.5K 168 6
                                    

Author sadar kalau dah lama hilang..

Makanya author ngasih up yang rada panjang...

.

.

.

Happy reading good reader..

.

.

Tepat seminggu Ayah dirawat di rumah sakit. Dan tepat seminggu juga sang Ibu tak menatapnya barang sedikitpun.

Tae sudah bebal akan hal itu. Tapi ia merasa janggal. Chim merasa beberapa hari terakhir tak terlihat batang hidungnya.

Dia khawatir. Komite sudah terlalu mengurasnya ditambah lagi ia harus membantu sang Ibu merawat Ayah.

Bisa saja Tae membantu menjaga sang Ayah. Tapi sang Ibu menolak. Ia pernah mencoba menawarkan diri dan bahkan menjenguk sang ayah tanpa ijin dari sang Ibu dan Chim.

Dan berakhir dengan tangan halus sang Ibu tercap manis di pipinya. Sakitnya tak seberapa, hanya sedikit merah dan ngilu. Tapi hatinya tentu hancur.

Dia hanya ingin menjenguk sang Ayah sebentar. Mengobrol dengannya meski berakhir tak ada jawaban.

Tae juga anaknya. Anak kandungnya. Jadi apa yang salah?  Dia juga ingin menebus kesalahannya. Ia tahu, sangat tau jika semua hal buruk dikeluarganya adalah ulahnya.

......

"Chim... " Tae mencoba memasuki kamar Chim yang temaram itu.

Suadaranya masih sibuk di meja belajarnya hingga panggilan Tae tak dihiraukan.

" Chim... " panggilnya lagi

" Emm? Ah.. Ada apa Tae? " Chim tersadar dari kegiatannya. Meletakkan penanya dan berbalik menghadap Tae.

" Apa kau sibuk? "tanya Tae pelan

" Tidak, sudah hampir selesai. Ada apa?  Kau sudah makan malam? Maaf aku tak bisa menemani tadi"

Tae menggeleng pelan.

"Tak apa. Baru saja selesai. Emm...  Bagaimana keadaan ayah? " Chim tersenyum tipis

" Ayah baik. Dalam beberapa hari lagi dia sudah diperbolehkan pulang"

Air muka Tae seketika berubah. Senang rasanya sang Ayah bisa kembali pulang.

"Syukurlah..  Maaf aku tak bisa membantu banyak Chim. Sebenarnya aku sangat ingin menjenguk Ayah tapi.. "

" Tak perlu meminta maaf Tae. Semua akan baik-baik saja. Maafkan kelakuan Ibu untuk beberapa hari ini ya? Ibu hanya sedang lelah saja" Chim mencoba menenangkan saudaranya. Tae mengangguk paham.

" Iya Chim..  Emm, aku pergi ke kamarku dulu ya Chim" Chim mengangguk. Tae berbalik dan mendorong kursi rodanya.

"Tae! " panggilan Chim membuat Tae menghentikan laju kursi rodanya dan menengok Chim.

" Bagaimana dengan kemo mu? " tanya Chim dengan nada serius.

Tae tersenyum pelan. Membalikkan kursi rodanya menghadap Chim.

" Baik. Semua berjalan lancar. Aku ke kamar dulu" setelah melempar senyum pada Chim. Tae benar-benar pergi dari kamarnya.

........

Sekembalinya Tae di kamarnya. Dia terdiam. Menutup kamarnya rapat yang masih dalam keadaan gelap itu.

Menatap lurus kearah balkon kamarnya yang terbuka dan tirai pintu yang terbang terbawa angin itu.

Menggenggam erat bahu kursi rodanya dan perlahan mengangkat tubuhnya yang sudah tak normal itu.

"Aku tau kau bisa Tae.. " ucapnya mencoba menyemangati dirinya sendiri.

" Hanya sampai di balkon atau di ranjang" gumamnya.

Perlahan tubuhnya terangkat. Memaksa kakinya yang pada nyatanya memang sudah sulit digerakkan itu.

Tapi Tae tetaplah Tae yang keras kepala. Dia terus memaksakan kakinya untuk maju barang selangkah.

"Ayo kaki sialan.. Melangkahlah sedikit saja." gumamnya yang mulai kesal.

Perlahan tapi pasti kaki kanannya terangkat ke depan dengan susah payah. Peluh sudah membasahi pelipisnya.

"Seperti itu. Perlahan..  Bergeraklah perlahan "

Kaki itu melangkah sebanyak dua kali dengan susah payah. Tae merasa senang dengan kerja kakinya.

Mencoba melangkah lagi dan

*Brukk..

Tae terjatuh tanpa aba-aba dan siku kanannya terantuk cukup keras di lantai kayu.

Tae terkekeh pelan.

" Ah..  Ini sakit sekali" mengadu tentang sikunya yang dirasa akan memar sebentar lagi.

Melirik kursi rodanya yang tepat di belakang pintu karena terdorong mundur.  Berpikir percuma jika kembali ke kursinya.

Dia pun lebih memilih menyeret tubuhnya menuju ranjang. Dengan susah payah lagi.

Bohong jika dia melakukan kemo. Karena nyatanya memang iya. Dia berbohong.

Dia tak lagi melakukannya. Sudah tak ada harapan lagi untuk kakinya. Dia menyerah. Tae menyerah. Dia sudah cukup akan hal itu.

Dia tak ingin merepotkan sang Ibu lebih banyak lagi. Dia harus menjadi anak yang baik dimata Ayah Ibunya. Dia harus melakukannya demi kebahagiaan keluarga.

Keluarga yang harus ia pertahankan. Keluarga satu-satunya yang iya miliki.

.

.

" Tak apa Tae. Kau itu anak yang baik"

..

.

.

So? (The END)Where stories live. Discover now