Love is .....

4.8K 578 71
                                    

"Apa masalahnya? Kan, bukan menjadi hal baru lagi seorang pengusaha ikut terjun ke dunia politik...kamu kan udah lihat banyak contohnya, Ra..." kata Dimas sambil tersenyum melihat Aira yang uring-uringan di hadapannya.

Aira terlihat sangat berbeda. Wajahnya terlihat gelisah dan bibirnya beberapa kali menggerutu kesal. Ia bahkan mondar-mandir di depan meja Dimas seperti setrikaan.

"Tapi Radit...nggak...nggak...pokoknya nggak..." kata Aira tetap mondar-mandir di depan meja Dimas. Kakinya yang tanpa alas terus saja melangkah, Aira memang memiliki kebiasaan buruk jika di kantor, ia sering tak mengenakan alas kaki di ruangan kerjanya bahkan sering mampir ke ruangan Dimas tanpa menggunakan sepatu, seperti saat ini.

"Ra, please... bisa berhenti nggak? pusing liat kamu mondar-mandir gitu..." Dimas meraih cangkir tehnya dan menyeruput perlahan. "Aira..."

"Nasehatin kek...supaya Radit membatalkan niatnya," Aira menghentikan langkahnya. Tatapan mata bulat itu terarah ke Dimas, memohon. "Ya..."

"Ya, kamu sebagai istri kan bisa kasih pengertian, Ra..." kata Dimas. Sebagai sepupu yang juga atasan Aira tentu saja ia sudah tahu pinangan sebuah partai besar kepada Raditya untuk turun ke dunia politik. Memiliki orang tua yang terlibat dalam partai politik bahkan menjadi kepala daerah memang tinggal menunggu waktu saja kapan anak atau menantu ikut berkecimpung di dalamnya.

"Gimana caranya?" suara Aira terdengar lelah. Perempuan manis itu lalu duduk di sofa dengan wajah murung, ia benar-benar tak ingin suaminya turun ke dunia politik.

"Ya, kamu kasih pertimbangan... sebagai pengusaha, Radit harus sadar dengan terjun ke dunia politik, maka dia harus menerima konsekuensinya, yakni melepas seluruh bisnisnya sehingga tidak akan mengganggu posisinya sebagai politisi. Apa dia siap?" Dimas beranjak dari kursi kerjanya lalu duduk di sofa bersama Aira. Ia menatap Aira dengan tatapan menilai. "Terjun ke politik memang harus total, agar tidak terjadi conflict of interest...kecuali seperti Om Rey, hanya jadi pengurus parpol aja nggak tertarik jadi Gubernur, Menteri atau bahkan Wapres..."

Ya, Reynaldi Mahesa meski pun pernah menduduki jabatan tinggi di parpol tapi uniknya ia selalu menolak jika ditawari posisi tertentu di pemerintahan. Reynaldi memanfaatkan parpol agar ia memiliki posisi tawar di mata kawan mau pun lawan bisnis. Pemilik The Mahesa's itu sadar betul untuk bertahan di dunia politik ia harus pintar memilih teman.

Aira menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan. Hatinya sungguh gelisah sejak Raditya mengungkapkan lamaran dari Menteri Perdagangan agar suaminya bergabung di sebuah parpol besar.

"Jangan hanya pakai alasan nggak mau berbagi lah...itu alasan paling aneh yang aku dengar..." kata Dimas tak bisa menyembunyikan senyumnya.

Aira mendengus kesal. "Tapi emang itu kenyataannya, Aku emang nggak mau membagi Radit dengan orang lain..." Aira menundukan kepalanya, memainkan kedua tangannya dengan gelisah. "Aku nggak siap..." keluh Aira.

Dimas terdiam sejenak. Berusaha memilah kalimat untuk disampaikan kepada Aira. Sebagai konsultan politik ia dan Aira memiliki tugas meyakinkan klien dan keluarganya yang akan terjun dalam pertarungan politik entah itu pemilihan kepala daerah atau pemilihan legialatif. Mereka akan menanyakan dukungan dari keluarga terhadap sang calon karena itu adalah hal utama yang harus didapat. Ya, bagaimana mau memenangkan hati pemilih kalau keluarga saja tak mendukung penuh, kan?

"Aku harus bagaimana?" suara Aira terdengar sangat sedih membuat Dimas terenyuh.

"Aku coba bicarakan dengan Radit, ya..." putus Dimas.

***

London, Inggris

"Ya, belum Mas...Radit belum ngabarin Disti..." jawab Radisti pelan. Perempuan cantik itu bicara dengan Pradipta melalui headset. Radisti lalu terdiam menyimak apa yang disampaikan sang kakak di ujung telepon. Sesekali terlihat keningnya berkerut tanda ia berpikir. Ia merapatkan syal merah yang melingkar di lehernya dan menikmati pemandangan sambil duduk di Hyde Park. "Lalu?" Radisti mengangguk-angguk seolah mengerti apa yang disampaikan Pradipta. Sesekali ia merapikan rambutnya yang dimainkan angin sore.

The Mahesa'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang